ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 28 Februari 2025

 

Media Sosial Dan Identitas Remaja: Menjaga Keseimbangan Antara Dunia Digital Dan Kesehatan Psikologis

Oleh :

Fadhilla Alfitri

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

 Media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan remaja, membentuk cara mereka memahami diri sendiri, menjalin hubungan sosial, serta mengembangkan identitas. Dalam perspektif psikologi perkembangan, interaksi digital dapat menjadi sarana eksplorasi diri dan alat untuk memperoleh pengakuan sosial. Namun, paparan berlebihan terhadap media sosial juga membawa dampak negatif, seperti penurunan rasa percaya diri, meningkatnya kecemasan sosial, serta munculnya kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain secara tidak sehat. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana keterlibatan remaja dalam media sosial memengaruhi pembentukan identitas serta dampaknya terhadap kesehatan mental. Pada tahap perkembangan remaja, individu mengalami masa transisi dalam menemukan jati diri mereka. Erikson (1968) dalam teorinya tentang psikososial menyatakan bahwa remaja berada dalam tahap “identity vs. role confusion,” di mana mereka mencari pemahaman tentang siapa mereka sebenarnya melalui berbagai pengalaman sosial. Saat ini, media sosial menjadi salah satu wadah utama bagi remaja untuk bereksperimen dengan identitas mereka. Platform digital seperti Instagram, TikTok, dan WhatsApp memungkinkan mereka untuk menampilkan berbagai aspek diri, baik dalam bentuk unggahan, interaksi dengan teman sebaya, maupun partisipasi dalam komunitas daring.

Dampak media sosial terhadap identitas remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Di satu sisi, media sosial memberi kesempatan bagi remaja untuk mengekspresikan diri, mengeksplorasi minat, dan mendapatkan dukungan sosial dari komunitas yang memiliki kesamaan nilai atau pengalaman. Penelitian oleh Boyd (2014) menunjukkan bahwa media sosial berfungsi sebagai ruang aman bagi remaja untuk membentuk serta menguji identitas mereka sebelum mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Namun, di sisi lain, media sosial juga dapat menciptakan tekanan sosial yang membuat remaja merasa harus menyesuaikan diri dengan standar tertentu agar diterima oleh lingkungannya. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan sosial, rasa tidak puas terhadap diri sendiri, dan bahkan meningkatkan risiko depresi (Perloff, 2014). Salah satu faktor utama yang memengaruhi rasa percaya diri remaja dalam menggunakan media sosial adalah validasi dari lingkungan digital. Teori self-determination yang dikembangkan oleh Deci dan Ryan (2000) menjelaskan bahwa individu memiliki tiga kebutuhan psikologis utama: kebutuhan akan kompetensi, hubungan sosial, dan otonomi. Media sosial dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan memberi kesempatan kepada remaja untuk mendapatkan pengakuan dari teman sebaya. Namun, ketika harga diri  seseorang bergantung pada jumlah “likes,” komentar, atau jumlah pengikut di media sosial, mereka menjadi lebih rentan mengalami penurunan self-esteem. Meta-analisis yang dilakukan oleh Huang (2017) menemukan bahwa intensitas penggunaan media sosial yang tinggi berkorelasi dengan meningkatnya perbandingan sosial yang tidak sehat, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kesejahteraan emosional.

Selain self-esteem, kesehatan mental remaja juga terpengaruh oleh fenomena perbandingan sosial, cyberbullying, dan ketergantungan digital. Remaja yang sering terpapar kehidupan ideal yang ditampilkan di media sosial cenderung merasa tidak cukup baik dibandingkan dengan orang lain, meskipun konten yang mereka lihat tidak selalu mencerminkan realitas sebenarnya (Chou & Edge, 2012). Selain itu, cyberbullying menjadi ancaman serius bagi kesejahteraan mental remaja. Penelitian oleh Kowalski et al. (2014) mengungkapkan bahwa korban cyberbullying sering mengalami tekanan emosional yang tinggi, kecemasan, serta gangguan dalam kehidupan sosial dan akademik mereka. Ketergantungan yang berlebihan terhadap media sosial juga dapat menghambat perkembangan sosial remaja dalam kehidupan nyata. Meskipun media sosial menyediakan akses cepat untuk berkomunikasi dan berinteraksi, penggunaannya yang tidak terkontrol dapat mengurangi kualitas hubungan interpersonal langsung serta meningkatkan perasaan kesepian (Primack et al., 2017). Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk mengatur waktu penggunaan media sosial agar tidak mengorbankan hubungan sosial yang lebih nyata dan mendalam. 

Namun, tidak semua pengaruh media sosial terhadap remaja bersifat negatif. Studi yang dilakukan oleh Orben et al. (2019) menunjukkan bahwa dampak media sosial terhadap kesejahteraan remaja sangat bergantung pada bagaimana platform tersebut digunakan. Jika digunakan dengan bijak, media sosial dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi remaja dalam membangun identitas, meningkatkan rasa percaya diri, serta memperluas jaringan sosial. Remaja yang aktif dalam komunitas positif dan mendukung cenderung mengalami manfaat emosional yang lebih besar daripada mereka yang hanya menggunakan media sosial untuk memperoleh validasi dari orang lain. Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai cara penggunaan media sosial yang sehat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan manfaatnya dan meminimalkan risikonya.

Media sosial telah menjadi bagian penting dalam perjalanan perkembangan identitas remaja. Dengan memanfaatkan media sosial, remaja dapat mengeksplorasi berbagai aspek diri mereka, menjalin koneksi dengan orang lain, dan menemukan komunitas yang sesuai dengan minat mereka. Namun, penggunaan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai permasalahan psikologis, termasuk penurunan self-esteem, kecemasan sosial, serta ketergantungan terhadap validasi eksternal. Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk menyeimbangkan interaksi digital dan dunia nyata, serta mengembangkan rasa percaya diri yang tidak bergantung pada pengakuan dari media sosial. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai cara menggunakan media sosial secara sehat, remaja dapat menjalani proses pencarian identitas mereka tanpa mengorbankan kesejahteraan psikologis mereka.

Referensi

Boyd, D. (2014). It’s complicated: The social lives of networked teens. Yale          University Press.

Chou, H. T. G., & Edge, N. (2012). They are happier and having better lives than I  am: The impact of using Facebook on perceptions of others’ lives.          Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 15(2), 117-121.          https://doi.org/10.1089/cyber.2011.0324

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The what and why of goal pursuits: Human needs and the self-determination of behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227-268.    https://doi.org/10.1207/S15327965PLI1104_01

Erikson, E. H. (1968). Identity: Youth and crisis. Norton.

Gonzales, A. L., & Hancock, J. T. (2011). Mirror, mirror on my Facebook wall: Effects          of Facebook exposure on self-esteem. Cyberpsychology, Behavior, and          Social Networking, 14(1-2), 79-83. https://doi.org/10.1089/cyber.2009.0411

Huang, C. (2017). Time spent on social network sites and psychological well-being: A meta-analysis. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 20(6), 346-354. https://doi.org/10.1089/cyber.2016.0758

Orben, A., Dienlin, T., & Przybylski, A. K. (2019). Social media’s enduring effect on adolescent life satisfaction. PNAS, 116(21), 10226-10228. https://doi.org/10.1073/pnas.1902058116