ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 39 Agustus 2025
Herd Effect: Mengapa Kita Ikut-ikutan?
Oleh:
Chandra Yudistira Purnama
Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi
Herd Effect sebuah fenomena psikologis yang meluas, muncul ketika individu dalam sebuah kelompok bertindak secara kolektif, sering kali meniru perilaku orang lain, terlepas dari analisis atau informasi independen mereka sendiri dan sering kali mengorbankan penilaian pribadi. Pengaruh herd effect dapat membawa dampak positif, namun juga berpotensi mengakibatkan pengambilan keputusan yang merugikan, membahayakan, atau destruktif ketika pemikiran kritis ditinggalkan demi konformitas. Pengaruh ini dapat bersifat langsung, melalui komunikasi eksplisit atau instruksi, atau tidak langsung, yang bekerja melalui pengamatan dan peniruan (Mavrodiev et al., 2013).
Herd effect sedikit banyak disebabkan oleh pengaruh sosial. Pengaruh sosial merupakan faktor penting yang memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan seseorang, yang berdampak pada bagaimana mereka berencana untuk berperilaku (Singh et al., 2019). Dalam kehidupan sosial sehari-hari, pengaruh sosial memainkan peranan penting dalam membentuk cara berpikir dan bertindak seseorang. Secara umum, pengaruh ini terbagi ke dalam dua bentuk utama: pengaruh informasional dan pengaruh normatif. Pengaruh informasional muncul ketika individu mengikuti pandangan atau perilaku orang lain karena mereka percaya bahwa orang lain memiliki informasi yang lebih akurat atau pemahaman yang lebih baik mengenai situasi tertentu. Misalnya, seorang mahasiswa yang ragu-ragu dalam menjawab soal ujian akhirnya mencontek jawaban temannya yang dikenal pintar, karena ia yakin bahwa temannya memiliki pengetahuan yang lebih benar. Berbeda dengan itu, pengaruh normatif didorong oleh kebutuhan untuk diterima oleh kelompok sosial. Dalam hal ini, seseorang menyesuaikan perilaku mereka agar tidak menyimpang dari harapan atau norma yang berlaku dalam kelompok tersebut. Contohnya, seorang remaja yang sebenarnya tidak menyukai rokok namun tetap merokok ketika berkumpul bersama teman-temannya, semata-mata karena tidak ingin dianggap berbeda dan ingin tetap diterima dalam pergaulan. Kedua bentuk pengaruh sosial ini menggambarkan bagaimana individu sering kali mengorbankan penilaian pribadinya demi memperoleh validasi kognitif atau penerimaan sosial dari lingkungan sekitarnya. Keputusan seseorang secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka, yang konsisten dengan gagasan bahwa orang ingin menyesuaikan diri dan mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya (Eckhardt et al., 2009).
Herd effect sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, karena manusia secara naluriah cenderung meniru perilaku orang lain di sekitarnya, terutama dalam situasi ketidakpastian atau tekanan sosial. Salah satu contoh yang paling umum adalah fenomena konsumsi massal terhadap produk-produk tertentu seperti skincare, minuman viral, atau makanan instan yang tiba-tiba populer di media sosial. Banyak orang membeli produk tersebut bukan karena benar-benar membutuhkannya atau telah melakukan pertimbangan rasional, melainkan karena merasa terdorong mengikuti tren demi tidak dianggap ketinggalan. Fenomena ini juga kerap muncul dalam perilaku spontan di ruang publik, misalnya ketika seseorang melihat antrean panjang dan secara otomatis ikut mengantre tanpa mengetahui dengan jelas tujuan antrean tersebut. Dalam situasi tersebut, keputusan individu tidak didasarkan pada informasi yang akurat, melainkan pada asumsi bahwa kerumunan orang tidak mungkin salah. Hal ini mencerminkan bagaimana herd effect dapat menggantikan penilaian pribadi dengan keputusan kolektif yang belum tentu logis. Kecenderungan serupa juga terlihat dalam situasi krisis, seperti panic buying yang terjadi saat awal pandemi COVID-19. Masyarakat bergegas membeli masker, hand sanitizer, dan sembako dalam jumlah besar hanya karena melihat orang lain melakukannya, menciptakan kekurangan pasokan dan kepanikan yang lebih besar.
Dalam konteks ini, herd effect memperlihatkan dampak nyata yang merugikan karena didasarkan pada rasa takut dan ketidakpastian, bukan kebutuhan rasional. Dalam dunia investasi, herd effect menjadi lebih kompleks dan berisiko. Banyak investor pemula mengikuti arus pembelian saham atau aset kripto tertentu hanya karena banyak orang melakukannya atau karena adanya pemberitaan viral, tanpa memahami analisis fundamental dan risiko keuangan. Akibatnya, mereka sering terjebak dalam gelembung pasar atau kerugian besar saat tren berbalik arah. Di bidang gaya hidup dan fesyen, herd effect juga tampak saat individu merasa perlu mengikuti tren pakaian, aksesori, atau gaya hidup terkini demi menjaga citra sosial atau mendapatkan validasi dari lingkungan, meskipun tidak sesuai dengan identitas atau kenyamanan pribadi mereka. Keseluruhan fenomena ini mencerminkan bahwa herd effect dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, dari konsumsi harian hingga keputusan strategis, dan sering kali menggantikan nalar kritis dengan dorongan konformitas sosial.
Kesimpulannya, herd effect merupakan fenomena psikologis yang kuat dan meluas, di mana individu cenderung mengikuti perilaku kolektif kelompok tanpa mempertimbangkan penilaian pribadi secara kritis. Dipengaruhi oleh faktor sosial, baik informasional maupun normatif, efek ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari perilaku konsumen, adopsi teknologi, hingga keputusan investasi dan sosial. Meskipun kadang membawa manfaat, herd effect juga berisiko menimbulkan keputusan yang tidak rasional dan merugikan. Kehadirannya dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan betapa kuatnya pengaruh sosial dalam membentuk perilaku manusia. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk meningkatkan kesadaran diri, melatih kemampuan berpikir kritis, dan mengambil keputusan berdasarkan analisis informasi yang objektif agar tidak mudah terbawa arus opini mayoritas yang belum tentu tepat.
Daftar Pustaka
Eckhardt, A., Laumer, S., & Weitzel, T. (2009). Who Influences Whom? Analyzing Workplace Referents’ Social Influence on it Adoption and Non-Adoption. Journal of Information Technology, 24(1), 11. https://doi.org/10.1057/jit.2008.31
Handarkho, Y. D., & Harjoseputro, Y. (2020). Intention to adopt mobile payment in physical stores Individual switching behavior perspective based on Push–Pull–Mooring (PPM) theory.
Mavrodiev, P., Tessone, C. J., & Schweitzer, F. (2013). Quantifying the effects of social influence. Scientific Reports, 3(1). https://doi.org/10.1038/srep01360
Singh, N., Sinha, N., & Liébana‐Cabanillas, F. (2019). Determining factors in the adoption and recommendation of mobile wallet services in India: Analysis of the effect of innovativeness, stress to use and social influence. International Journal of Information Management, 50, 191. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2019.05.022
Sleiman, K. A. A., Lan, J., Lei, H. Z., Rong, W., Wang, Y., Li, S., Cheng, J., & Amin, F. (2023). Factors that impacted mobile-payment adoption in China during the COVID-19 pandemic. Heliyon, 9(5). https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2023.e16197