ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 21 November 2024

 

Penerapan Coping Strategy Pada Anak Yang Menjadi Korban Perundungan

 

Oleh:

Benedikta Angela Evani Virgil, Eleanora Btari Xaviera

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

 

Perundungan atau bullying telah menjadi masalah serius dalam masyarakat modern saat ini, terutama pada anak-anak. Perundungan merujuk pada situasi di mana kekuasaan atau kekuatan disalahgunakan oleh satu individu atau kelompok terhadap individu lain. Tindakan ini sering dilakukan secara berulang dengan tujuan untuk merendahkan, menyakiti, bahkan mengintimidasi korban. Berbagai bentuk perundungan dapat menyebabkan dampak negatif yang serius pada korban, seperti mengalami kekerasan fisik dan verbal. Tindakan tersebut dapat menyebabkan trauma berkepanjangan bagi korban. Selain trauma, korban bullying juga dapat mengalami konsekuensi lain, seperti terisolasi secara sosial, tidak memiliki teman dekat, memiliki hubungan yang buruk dengan orang tua, mengalami penurunan kesehatan mental, dan bahkan dapat menimbulkan stres, depresi, dan memicu percobaan bunuh diri (Lusiana & Arifin, 2022).

 

Data dari KPAI menunjukkan pada 2023 terdapat 480 kasus perundungan di Indonesia, dengan 264 kasus dialami laki-laki dan 216 perempuan. Laporan BPS mengungkapkan mayoritas korban perundungan adalah laki-laki kelas 5 SD dengan persentase 31,6%, sedangkan perempuan 21,64%, dan secara nasional 26,8%. Dampak negatif perundungan terhadap kondisi mental dan psikologis korban sangat serius. Menurut Ula, dkk (2024) aksi perundungan dapat mengakibatkan tingkat stres yang tinggi, rasa takut, rasa cemas berkepanjangan, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, hingga depresi dan kecemasan sosial. Hal ini juga dapat mempengaruhi konsentrasi belajar, motivasi, serta prestasi akademik siswa. Saat ini permasalah perundungan semakin mendapatkan perhatian, terutama karena dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan anak-anak. Menyadari hal ini, penting bagi semua pihak guru, orang tua, dan profesional kesehatan mental untuk mengambil langkah preventif dan intervensi dalam mendukung anak-anak yang menjadi korban perundungan. Pengembangan coping strategy yang tepat dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu mereka mengatasi dampak negatif dari perundungan dan memperbaiki kualitas hidup mereka.

 

Coping strategy, sebagaimana dijelaskan oleh Lazarus dan Folkman (1984), adalah teknik manajemen stres yang terbagi menjadi problem focused-coping dan emotion focused-coping. Problem focused-coping berfokus pada penyelesaian masalah langsung, seperti melatih anak korban perundungan untuk bersikap asertif dan melaporkan tindakan perundungan dengan bantuan konselor profesional. Sementara itu, emotion focused-coping, menurut Aldwin (2009), bertujuan mengatur respons emosional terhadap masalah, misalnya melalui teknik relaksasi, penulisan jurnal, dan berbagi cerita. Pendekatan ini juga melibatkan membangun jaringan dukungan sosial dan melakukan aktivitas pengalihan yang menyenangkan untuk membantu anak-anak mengatasi dampak emosional dari perundungan.

 

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Haryono & Akbar (2016), penelitian ini menekankan pentingnya pembelajaran coping strategy bagi anak-anak usia dini di panti asuhan dengan tujuan membantu anak-anak mengatasi stres, beradaptasi, dan bersosialisasi dengan baik, baik di dalam maupun di luar panti. Melalui coping strategy, anak-anak diharapkan mampu menghadapi permasalahan dengan efektif sejak dini. Penelitian ini membuktikan adanya keberhasilan coping strategy dalam mengubah perilaku tertutup anak menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan perilakunya, baik yang melanggar aturan maupun yang sesuai. Dalam jangka panjang, strategi ini bertujuan untuk membentuk anak-anak yang tangguh dan mampu mengatasi persoalan mereka sendiri. Penelitian dari Kesuma (2016) menyatakan bahwa anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Samarinda cenderung menggunakan coping strategy yang berfokus pada emosi (emotion focused-coping) untuk mengatasi stres yang mereka alami selama menjalani masa hukuman, karena dianggap efektif yang berfokus pada masalah. Selain itu, penelitian dari Page, Tourigny & Renaud (2010) menunjukkan para anak LAPAS dengan kasus bullying di lapas lebih banyak menggunakan emotion focused-coping ketika menghadapi stress yang membangkitkan emosi mereka.

 

Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan coping strategy yang tepat, terpadu dan berkelanjutan sangat penting untuk membantu mereka mengelola emosi, mengatasi dampak negatif dari stress, dan meningkatkan kesejahteraan psikologis anak korban bullying. Dengan kemampuan mengelola stres dan emosi yang baik, diharapkan anak dapat lebih cepat pulih dan kembali berfungsi normal meskipun pernah mengalami perundungan. Hal ini penting untuk mendukung perkembangan mental dan sosial anak secara optimal. Oleh karena itu, dukungan dan bimbingan dari orang tua, guru, serta tenaga profesional menjadi kunci untuk membantu anak mengembangkan berbagai coping strategy yang efektif.

 

Selain itu, pentingnya intervensi dini dalam membentuk kemampuan coping pada anak-anak tidak dapat diabaikan. Intervensi dini membantu anak-anak mengembangkan keterampilan adaptif untuk menghadapi stres, baik yang berasal dari lingkungan rumah, sekolah, maupun situasi yang lebih kompleks seperti di panti asuhan atau lembaga pemasyarakatan. Anak-anak yang belajar menggunakan coping strategy yang efektif sejak dini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan keterampilan sosial yang sehat dan mampu beradaptasi dengan lebih baik ketika menghadapi perubahan atau tantangan di masa depan. Pendekatan ini membantu anak-anak mengembangkan ketahanan emosional, memperkuat hubungan sosial mereka, dan meminimalkan risiko berkembangnya masalah perilaku yang mungkin muncul akibat ketidakmampuan mengelola stres. Oleh karena itu, pengembangan coping strategy yang terpadu dan berkelanjutan harus menjadi prioritas dalam mendukung kesejahteraan psikologis anak,

 

Referensi :

Aldwin, C. M. (2009). Stress, coping, and development: An integrative perspective. Guilford press.

Annur, C. M. (2023). BPS: Siswa Laki-laki Lebih Banyak Jadi Korban Bullying. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/06/bps-siswa-laki-laki lebih-banyak-jadi-korban-bullying

Haryono, S. E., & Akbar, M. R. (2016). Model Strategi Coping Anak USia Dini di PAnti Asuhan Kota Malang. Repository UNIKAMA.

Kesuma, D. D. (2016). Stress dan strategi coping pada anak pidana. Psikoborneo, 4(3). https://e-journals.unmul.ac.id/index.php/psikoneo/article/download/4099/2 632

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal and coping. Springer Publishing Company.Inc.

Lusiana, S. N. E. L., & Arifin, S. (2022). Dampak bullying terhadap kepribadian dan pendidikan seorang anak. Kariman: Jurnal Pendidikan Keislaman, 10(2), 337-350. https://doi.org/10.52185/kariman.v10i2.252

Page, C. A., Tourigny, M., & Renaud, P. (2010). A comparative analysis of youth sex offenders and non-offender peers: Is there a difference in their coping strategies?. Sexologies, 19, 78-86.

 

Ula, D. M., & Novariyanto, R. A. (2024). Dampak Bullying Terhadap Kesejahteraan Psikologis Siswa. Liberosis: Jurnal Psikologi Dan Bimbingan Konseling, 2(1), 81-90.