ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 09 Mei 2023
Pendekatan Art Therapy dalam Mengelola Stres
Oleh:
Andrea Ramadhania A. Wiriadinata
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
“Record, draw, or write positive thoughts and instances you’re grateful for. Make it a daily habit!”
Selama ini banyak terapi psikologi seperti Cognitive Behavior Therapy, Interpersonal Therapy, Gestalt Therapy, dan semacamnya. Kebutuhan akan kesehatan mental individu memberikan banyak kesempatan munculnya banyak terapi modern seperti terapi bermain, terapi musik, terapi menarik, art therapy, dan sebagainya. Salah satu upaya untuk menghadapi dan mengatasi stres adalah Art Therapy.
Apa itu Art Therapy?
Art therapy adalah salah satu pengobatan non-farmakologi yang semakin populer. Art therapy itu sendiri didefinisikan sebagai psikoterapi dengan membuat karya visual seperti menggambar, melukis, memahat, kolase, dan sebagainya untuk mengekspresikan dan mengkomunikasikan perasaan individu. Selain karya visual, art therapy juga dapat dilakukan restorasi karya seni dengan tujuan meningkatkan pesona dan perhatian individu sehingga dapat menghadapi rasa lelah dan tekanan emosionalnya (Kirshbaum & Donbavand dalam Jiang et al., 2020).
Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Jiang et al., (2020) pada pasien yang mengalami kanker menunjukkan beberapa hasil yang signifikan, yaitu art therapy memiliki hasil yang positif terhadap gangguan kecemasan, depresi, dan rasa lelah. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa art therapy meningkatkan kualitas hidup pasien kanker yang mengikuti art therapy. Setelah melakukan art therapy, rasa lelah yang dirasakan pasien kanker berkurang sebanyak 36% (Lefevre, Ledoux, & Filbet, dalam Jiang et al., 2020).
Art therapy juga memiliki hasil yang signifikan dalam mengurangi gejala pada gangguan depresi dan gangguan kecemasan. Sebuah studi mengenai art therapy pada lansia menunjukkan bahwa melukis juga dapat mengurangi gejala depresi dan gangguan kecemasan (Ciasca et al., 2018). Art therapy menunjukkan bahwa pasien dapat mengekspresikan rasa takut, cemas, dan emosi negatif lainnya melalui projeksi saat melukis. Dengan begitu, mood dan gejala depresi serta gangguan kecemasan juga tampak membaik (Hamer et al., dalam Hu, Zhang, Hu, Yu, & Xu, 2021).
Ada beberapa bentuk art therapy yang dapat dilakukan sebagai upaya pengobatan berbagai penyakit, terutama pada gangguan kesehatan mental. Gangguan tersebut meliputi gangguan depresi dan kecemasan, gangguan kognitif dan dementia, Alzheimer’s Disease, skizofrenia, autisme, dan sebagainya. Art Therapy juga dapat diaplikasikan di penyakit lain seperti cerebral palsy, kanker, dan lain-lain (Hu, Zhang, Hu, Yu, & Xu, 2021). Beberapa bentuk yang paling sering ditemukan menurut Chiang, Reid-Varley, dan Fan (2019) antara lain:
1. Karya visual
Metode karya visual dapat diterapkan dengan merefleksikan emosi yang muncul ketika dihadapkan dengan karya lukis atau pahatan yang terkenal dengan komponen kreatif dan berbagai jenis karya visual seperti lukisan, karya tanah liat, pahatan, karya berbahan dasar kertas seperti origami, kolase, dan lain-lain. Teknik ini terbukti pada sebuah penelitian di tahun 2016 pada pasien dengan gangguan psikotik memiliki hasil positif dengan meningkatnya kepercayaan diri, kemampuan mengekspresikan diri, kesadaran diri, emotional distress, dan emotional well-being (Attard & Larkin, 2016). Sebuah penelitian yang melibatkan seni kaligrafi Cina pada lebih dari 10,000 pasien dengan gangguan kesehatan mental yang berat menunjukkan perkembangan yang signifikan pada partisipan dengan gejala kecemasan, depresif, dan gangguan psikotik (Chu et al., 2018).
2. Terapi musik
Terapi musik merupakan salah satu yang sering dipelajari mengenai metode art therapy dan dapat berupa aktif; pasien ikut serta dalam proses produksi lagu yang dipandu oleh terapis, serta reseptif; pasien mendengar dan merespon terhadap lagu menggunakan metode seperti menganalisis lirik. Terapi musik baik secara aktif maupun reseptif terbukti meningkatkan keberfungsian sosial dan kualitas hidup. Selain itu, terapi musik yang dilakukan pada 200 narapidana di Cina menunjukkan berkurangnya level kecemasan dan depresi serta meningkatkan level kepercayaan diri (Chen et al., 2016).
3. Creative atau expressive writing
Menulis adalah salah satu cara yang paling sering dilakukan untuk mengungkapkan perasaan. Dalam art therapy, expressive dan creative writing termasuk dalam menulis jurnal, puisi, fiksi, autobiografi, dan memoirs (Feirstein, 2016; King et al., 2013). Metode expressive dan creative writing menghasilkan individu yang perseptif dengan kesempatan mengekspresikan dan melepaskan emosi yang berbeda dari metode art therapy lainnya. Studi pilot dengan 11 partisipan yang mengalami gangguan kesehatan mental berat mengikuti workshop menulis, para partisipan berpendapat bahwa workshop tersebut menjadi pengalaman yang sangat positif dan berkemungkinan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan fungsi kognitif partisipan (King et al., 2013).
Secara keseluruhan, art therapy dengan berbagai metode menunjukkan hasil yang sangat positif pada kesehatan mental maupun kesehatan fisik dan dapat dikontribusikan dalam beberapa jenis. Melukis bisa diikuti dengan terapi musik. Banyak orang yang merasa stres dengan ramainya kehidupan, seperti situasi rumah yang ramai, notifikasi ponsel atau email yang tiada habisnya, dan pertemuan daring yang tak kunjung henti. Melukis dengan lagu lo-fi sebagai latar dapat membantu individu untuk rileks dan menenangkan pikiran.
Selain itu, menulis diari atau journaling juga merupakan salah satu kegiatan yang paling mudah dilakukan, namun mencakup banyak aspek yang dapat mengurangi stres, seperti merefleksikan diri dan melatih kemampuan menganalisis serta mengungkapkan perasaan dengan menulis ekspresif. Penelitian yang dilaksanakan oleh Nurhasanah (2019) pada mahasiswa yang diberikan pelatihan menulis ekspresif dengan mahasiswa yang tidak diberikan pelatihan menulis ekspresif menunjukkan bahwa mahasiswa yang diberikan pelatihan menulis ekspresif memiliki skor rata-rata tingkat stres yang lebih rendah. Penelitian lainnya yang dilaksanakan oleh Rahmawati (2014) pada anak berusia 9 dan 11 tahun yang pernah mengalami kejadian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) diminta untuk menulis ekspresif. Penelitian ini memiliki hasil berkurangnya tingkat stres pada partisipan. Salah satu partisipan termasuk anak yang pendiam, namun partisipan tersebut merasa senang setelah mengikuti penelitian ini dan membiasakan diri untuk menulis diari karena ia dapat meluapkan perasaannya yang selama ini terpendam. Partisipan kedua juga memiliki perubahan skor stres yang cukup signifikan karena ia dapat menuliskan ekspresi emosinya secara lebih mendalam, seperti ketika ia merasa sedih, senang, atau marah.
Pada dasarnya, art therapy bisa membantu individu dalam menghadapi masalah, stres, bahkan sampai gangguan fisik dan mental. Art therapy juga bisa mulai dilakukan di rumah dan seorang diri, dengan alat yang dapat dibilang sederhana dan mudah didapat. Mungkin membiasakan diri untuk memulai dan meluapkan segala perasaan, emosi, dan tekanan yang dihadapi ke dalam sebuah karya merupakan hal yang tidak mudah. Untuk memulai, yang Anda butuhkan adalah menyisihkan sedikit waktu, mungkin 10-15 menit untuk menulis, melukis, atau sekedar mendengar lagu. Cobalah membiasakan diri dan sisihkan sedikit waktu.
Apabila bukan Anda yang menjaga kesehatan mental Anda, siapa lagi?
Referensi:
Attard, A., & Larkin, M. (2016). Art therapy for people with psychosis: a narrative review of the literature. The Lancet Psychiatry, 3(11), 1067–1078. doi: 10.1016/s2215-0366(16)30146-8
Ciasca, E. C., Ferreira, R. C., Santana, C.L. A., Forlenza, O. V., Dos Santos, G. D., Brum, P. S., et al. (2018). Art therapy as an adjuvant treatment for depression in elderly women: a randomized controlled trial. Braz. J. Psychiatry 40, 256–263. doi: 10.1590/1516-4446-2017-2250
Chen, M.-D., Kuo, Y.-H., Chang, Y.-C., Hsu, S.-T., Kuo, C.-C., & Chang, J.-J. (2016). Influences of Aerobic Dance on Cognitive Performance in Adults with Schizophrenia. Occupational Therapy International, 23(4), 346–356. https://doi.org/10.1002/oti.1436
Chiang, M., Reid-Varley, W. B., & Fan, X. (2019). Creative art therapy for mental illness. Psychiatry Research, 275, 129–136. doi; 10.1016/j.psychres.2019.03.025
Chu, K.-Y., Huang, C.-Y., & Ouyang, W.-C. (2018). Does Chinese calligraphy therapy reduce neuropsychiatric symptoms: a systematic review and meta-analysis. BMC Psychiatry, 18(1). doi: 10.1186/s12888-018-1611-4
Hu, J., Zhang, J., Hu, L., Yu, H., & Xu, J. (2021). Art Therapy: A Complementary Treatment for Mental Disorders. Frontiers in Psychology, 12(34456801), 686005. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.686005
Jiang, X., Chen, X., Xie, Q., Feng, Y., Chen, S., & Peng, J. (2020). Effects of art therapy in cancer care: A systematic review and meta‐analysis. European Journal of Cancer Care, 29(5). https://doi.org/10.1111/ecc.13277
Feirstein, F. (2016). A Psychoanalytic Study of Sylvia Plath. The Psychoanalytic Review, 103(1), 103–126. https://doi.org/10.1521/prev.2016.103.1.103
King, R., Neilsen, P., & White, E. (2012). Creative writing in recovery from severe mental illness. International Journal of Mental Health Nursing, 22(5), 444–452. https://doi.org/10.1111/j.1447-0349.2012.00891.x
Nurhasanah, N. (2019). Pengaruh Pelatihan Menulis Ekspresif Terhadap Penurunan Tingkat Stres Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Naskah Publikasi Program Studi Psikologi. Diakses dari http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/id/eprint/7233/
Rahmawati, M. (2014). Menulis ekspresif sebagai strategi mereduksi stres untuk anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(2), 276 –. Doi: 10.22219/jipt.v2i2.2002