ISSN 2477-1686 

 Vol. 10 No. 14 Juli 2024 

 

Helicopter Parenting: Cara Mendidik Yang Dapat Memicu Stres pada Anak

 Oleh:

Quratul Aina

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

 

Apakah kita menyadari bahwa setiap anak memiliki perilaku yang berbeda – beda ? Ada anak yang memiliki sifat percaya diri, mudah bergaul, berperilaku baik, namun ada juga anak yang memiliki sifat penakut bahkan cenderung berperilaku nakal. Perbedaan pola asuh yang diberikan oleh caregivers inilah yang dapat menyebabkan perbedaan perilaku dan sifat anak – anak tersebut. Setiap orang tua pastinya memberikan pola asuh yang terbaik untuk anak – anaknya karena hal ini akan mempengaruhi karakter anak di kemudian hari. Namun, hal yang perlu diingat bahwa latar belakang orang tua, bagaimana cara mereka dibesarkan serta faktor pendidikan dapat menjadi penyebab berbedanya pola asuh orang tua kepada anaknya.

Dikutip dari laman Daily Mail, pakar parenting Dr. Justin Coulson menyebutkan bahwa setiap pola asuh memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, ada juga beberapa pola asuh yang memiliki lebih banyak risiko dampak buruk bagi karakter anak di kemudian hari. Salah satunya adalah dengan menerapkan helicopter parenting terhadap anak. Biasanya, pola asuh helicopter parenting ini terjadi pada anak yang mulai beranjak dewasa atau emerging adulthood dimana orang tua menjadi terlalu terlibat dan terlalu protektif terhadap anaknya. Dalam bahasa parenting modern, istilah helicopter parenting dikenal juga dengan sebutan overparenting.

Konstam (2013) menjelaskan bahwa orang tua dengan pola asuh helicopter parenting selalu ingin terlibat untuk memperbaiki masalah yang dialami oleh anak – anaknya tanpa mau membiarkan anak – anak mereka untuk dapat memecahkan masalahnya secara mandiri. Mereka merasa memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kebutuhan dan ketergantungan anaknya walaupun anaknya sudah beranjak dewasa. Kehangatan dan memberikan rasa aman adalah prioritas orang tua yang menerapkan helicopter parenting (Padilla & Nelson, 2012).

Pada kehidupan sehari – hari, mulai dari memilih pakaian, makanan bahkan aksesoris sekalipun orang tua mengambil peran untuk dapat mengatur anaknya. Dengan seperti itu, tentunya anak tidak memiliki pendirian, rasa tanggung jawab dan mandiri terhadap dirinya sendiri. Tidak dapat dipungkiri penggunaan helicopter parenting ini mempengaruhi kondisi psikologis anak karena menerima tekanan – tekanan yang diberikan oleh orang tuanya.

Dampak Negatif Helicopter Parenting

Menurunnya rasa percaya diri dan harga diri

Masalah utama dari gaya asuh helicopter parenting adalah hal ini dapat menjadi sebuah bumerang. Keterlibatan yang berlebihan dari orang tua kepada anak membuat anak merasa tidak dipercaya untuk melakukan sesuatu secara mandiri dan membuat kurangnya rasa percaya diri pada anak (Bayless, 2024).

Tidak berkembangnya kemampuan mengatasi masalah

Jika orang tua terlalu terlibat seperti halnya makna dari helicopter parenting, membereskan masalah yang dibuat oleh anak, bagaimana anak menghadapi rasa kecewa, gagal dan kehilangan? Jika tidak bisa menghadapinya anak jadi sulit beradaptasi.  Misalnya saja, sebuah penelitian di Psikologi Perkembangan pada tahun 2018 menemukan bahwa orang tua yang terlalu mengontrol dapat mengganggu kemampuan anak mereka dalam mengatur emosi dan perilaku (Kouros, et al.,2016).

Meningkatnya rasa cemas pada anak

Penelitian yang dipublikasikan pada Journal of Child and Family Studies 2014 menemukan bahwa pola asuh yang berlebihan dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan depresi anak yang lebih tinggi. (Schiffrin, et al., 2013).

Menimbulkan rasa berhak

Anak-anak yang kehidupan sosial dan seluruh aspek kehidupannya diatur oleh orang tuaya akan terbiasa untuk selalu menuruti kemauannya sendiri sehingga menimbulkan rasa berhak pada hal apapun (Bayless, 2024).

Keterampilan hidup yang tidak berkembang

Orang tua yag selalu mengikatkan tali sepatu, membersihkan piring anak, selalu membekali, mencuci baju dan mengawasi perkembangan sekolahnya bahkan saat anak sudah dewasa membuat anak tidak memiliki kemampuan untuk berkembang. Sebaliknya, orang tua harus membantu anak-anak mereka belajar bagaimana bertahan hidup dan berkembang tanpa mereka (Bayless, 2024)

Referensi:

Bayless, K. (2024, April). Parents.com. Retrieved from What Is Helicopter Parenting, Does It Impact Kids?: https://www.parents.com/parenting/better-parenting/what-is-helicopter-parenting/

Konstam, V. (2013). Parenting your emerging Adult Launching Kids from 18 to 29. New Jersey: New Horizon Press.

Kouros, C. D., Pruitt, M. M., Ekas, N. V., Kiriaki, R., & Sunderland, M. (2016). Helicopter Parenting, Autonomy Support, and College Students' Mental Health and Well-being: The Moderating Role of Sex and Ethnicity. Journal of Child and Family Studies, Vol 26, 939-934.

Padilla, W. L., & Nelson, L. J. (2012). Black Hawwk Down?: Establishing Helicopter Parenting as a Distinct Contruct from Other Forms of Parental Control During Emerging Adulthood. Journal of adolescence, 35(5), 1178-1192.

Schiffrin, H. H., Liss, M., McLean, H. M., Geary, K. A., Erchull, M. J., & Tashner, T. (2013). Helping or Hovering? The Effects of Helicopter Parenting on College Students' Well-Being. Journal of Child and Families Studies, Vol 23, 548-557.