ISSN 2477-1686 

 Vol. 10 No. 14 Juli 2024

 

Magnifying the Hidden Side:

Ketika Pengajar adalah Pelaku Perundungan

Oleh:

Caroline Mathilda V. Bolang, Berliana Hutamasari, Thalia Kelila

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Dalam beberapa dekade terakhir, banyak penelitian telah mengulas isu perundungan antar siswa, namun perhatian terhadap perundungan oleh pengajar kepada pelajar masih minim. Fenomena ini dikenal sebagai "Teacher Bullying" yang terjadi mulai dari tingkat TK hingga perguruan tinggi (Datta et al., 2017; Monsvold et al., 2011; Twemlow et al., 2006; Whitted & Dupper, 2008; Burriss & Snead, 2018). Pengajar seharusnya melindungi dan berorientasi pada kebaikan pelajar, sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang melarang kekerasan fisik, psikis, dan kejahatan seksual di lingkungan pendidikan. Selain karena diatur oleh hukum, peran pengajar juga adalah menjadi teladan, sebab emosi dan perlakuan pengajar terhadap pelajar sangat mempengaruhi aspek akademik, emosional, dan sosial pelajar (Dai, 2024; Jaberi et al., 2024).

Perundungan atau bullying, yang merupakan tindakan agresif untuk menyakiti atau merugikan orang lain, dapat berupa verbal, fisik, relasi sosial, hingga cyberbullying (Kallman et al., 2021). Perilaku tersebut dikategorikan sebagai bullying jika memenuhi tiga karakteristik: tindakan agresif, dilakukan berulang kali, dan terjadi antar posisi kekuasaan yang tidak seimbang (Gusfre et al., 2023). Dikarenakan adanya peran relasi kuasa dalam bullying, pengajar memang rentan dan memiliki peluang melakukan bullying terhadap pelajar. Teacher bullying biasanya berupa hukuman, manipulasi, ancaman, atau perilaku merendahkan yang melampaui batas prosedur kedisiplinan dalam mendidik (Gusfre et al., 2023). Alasan guru melakukan perundungan bervariasi, seperti kurang dukungan dari atasan, kurangnya keterampilan dalam manajemen kelas dan mendisiplinkan pelajar, rasa takut pada siswa, jumlah siswa yang banyak, burnout, iri pada pelajar, perasaan tidak mampu, trauma masa lalu sebagai korban bullying, dan relasi buruk dengan siswa atau dengan orangtua siswa (Twemlow & Fonagy, 2006; Gusfre et al., 2023). Penelitian Draz et al. (2022) menemukan bahwa tindakan-tindakan tersebut umumnya tergolong ke dalam emotional abuse dan jauh lebih berbahaya daripada verbal abuse karena merusak stabilitas emosi pelajar dalam jangka panjang. Hal tersebut disebabkan karena pesan non-verbal memiliki peran yang sangat krusial dan lebih berdampak, baik positif maupun negatif, dalam proses komunikasi (DeVito, 2015).

Untuk mengatasi teacher bullying, dibutuhkan kerjasama antara pengajar, orangtua, institusi, dan siswa. Pemahaman semua pihak mengenai definisi teacher bullying, cara mengenalinya, dan tindakan yang harus diambil jika ada indikasi bullying sangat penting sebagai langkah awal penanggulangan isu perundungan (UNICEF, 2022). Setelah itu, institusi pendidikan harus memastikan kesejahteraan pengajar, memberikan pelatihan dan pengembangan rutin tentang manajemen kelas dan non-violent communication. Selain itu, peraturan dan prosedur penanganan bullying harus jelas dan konsisten diterapkan (The Center for Non-violent Communication, 2007; Hellwig, 2024).

Bagi para pengajar, sebagai strategi pencegahan terjadinya teacher bullying di dalam kelas-kelas yang diampu, maka penting sekali untuk membekali diri dengan cara merespon situasi penuh tekanan, menjaga kesehatan fisik dan mental, mengembangkan keterampilan berkomunikasi, dan melaporkan kendala mengajar kepada pemangku kepentingan di sekolah sesegera mungkin (De Luca et al., 2019). Selain itu, pengajar perlu senantiasa melakukan upaya-upaya untuk mengenal kekuatan, kelemahan, dan trauma-trauma yang ada pada diri, melalui refleksi dan evaluasi diri secara konsisten. Hal ini sangat penting sebab bagaimana individu berkomunikasi sangat bergantung pada apa yang terjadi di dalam diri (self). DeVito (2015) menekankan pentingnya self-concept yaitu bagaimana individu melihat dirinya, self-awareness yaitu pengetahuan (baik dan buruk) individu mengenai dirinya, serta self-esteem yaitu bagaimana individu menghargai dirinya. Dengan mengenal diri secara lebih baik, pengajar memahami hal-hal apa saja yang dapat berpotensi memicu emosi negatif dan bagaimana biasanya ia merespon emosi tersebut. Dengan memahami diri lebih baik, pengajar dapat mengantisipasi terjadinya teacher bullying dengan berlatih cara-cara merespon dan berkomunikasi yang lebih positif.

Bagi orangtua, ketika menemukan indikasi teacher bullying maka harus melakukan investigasi, meningkatkan komunikasi dengan anak, membangun relasi baik dengan anak, berbicara dengan pengajar secara sopan, mencatat history perilaku bullying, mencari informasi tambahan dari pihak lain, dan menjadi contoh komunikator yang baik (Kam, 2024). Bagi pelajar jenjang SMP hingga perguruan tinggi, sangat penting melatih dan meningkatkan self-awareness, self-knowledge, lebih menghargai diri dan mengenali nilai positif dalam diri, serta berlatih komunikasi asertif ketika ada yang mencoba menyakiti. Jika bullying masih terjadi, mereka pelajar harus ebrani berbicara kepada pihak yang tepat di institusi pendidikan (Red Card, 2023).

Referensi:

Al Jaberi, A.T., Alzouebi, K., Abu Khurma, O. (2024). An Investigation into the Impact of Teachers’ Emotional Intelligence on Students’ Satisfaction of Their Academic Achievement. Social Sciences, 13(5):244. https://doi.org/10.3390/socsci13050244

Bullying: What is it and how to stop it. (2022). UNICEF Parenting. https://www.unicef.org/parenting/child-care/bullying

Burriss, Kathleen & Snead, Donald. (2018). Teacher Bullying: A Reality or a Myth?.

Children and Teenagers. 1. 34. 10.22158/ct.v1n1p34.

Dai, Pinyu. (2024). The Influence of Teacher-Student Relationship on Students' Learning. Lecture Notes in Education Psychology and Public Media. 40. 240-246. 10.54254/2753-7048/40/20240764.

Datta, P., Cornell, D., & Huang, F. (2017). The toxicity of bullying by teachers and other school staff. School Psychology Review, 46(4), 335–348. Academic Search Premier. https://doi.org/10.17105/SPR-2017-0001.V46-4

De Luca L, Nocentini A and Menesini E. (2019). The Teacher’s Role in Preventing Bullying. Front. Psychol. 10:1830. doi: 10.3389/fpsyg.2019.01830

DeVito, J. A. (2015). Human communication (13th ed.). Boston, MA: Pearson.

Draz, U., Khan, N. M., & Mehmood, H. (2022). Perspectives of students regarding abusive supervision in their division at secondary education. Glocal Educational Study Review, 7(3), 11-23. doi: 10.31703/gesr.2022(VII-III).02

Gusfre, K. S., Støen, J., & Fandrem, H. (2023). Bullying by Teachers Towards Students— a Scoping Review. International Journal of Bullying Prevention, 5(4), 331-347. https://doi.org/10.1007/s42380-022-00131-z

Hellwig, E. (2024). Reducing Bullying in Schools: 10 Effective Tips. Crisis Prevention Institute. Diakses dari https://www.crisisprevention.com/blog/education/reducing- bullying-in-schools-10-effective-tips/

Kallman, J., Han, J., & Vanderbilt, D. L. (2021). What is bullying?. Clinics in Integrated Care, 5, 100046. https://doi.org/10.1016/j.intcar.2021.100046

Lönnfjord, V., & Hagquist, C. (2022). Students’ Perception of Efforts by School Staff to Counteract Bullying and Its Association with Students’ Psychosomatic Problems: an Ecological Approach. Trends in Psychology, 32(1), 205–230. https://doi.org/10.1007/s43076-022-00176-5

Modin, B., Låftman, S. B., & Östberg, V. (2014). Bullying in Context: An analysis of psychosomatic complaints among adolescents in Stockholm. Journal of School Violence, 14(4), 382–404. https://doi.org/10.1080/15388220.2014.928640

Monsvold, T., Bendixen, M., Hagen, R., & Helvik, A.-S. (2011). Exposure to teacher bullying in schools: A study of patients with personality disorders. Nordic Journal of Psychiatry, 65(5), 323–329. https://doi.org/10.3109/08039488.2010.546881

Red Card. (2023). Prevent Bullying. Red Card. Diakses dari https://redcardkc.com/prevent-bullying/

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pemerintah Pusat. Jakarta

Sobba, K. N. (2018). Correlates and buffers of school avoidance: a review of school avoidance literature and applying social capital as a potential safeguard. International Journal of Adolescence and Youth, 24(3), 380–394. https://doi.org/10.1080/02673843.2018.1524772

The Center for NonViolent Communication. (2007). An Introduction to Nonviolent Communication   (NVC) [Slide  show]. Basilea.org. https://www.schooltransformation.com/wp- content/uploads/2012/06/Kendrick_NVC_Materials.pdf

Twemlow, S. W., Fonagy, P., Sacco, F. C., & Brethour, J. R., Jr. (2006). Teachers who bully students: A hidden trauma. International Journal of Social Psychiatry, 52(3), 187–198. https://doi.org/10.1177/0020764006067234

Whitted, K. S., & Dupper, D. R. (2008). Do teachers bully students?: Findings from a survey of students in an alternative education setting. Education & Urban Society, 40(3), 329–341. https://doi.org/10.1177/00131245073044