ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 22 November 2024

 

Urgensi Penerapan Budaya Adaptif

 Oleh:

Nicholas Simarmata1 & Dian Jayantari Putri K. Hedo2

1Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

2Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

 

Pada tanggal 21 Oktober 2024, Rini Widyantini secara resmi dilantik sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), sementara Purwadi Arianto ditunjuk sebagai Wakil Menteri PANRB di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sebagai perempuan pertama yang menduduki jabatan tersebut, pelantikannya membawa harapan baru terkait dengan kinerja kementerian. Bersama wakilnya, Rini Widyantini telah menyiapkan berbagai rencana strategis untuk melanjutkan reformasi pelayanan publik dan birokrasi. Fokus mereka adalah pada program-program prioritas yang selaras dengan visi pemerintah, khususnya dalam menciptakan reformasi birokrasi yang efektif, transparan, dan akuntabel. Dengan dukungan dari seluruh komponen Kementerian PANRB serta kerja sama lintas sektor, mereka berharap mampu mengatasi tantangan dan mempercepat perbaikan birokrasi di Indonesia. Transformasi digital dalam pelayanan publik menjadi salah satu prioritas utama di bawah kepemimpinan baru ini, dengan komitmen membangun birokrasi yang lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan. Dengan kolaborasi yang kuat, diharapkan mampu mewujudkan pelayanan publik terbaik bagi masyarakat (Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2024).

Salah satu tantangan besar yang dihadapi Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah kurangnya kesiapan dalam menghadapi perubahan teknologi di era Industri 4.0. Banyak ASN dinilai belum cukup siap dalam menyambut digitalisasi, yang berimbas pada efektivitas pelayanan publik. Sebagai solusi, Kementerian PANRB telah mengadakan pelatihan agar ASN dapat lebih adaptif dan inovatif dalam merespons perubahan teknologi serta kebutuhan masyarakat. Adaptivitas ini merupakan bagian penting dari penerapan nilai-nilai ASN Ber-Akhlak, yang mencakup pelayanan yang berorientasi pada masyarakat, akuntabilitas, kompetensi, harmoni, loyalitas, adaptivitas, dan kolaborasi. Kementerian mendorong ASN untuk meninggalkan budaya kerja lama yang kurang produktif dan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan (Tempo, 2023).

Charles Darwin pernah menyatakan bahwa, "It is not the strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the one most responsive to change" yang bermakna “yang bertahan bukanlah yang paling kuat atau paling cerdas, melainkan yang paling mampu menyesuaikan diri dengan perubahan”. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam praktik, meskipun sangat penting untuk kemajuan organisasi. Oleh karena itu, organisasi perlu mengembangkan budaya adaptif untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh dan berkembang

Budaya adaptif penting bagi setiap organisasi yang ingin menjadi entitas dengan budaya positif. Adaptivitas berarti kemampuan organisasi untuk memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari organisasi lain (Budiharjo, 2014). Budaya ini juga mengharuskan pemimpin organisasi untuk memiliki kepedulian tinggi terhadap pelanggan, pemegang saham, dan karyawan. Pemimpin yang adaptif mampu menghargai orang lain, siap melakukan manajemen perubahan, dan mengarahkan organisasi ke perubahan yang signifikan. Budaya adaptif juga memastikan perhatian terhadap kepentingan seluruh pemangku kepentingan dan kemampuan mengambil keputusan berisiko jika diperlukan (Kotter and Heskett, 1992).

Agar bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, organisasi perlu menganut prinsip sistem terbuka, yang memperhitungkan berbagai faktor dari lingkungan internal dan eksternal (Budiharjo, 2014). Sistem ini membantu organisasi merespons berbagai masukan, saran, umpan balik, dan informasi dari lingkungannya (Robbins, 1990). Dalam konteks manajemen, lingkungan tersebut mencakup pelanggan, karyawan, pemilik, pemasok, pesaing, pemerintah, dan komunitas. Organisasi dengan sistem terbuka berusaha selalu menyesuaikan diri dengan tuntutan dan kebutuhan dari berbagai pemangku kepentingan agar dapat bertahan dan berkembang. Fleksibilitas sistem terbuka memungkinkan organisasi untuk beradaptasi tergantung pada industrinya, terutama dalam melayani pelanggan atau pengguna layanan (Budiharjo, 2014).

Sejalan dengan budaya adaptif, organisasi perlu memanfaatkan riset pasar dan manajemen pengetahuan untuk menemukan peluang baru, baik dalam produk, jasa, maupun layanan. Divisi penelitian dan pengembangan (litbang) berperan penting dalam menemukan inovasi yang dapat memberikan nilai tambah (Robbins, S.P. & Judge, 2022). Melakukan survei untuk memahami kebutuhan pelanggan juga menjadi langkah penting dalam memenuhi harapan pengguna layanan (Luthans, Luthans and Luthans, 2021). Di era teknologi modern, pemenuhan kebutuhan ini sering kali bergantung pada teknologi yang digunakan oleh organisasi. Kepuasan pelanggan bisa meningkat dengan penggunaan teknologi yang tepat, baik melalui layanan daring (online) maupun luring (offline). Organisasi dengan sistem terbuka selalu berupaya menyesuaikan diri dengan lingkungannya berdasarkan informasi yang diperoleh, memungkinkan mereka tumbuh dan mencapai sasaran secara efektif (Katz and Kahn, 1978).

Dalam organisasi yang menganut sistem terbuka, elemen-elemen internal selalu dipengaruhi oleh faktor eksternal. Oleh karena itu, budaya organisasi harus mampu beradaptasi dengan perubahan di lingkungan sekitarnya, sekaligus menekankan nilai-nilai seperti teknologi, integritas, dan inovasi. Ini memberikan modal dan kemampuan bagi organisasi untuk bekerja secara efektif, baik secara langsung maupun tidak langsung (Budiharjo, 2014). Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) merupakan organisasi besar yang memiliki ribuan sumber daya manusia yang bertugas melayani berbagai kepentingan seluruh penduduk Indonesia. Kemenpan RB adalah “kapal besar” yang perlu melakukan berbagai upaya preventif dan tangguh dalam mendeteksi tantangan jaman agar dapat mengatasi dan melakukan upaya solutif dalam menyikapi rutinitas masalah sehari-hari di masyarakat. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan membangun dan mendorong budaya adaptif dengan sistem terbuka di organisasi. 

Referensi:

Budiharjo, A. (2014) Corporate Culture in Action: Membangun Budaya Profesional untuk Memenangkan Persaingan Bisnis. Jakarta: Prasetiya Mulya Publishing.

Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2024) Estafet Penguatan Reformasi Birokrasi, Menteri Rini dan Wamen PANRB Purwadi Fokus pada Program Prioritas Presiden. Available at: https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/estafet-penguatan-reformasi-birokrasi-menteri-rini-dan-wamenpanrb-purwadi-fokus-pada-program-prioritas-presiden.

Katz, D. and Kahn, R. L. (1978) The social psychology of organizations. New York: Wiley.

Kotter, J. P. and Heskett, J. L. (1992) Corporate Culture and Performance. New York: Free Press.

Luthans, F., Luthans, B. C. and Luthans, K. . (2021) Organizational Behavior: An Evidence-Based Approach. Fourteenth. North Carolina: Information Age Publishing.

Robbins, S.P. & Judge, T. A. (2022) Organizational Behavior. Updated 18. New York: Pearson.

Robbins, S. (1990) Organization Theory: Structure, Designs & Applications. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Tempo (2023) ASN Dinilai Kurang Adaptif, Begini Jurus Menpan RB. Available at: https://bisnis.tempo.co/read/1800041/asn-dinilai-kurang-adaptif-begini-jurus-menpan-rb.