ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 26 Januari 2025

Thriving in College: Perspektif Baru dalam Memandang dan Mendorong Kesuksesan Mahasiswa di Perguruan Tinggi

Oleh:

Ida Ayu Gede Kusumaastuti Widihapsari

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

 

Pendahuluan

Berbagai hasil penelitian mengenai psikologi positif akhir-akhir ini sedang banyak diaplikasikan dalam berbagai domain, terutama pendidikan (Bentea, 2018). Program dalam pendidikan positif digunakan untuk memperbaharui pendidikan tradisional yang awalnya hanya berfokus pada keterampilan akademik, kini juga mencakup bagaimana kesejahteraan dan mempromosikan kesehatan mental (Bentea, 2018; Pluskota, 2014; Seligman, Randal, Gillham, Reivich, & Linkins, 2009). Beberapa ahli saat ini utamanya lebih memberikan penekanan pada aplikasi pendidikan positif di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan sistem di perguruan tinggi yang begitu pesat.

Saat ini, populasi mahasiswa dan jumlah institusi pendidikan tinggi semakin beragam dan berkembang, namun program atau fakultas cenderung mempersempit ruang lingkupnya (Schreiner, 2015). Institusi pendidikan tinggi cenderung mengajarkan keterampilan untuk pekerjaan tertentu setelah lulus, sebuah perubahan dramatis dari filosofi pendidikan sebelumnya yang mendorong pengembangan karakter (Arum & Roska, dalam Williams dkk., 2018). Sebagai akibat dari pergeseran ideologi pendidikan berbasis pasar ini, perguruan tinggi dan universitas juga dinilai menjadi lebih mementingkan peringkat dan reputasi nasional dibandingkan pengembangan dan kesuksesan mahasiswa (Petridis, 2015; Thelin, dalam Williams dkk., 2018). Kebanyakan sistem di perguruan tinggi juga menekankan pada pengetahuan dan keterampilan akademis, serta memberikan sangat sedikit perhatian pada kesejahteraan dan keberfungsian mahasiswa (Williams dkk., 2018; Schreiner, 2015; Marks & Wade, 2015).

Atas dasar urgensi tersebut, pendidikan positif di perguruan tinggi kini mulai banyak digerakkan. Dari fokus pendidikan yang awalnya hanya menekankan pada peringkat dan kelulusan (grades and graduation), kini berkembang suatu konsep yang menekankan pada perkembangan (thriving) secara menyeluruh. Konsep thriving dalam perguruan tinggi ini pada awalnya dikembangkan oleh Schreiner (2010a) untuk merangkum aspek yang mendukung keberfungsian mahasiswa secara optimal, yaitu akademik, relasi interpersonal, serta emosional.

Faktor Pembentuk Thriving

Terdapat 5 (lima) faktor yang mewakili tiga domain thriving, yaitu academic thriving, intrapersonal thriving, dan interpersonal thriving.

 

Academic Thriving

Academic thriving dikarakteristikkan dengan engaged learning dan determinasi akademik (academic determination). Engaged learning merujuk pada energi positif yang diinvestasikan dalam pembelajaran individu, yang dibuktikan dengan pemrosesan penuh makna (meaningful processing), perhatian terhadap apa yang terjadi pada saat itu (present moment), serta keterlibatan dalam aktivitas belajar (Schreiner & Louis, 2011). Mahasiswa yang terlibat penuh dalam pembelajaran menyadari lingkungan sekitarnya, memberikan perhatian penuh pada perbedaan dan mampu untuk melihat dari perspektif yang berbeda. Keterlibatan dalam pembelajaran (engaged learning) terjadi ketika mahasiswa mampu memproses materi dengan penuh makna, serta menghubungkan apa yang telah dipelajari. Mahasiswa ini fokus dan memperhatikan secara detail apa yang didapatkan melalui kesempatan belajar yang baru, serta berpikir dan berdiskusi secara aktif dengan orang lain mengenai apa yang telah dipelajari (Schreiner, 2015; Schreiner & Louis, 2011).

Faktor kedua dalam komponen academic thriving adalah determinasi akademik (academic determination) yang dikarakteristikkan dengan adanya investasi usaha, kemampuan untuk memanajemen waktu serta tuntutan akademik dan personal dalam lingkungan kampus. Selain itu, mahasiswa dengan determinasi akademik yang baik akan memiliki motivasi untuk sukses, serta mengejar tujuan yang dimiliki secara sadar (Schreiner, 2010a). Mahasiswa yang mengalami thriving secara akademik juga akan belajar bagaimana cara untuk mengaplikasikan kekuatan yang dimiliki dalam tugas akademik yang dihadapi (Schreiner & Louis, 2011). Mahasiswa ini juga akan selalu termotivasi untuk melakukan yang terbaik, memiliki tujuan pendidikan yang penting untuk dirinya sendiri, serta strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Ketika mengalami kesulitan, seperti misalnya kelas yang membosankan, tugas yang sangat sulit, atau materi yang membingungkan, mahasiswa ini akan mencoba strategi baru, mencari bantuan, dan tetap mengerjakannya hingga selesai (Schreiner, 2015).

 

Intrapersonal Thriving

Thriving di universitas dinyatakan membutuhkan pengembangan sikap yang sehat terhadap proses pembelajaran. Intrapersonal thriving terdiri dari faktor yang disebut dengan perspektif positif (positive perspective). Mahasiswa yang mengalami thriving cenderung memiliki pandangan yang positif terhadap hidup, serta cara yang positif dalam melihat dunia dan masa depannya. Sebagai hasilnya para mahasiswa ini cenderung akan lebih puas dengan hidupnya dan lebih menikmati pengalamannya di universitas (Schreiner, 2013). Perspektif positif ini merupakan sebuah cara untuk melihat realita dan mengatasinya secara proaktif (Schreiner, 2015) Mahasiswa dengan perspektif yang positif memiliki pandangan yang lebih luas dan dalam jangka waktu yang lebih lama terhadap suatu peristiwa. Sebagai hasilnya, individu ini cenderung tidak bereaksi berlebihan dan dapat menangani stres dengan lebih baik; dapat meletakkan segala sesuatunya dalam perspektif yang beragam serta menyusun ulang peristiwa negatif untuk menemukan beberapa manfaat positif atau manfaat belajar (Schreiner, 2015; Schreiner & Louis, 2011).

 

Interpersonal Thriving

Terdapat dua aspek dalam pengukuran interpersonal thriving yang ditemukan oleh Schreiner (2015). Yang pertama social connectedness, termasuk di dalamnya adalah memiliki teman baik, berada dalam hubungan dengan orang lain yang mampu menjadi pendengar baginya, serta merasa terhubung dengan orang lain sehingga tidak merasakan kesepian. Mahasiswa yang memiliki keterhubungan sosial ini akan merasa dirinya adalah bagian dari komunitas kampus, serta menyadari dirinya dapat bekerja dengan pihak lain di kampus untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Faktor kedua adalah diverse citizenship, yang merefleksikan keinginan untuk membuat kontribusi dalam sebuah komunitas. Faktor ini juga didefinisikan sebagai kombinasi dari keterbukaan terhadap perbedaan dengan orang lain, ketertarikan untuk berhubungan dengan orang lain dari latar belakang yang berbeda, serta keyakinan adanya kemampuan dari dalam diri sendiri untuk menciptakan perubahan dalam suatu komunitas (Dweck, dalam Schreiner, 2014). Kombinasi kompleks dari variabel ini terlihat pada mahasiswa yang memberikan waktunya untuk membantu orang lain, terlibat dalam organisasi dengan anggota kelompok yang memiliki perbedaan latar belakang, serta merespon orang lain dengan keterbukaan dan penuh rasa ingin tahu.

Penutup

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengalami thriving ini akan mengalami kesuksesan secara akademik, merasa bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran, mampu mengelola tuntutan perkuliahan dengan baik, menjalin hubungan yang sehat, menghargai perbedaan yang dimiliki orang lain, serta memiliki keinginan untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat, memiliki pandangan positif terhadap masa depan. Program thriving ini juga diprediksi akan bermanfaat jika diterapkan pada perguruan tinggi di Indonesia. Pratama, Kartika, & Sayekti (2018) menyatakan bahwa kurikulum dan sistem pendidikan di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan seiring dengan terjadinya reformasi. Hal ini kemudian memicu adanya kebutuhan untuk menyiapkan para mahasiswa dalam menghadapi tantangan agar dapat beradaptasi dengan tantangan-tantangan yang ada.

 

 

Referensi:

Bentea, C. (2018). Positive psychology in school - A brief overview. International Multidisciplinary Scientific Conference on the Dialogue between Sciences & Arts, Religion & Education (pp. 262-268). Romania: Ideas Forum International Academic and Scientific Association.

Marks, L.I., & Wade, J.C. (2015). Positive psychology on campus: Creating the conditions for well-being and success. American College Personnal Association and Way Periodicals, Inc.

Petridis, H. (2015). Thriving in graduate school: The role of department climate, student-faculty interaction, family-friend support, and a psychological sense of community. Dissertation.

Pluskota, A. (2014). The application of positive psychology in the practice of education. SpringerPlus, 3(1), 147.

Pratama, R., Kartika, L., & Sayekti, A. (2018). Analisis faktor-faktor yang memengaruhi prestasi mahasiswa di perguruan tinggi. Perspektif Ilmu Pendidikan, 32(2), 153-163.

Schreiner, L. (2010a). The thriving quotient: New vision for student success. About Campus.

Schreiner, L. (2014). Different pathways to thriving among students of color: An untapped upportunity for success. About campus, 19(5), 10-19.

Schreiner, L. A. (2015). Positive psychology and higher education. In J. C. Wader, L. I. Marks, & R. D. Hetzel (Eds.), Positive psychology on the college campus (pp. 125). New York: Oxford University

Schreiner, L., & Louis, M. (2011). The engaged learning index: Implications for faculty development. Journal on Excellence in College Teaching, 22(1), 5-28.

Seligman, M., Randal, M., Gillham, J., Reivich, K., & Linkins, M. (2009). Positive education: Positive psychology and classroom interventions. Oxford Review of Education, 35(3), 293-311.

Williams, N., Horrell, L., Edmiston, D., & Brady, M. (2018). The impact of positive psychology on higher education. The William & Mary Educational Review, 5(1), 83-94.