ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 29 Maret 2025

Mengapa Lingkungan Menjadi Bagian dari Isu Psikologi

 Oleh:

Iqamah Dyah Mumpuni, Universitas Tama Jagakarsa

Eko. A Meinarno, Universitas Indonesia 

Pengantar

Lingkungan adalah suatu ruang yang ditempati oleh makhluk hidup bersamaan dengan benda tak hidup lainnya. Berbicara mengenai lingkungan, erat kaitannya dengan keadaan alam (natural environment) seperti laut, gunung, hamparan padang rumput, hutan dan berbagai macam bentuk keadaan alam lainnya. Menurut UU N0. 4 Tahun 1982 (dalam Sarwono, 1992) yang dimaksud mengenai lingkungan adalah lingkungan hidup yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lainnya.

Dilihat dari aspek manusia, lingkungan dapat dibedakan menjad tiga, pertama: Lingkungan alam (natural environment) yang terdiri dari seluruh kondisi alam termasuk gejala dan proses yang hadir disekeliling manusia yang berpengaruh pada karakter manusia, kedua: Lingkungan sosial (social environment) yaitu lingkungan kehidupan sesama manusia yang berada di sekitar seseorang atau kelompok orang, ketiga: Lingkungan budaya (cultural environment) yaitu segala kondisi budaya yang berada di sekitar seseorang atau kelompok orang yang bersangkutan (Mutakin, 2018).

Lingkungan Alam dan Tingkah Laku Manusia

Perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor internal maupun faktor eksternal, salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu lingkungan (BPMBKM, 2024). Faktor lingkungan tidak hanya lingkungan alam, tetapi juga lingkungan sosial dan budaya.

Bentuk pengaruh lingkungan alam terhadap perilaku manusia dapat dilihat pada pengaruh iklim dan cuaca. Iklim dan cuaca sebagai bagian dari lingkungan alam juga memberikan kontribusi terhadap perilaku manusia. Iklim di belahan utara lebih dingin daripada di bagian khatulistiwa. Juga belahan bumi selatan yang lebih dingin daripada bagian khatulistiwa (Gonick & Outwater, 2004). Salah satu hal yang terdampak dari iklim adalah tipe hutan yang tumbuh. Di khatulistiwa, hutan hujan tropis mempunyai lebih banyak spesies hewan daripada hutan di daerah utara (Gonick & Outwater, 2004).

Manusia adalah makhluk yang juga menjadi bagian dari alam. Pada awalnya manusia amat bergantung dengan alam, perlahan dan kemudian secepat kilat, manusia kemudian berbalik menguasai alam. Pada saat tergantung pada alam, banyak aktivitas manusia yang amat bergantung dengan alam, misalnya perpindahan homo sapien di masa lalu dipengaruhi langsung oleh perubahan musim, migrasi tahunan ternak, dan siklus pertumbuhan tumbuhan (Harari, 2021). Sejarah juga mencatat bahwa manusia memilih daerah yang dekat dengan sumber air seperti sungai dan dapat ditinggali (lihat Gonick & Outwater, 2004; Gonick, 2006a; Matsumoto & Juang, 2017) 

Manusia Mulai Menentukan Alam

Butuh waktu lama manusia hidup harus mengikuti pola alam. Alam membentuk pola menetap manusia (Gonick, 2006a; Diamond, 2013). Manusia menetap di sebuah area karena dianggapnya area itu dapat mendukung kehidupannya melalui bercocok tanam (Gonick, 2006a; Diamond, 2013).

Pola bercocok tanam awalnya hanya menanam tumbuhan satu daerah yang telah didomestikasi (Meinarno, Widianto, & Halida, 2015). Perlahan ketika manusia melakukan pergerakan atau migrasi ke berbagai tempat yang lebih jauh, tumbuhan juga bisa ditumbuhkan di tempat yang bukan asalnya. Sebagai contoh adalah tanaman tebu. Tebu diperkirakan berasal dari India. Tebu yang membuat nikmat hidup ini dibawa ke daerah Irak dan tumbuh. Namun kemudian, bukan hanya tebu yang tumbuh, tapi sistem perbudakan juga ikut tumbuh. Budaklah yang menanam dan menebangnya (Gonick, 2006b). Hal yang mirip terjadi di Jawa. Tebu yang diolah menjadi gula, bukan sekedar menjadi bahan pangan, tapi menjadi gaya hidup. Gula tersedia banyak di Jawa, sehingga masyarakatnya hingga kini akrab dengan manis dari tebu.

Manusia secara perlahan memosisikan sebagai yang menentukan alam dengan cara memodifikasi lingkungan sekitarnya. Hal sederhana membangun irigasi pertanian untuk mencapai panen besar (Gonick, 2006a) sampai kemudian membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (Gonick & Outwater, 2004). Namun yang tanpa disadari (baru kemudian disadari) adalah mulai muncul masalah atas hubungan baru ini.

 

Mengapa Masalah Lingkungan?

Menurut Sarwono (1992) pada dasarnya masalah lingkungan adalah persoalan-persoalan yang timbul sebagai akibat dari berbagai gejala alam, hal ini berarti bahwa masalah lingkungan adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan itu sendiri dan sudah ada sejak alam semesta ini diciptakan. Berubahnya sebagian permukaan bumi dari daratan menjadi lautan, kemudian kembali menjadi daratan, sungai yang berpindah jalur, hutan yang rusak karena letusan gunung berapi kemudian tumbuh lagi. Ada yang punah, ada yang hidup kembali, dengan demikian masalah yang timbul dapat diselesaikan dengan alam itu sendiri (Sarwono, 1992). Jadi tidak semua masalah lingkungan disebabkan oleh manusia, justru sebagian besar di luar campur tangan manusia, seperti gempa bumi, angin topan, hujan es, dan lain-lain.

Lingkungan merupakan wadah dimana manusia tinggal, apa yang terjadi pada lingkungan, dapat mengakibatkan perubahan perilaku pada manusia yang berdampak pada terbentuknya perilaku baru (Matsumoto & Juang, 2017). Begitu juga sebaliknya, manusia sebagai makhluk antroposentris dapat memberikan dampak besar bagi keadaan lingkungan alam di sekitarnya. Antroposentris merujuk pada arti harfiah yang berarti berpusat pada manusia, bahwa manusia yang mempunyai nilai intrinsik (Goralnik & Nelson, 2012). Sebuah kajian antropologis menunjukkan bahwa ketika ada dua kelompok manusia hidup di dua daerah yang memiliki kemiripan ekologis, ternyata mempunyai masalah-masalah yang berbeda (Vogt & O’dea, 1984). Hal ini menarik, karena asumsi dasarnya adalah lingkungan akan membuat manusia bertingkah laku (Vogt & O’dea, 1984; Matsumoto & Juang, 2017). Ketika lingkungannya sama atau mirip, tingkah laku akan sama atau mirip. Ternyata berdasar telaah, diketahui bahwa sejarah masyarakat dan nilai yang tumbuhlah yang membuat tingkah laku mereka tidak sama walau dengan lingkungan yang mirip.

Tingkah Laku Berbasis Negosiasi dengan Lingkungan

Tanpa disadari, manusia mulai melakukan pengaturan terhadap lingkungan alam dengan teknologi. Segalanya memang lebih baik, tapi justru menimbulkan masalah baru. Contoh yang paling besar di hadapan kita adalah jumlah populasi (Meinarno, Widianto, & Halida, 2015) dan perubahan iklim. Populasi manusia yang mendekati delapan milyar manusia tentu bukan main-main. Jumlah makanan, tempat tinggal, sekolah dan lain-lain perlu diperhatikan. Perubahan iklim yang berdampak pada melelehnya es di kedua kutub bumi, membuat tinggi lautan naik. Apa yang kemudian manusia lakukan?

Menghadapi peningkatan populasi, manusia menyiapkan diri dengan ide pengendalian jumlah penduduk. Konsep yang dikenal di Indonesia sebagai Keluarga Berencana (Fawcet, 1984). Peningkatan penduduk Indonesia relatif dapat dikendalikan. Naiknya permukaan laut, manusia mulai melakukan upaya pembuatan tanggul-tanggul beton di pesisir, seperti yang dilakukan Belanda dan sekarang Jakarta.

Apakah semua itu akan menyelesaikan masalah? Tampaknya belum tentu. Masih ada perubahan-perubahan kecil yang perlu dikaji dan diintervensi. Ilmu apa yang dapat membantu hal itu? Psikologi pada dasarnya adalah bagian dari ilmu sosial, yang artinya berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial. Sosial ini bukan hanya pada manusia, tapi juga dengan lingkungan. Kelak bagian ini yang berkembang menjadi psikologi lingkungan.

Penutup

Artikel ini adalah pembuka bagi pembaca yang berminat dalam bidang psikologi lingkungan. Tulisan ini masih secara konservatif melihat alam berada di luar diri manusia secara utuh. Dalam perkembangan terkini, alam juga menyangkut kealamian diri kita seperti genetika yang juga dapat dipengaruhi faktor luar, padahal dia menentukan manusia. Artikel ini akan berlanjut dan sekaligus berkembang seiring dengan minat pembaca untuk berkontribusi memajukan psikologi lingkungan di Indonesia.         

Daftar Pustaka

Diamond, J. (2013). Guns, germs, & steel: Rangkuman riwayat masyarakat manusia. KPG. Jakarta.

Fawcet, JT. (1984). Psikologi dan kependudukan. Rajawali Pers. Jakarta.

Gonick, L. (2006a). Kartun riwayat peradaban jilid 1. KPG. Jakarta.

Gonick, L. (2006b). Kartun riwayat peradaban jilid 3. KPG. Jakarta.

Gonick, L., Outwater, A. (2004). Kartun lingkungan. KPG. Jakarta.

Goralnik, L., & Nelson, M. P. (2012). Anthropocentrism. Dalam Chadwick, R. Encyclopedia of applied ethics 2nd Edition. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-373932-2.00349-5.

Harari, YN. (2021). Sapiens: Kelahiran umat manusia. KPG. Jakarta.

https://bpmbkm.uma.ac.id/2024/10/03/pengaruh-lingkungan-terhadap-perilaku-manusia/. Diunduh November 2024

Matsumoto, D., Juang, L. (2017). Culture and psychology. 6th ed. Cengage.

Meinarno, E. A., Widianto, B., Halida, R. (2015). Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Edisi ketiga. Jakarta. Salemba Humanika.

Mutakin, A. (2018). Apa lingkungan itu? Geoarea, 1(2), 65-68.

Sarwono, S. W. (1992). Psikologi lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Vogt, E. Z., & O’dea, T. F. (1984). Perbedaan kebudayaan dalam dua masyarakat yang ekologinya memperlihatkan kesamaan. Dalam Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Penyunting Parsudi Suparlan. Rajawali Pers. Jakarta.