ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 14 Juli 2024

 

Peran Learning Culture melalui Work Engagement terhadap Learning Agility Karyawan Generasi Milenial

 

Oleh:

Benedikta Gaudensia Sura, Reny Yuniasanti, Nina Fitriana

 

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta 

Generasi milenial merupakan SDM utama yang memiliki peran penting memanfaatkan periode bonus demografi pada rentang waktu 2025-2030 (Madiistriyatno & Hadiwijaya, 2020). Karakteristik generasi milenial yang adaptif terhadap komunikasi, media, dan teknologi digital dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam menghadapi kondisi lingkungan kerja yang terus berubah dan tidak dapat diprediksi atau dikenal dengan VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity) (Johansen dalam Manders, 2014). Kemajuan teknologi merupakan salah satu contoh kondisi lingkungan VUCA. Teknologi terus berkembang dengan cepat, menciptakan volatilitas dalam pasar, ketidakpastian tentang tren masa depan, kompleksitas dalam integrasi sistem yang berbeda, dan ketidakjelasan tentang dampak teknologi baru terhadap bisnis dan masyarakat secara keseluruhan (Manders, 2014). Peningkatan learning agility (LA) pada karyawan secara khusus pada karyawan generasi milenial, mengingat learning agility merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan organisasi dalam lingkungan bisnis VUCA (Ferry, 2015).

Secara psikologi learning agility merupakan kemampuan individu  yang secara fleksibel menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas melalui pembelajaran mandiri, refleksi, dan umpan balik yang digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul dari perubahan lingkungan yang cepat dan tidak dapat diprediksi, serta menggunakan pengalaman pribadi untuk melaksanakan tugas Lee & Song, (2022). Menurut Harvey and De Meuse (2021), learning agility merupakan konteks yang penting bagi organisasi dalam menghadapi VUCA dan percepatan perubahan atau hyperchange akibat dari kemajuan teknologi (Harvey  & De Meuse,  2021). Namun demikian, secara umum karyawan memiliki permasalahan dengan learning agility. Hal ini dibuktikan dengan lebih dari 50% karyawan memiliki learning agility yang rendah (Brecheisen, Khoury, Nink & Semykoz, 2018). Penelitian terdahulu memperkirakan hanya 15% dari tenaga kerja global yang merupakan pembelajar yang sangat tangkas atau memiliki learning agility yang tinggi (Swisher, 2013). Artinya bahwa sebanyak 85 % tenaga kerja global memiliki learning agility yang rendah. Penelitian terdahulu menemukan bahwa learning agility karyawan generasi milenial berada pada kategori sedang berdasarkan lama bekerja, yakni semakin lama bekerja menyebabkan penurunan learning agility (Surya & Yuniasanti, 2023). Menurut hasil survei World Economic Forum tahun 2023 sebanyak 33% responden mengatakan bahwa keterampilan agility, resilience dan flexibility sebagai keterampilan yang paling diprioritaskan untuk dikembangkan di Indonesia dalam lima tahun kedepan yakni 2023-2027 (World Economic Forum, 2023). Artinya bahwa pengembangan learning agility di Indonesia perlu dilakukan sebab learning agility yang rendah akan berdampak buruk bagi penurunan kinerja perusahaan (Dries, Vantilborgh & Pepermans, 2012).

Penelitian Saputra, (2018); Saputra, Abdinagoro & Kuncoro (2018) dan Tripathi, Srivastava & Sankaran, (2020) menemukan bahwa learning culture mempengaruhi learning agility secara langsung. Namun penelitian Saputra, Kuncoro & Sasmoko, (2021)menemukan bahwa work engagement dapat memediasi pengaruh learning culture terhadap learning agility. Saputra, Kuncoro & Sasmoko, (2021) menjelaskan bahwa pengembangan learning culture dalam berorganisasi agar karyawan lebih engage dengan pekerjaannya. Karyawan yang engaged ditandai dengan karyawan yang memiliki pola pikir yang lebih positif, memuaskan, berhubungan dengan pekerjaan yang ditandai dengan dedikasi, daya serap dan semangat dalam melakukan pekerjaannya. Dengan meningkatnya work engagement karyawan akan menjadi pembelajar yang lebih gesit atau agile atau memiliki learning agility yang tinggi. Studi ini juga menambahkan bahwa individu dalam organisasi harus diarahkan untuk memiliki work engagement yang baik untuk menghasilkan individu yang memiliki learning agility dalam menghadapi perubahan (Saputra, Kuncoro & Sasmoko, 2021). Menurut Bakker & Leiter, (2010) work engagement merupakan suatu keadaan dimana seorang individu memiliki kesejahteraan terkait pekerjaan yang positif, memuaskan, dan bersifat afektif motivasi yang dapat dilihat sebagai kebalikan dari kelelahan kerja atau burnout. Korelasi tersebut dapat dijelaskan melalui teori psikologi affective event theory.

Teori affective event menjelaskan mengenai kondisi dimana lingkungan kerja mempengaruhi karyawan secara emosional. Situasi positif dan negatif di tempat kerja menciptakan respon emosional jangka panjang dan memiliki dampak psikologis yang signifikan yang dapat memengaruhi kinerja, kepuasan, pengembangan, dan komitmen kerja (Brief & Weiss, 2002). Teori affective event theory juga mengatakan bahwa banyak bagian dalam pekerjaan yang dapat mempengaruhi emosi karyawan seperti tekanan pekerjaan, tugas, budaya organisasi dan tindakan rekan kerja. Reaksi emosional karyawan dapat dipengaruhi oleh iklim emosional organisasi, yang dibentuk oleh sikap dan perilaku pemimpin dan rekan kerja (Robbins, Judge  & Breward , 2016). Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa peristiwa yang terjadi pada lingkungan kerja seperti beban kerja atau tekanan pekerjaan yang tidak sesuai dengan job-deskripsi dapat mempengaruhi emosional karyawan secara khusus karyawan generasi milenial. Pada kondisi seperti itu perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja dan budaya pembelajaran (learning culture) yang mendukung peningkatan work engagement yang bertujuan untuk meningkatkan ketangkasan belajar (learning agility) para karyawan generasi milenial. Sebab generasi milenial ketika menemukan pekerjaan yang sesuai dengan minat maka akan melibatkan diri secara penuh dalam memastikan keberhasilan pekerjaan tersebut (Faisal dalam Yuniasanti, Abas & Hamzah, 2019). Pendapat ini didukung dengan pendapat menurut Schaufeli, (2012) bahwa karyawan yang merasa engaged dengan pekerjaannya akan lebih mampu menghadapi tuntutan kerja selama proses perubahan dalam organisasi yang juga akan menentukan keberhasilan dari perubahan tersebut. Karyawan yang engaged dengan pekerjaannya akan lebih merasakan emosi yang positif dan menunjukkan inisiatif dan kemauan yang kuat untuk belajar lebih baik apalagi pada kondisi pekerjaan yang menantang.   

Referensi

Bakker, A. B., & Leiter, M. P. (2010). The power of positive psychology: Psychological capital and work engagement. In A. B. Bakker & M. P. Leiter (Eds.), Work Engagement: A Handbook of Essential Theory and Research (pp. 54–68).

Brecheisen, J., Khoury, G., Nink, M., & Semykoz, M. (2018). The Real Future of Work: The Agility Issue. In Gallup (Issue 02).

Brief, A. P., & Weiss, H. M. (2002). Organizational behavior: Affect in the workplace. Annual Review of Psychology, 53(December), 279–307. https://doi.org/10.1146/annurev.psych.53.100901.135156

Dries, N., Vantilborgh, T., & Pepermans, R. (2012). The role of learning agility and career variety in the identification and development of high potential employees. Personnel Review, 41(3), 340–358. https://doi.org/10.1108/00483481211212977

Ferry, K. (2015). viaEDGETM Technical Manual ©. In Korn Ferry 2013–2015.

Harvey, V. S., & De Meuse, K. P. (2021). The Age of Agility: Building Learning Agile Leaders and Organizations. In Oxford University Press. Oxford University Press. https://doi.org/https://doi.org/10.1093/oso/9780190085353.001.0001

Lee, J., & Song, J. H. (2022). Developing a measurement of employee learning agility. European Journal of Training and Development, 46(5–6), 450–467. https://doi.org/10.1108/EJTD-01-2021-0018

Madiistriyatno, H., & Hadiwijaya, D. (2020). Generasi Milenial Tantangan Membangun Komitmen Kerja/Bisnis dan Adversity Quotient (Aq) Edisi Revisi. Widina Bhakti Persada Bandung.

Manders, K. (2014). Leaders Make the Future: Ten New Leadership Skills for an Uncertain World [review] / Johansen, Bob. In Journal of Applied Christian Leadership (Vol. 8, Issue 1).

Robbins, S. P., Judge, T. A., & Breward, K. E. (2016). Essentials of Organizational Behavior Canadian Edition (canadian e). Pearson Canada.

Saputra, N. (2018). Does Learning Culture Impact Directly or Indirectly on Work Engagement in the Indonesia Oil Palm Industry? International Journal of Engineering & Technology, 7(3.30), 561. https://doi.org/10.14419/ijet.v7i3.30.18431

Saputra, N., Abdinagoro, S. B., & Kuncoro, E. A. (2018). The mediating role of learning agility on the relationship between work engagement and learning culture. Pertanika Journal of Social Sciences and Humanities, 26(T), 117–130.

Saputra, N., Kuncoro, E., & Sasmoko. (2021). Pengaruh Learning Culture Terhadap Learning Agility: Apakah Apakah Berdampak Langsung Ataukah Tidak? Jurnal Mebis: Manajemen Dan Bisnis, 6(1), 53–61. https://doi.org/10.33005/mebis.v6i1.112

Schaufeli, W. B. (2012). Work engagement: what do we know and where do we go? Romanian Journal of Applied Psychology, 14(1), 3.10. https://doi.org/10.1177/0011000002301006

Surya, C. A. A., & Yuniasanti, R. (2023). Analisis Learning Agility Karyawan Milenial Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Psikologi Malahayati, 5(1), 22–33. https://doi.org/10.33024/jpm.v5i1.7545

Swisher, V. (2013). Learning agility: The “X” factor in identifying and developing future leaders. Industrial and Commercial Training, 45(3), 139–142. https://doi.org/10.1108/00197851311320540

Tripathi, A., Srivastava, R., & Sankaran, R. (2020). Role of learning agility and learning culture on turnover intention : an empirical study. 52(2), 105–120. https://doi.org/10.1108/ICT-11-2019-0099

World Economic Forum. (2023). Future of Jobs Report. In World Economic Forum (Vol. 59, Issue May).

Yuniasanti, R., Abas, N. A. H., & Hamzah, H. (2019). Experienced Workplace Incivility: Developing Emotional Exhaustion as a Mediator and Its Consequences Among Millennial Employees. Rabit : Jurnal Teknologi Dan Sistem Informasi Univrab, 1(1), 2019.