ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 07 April 2024
Peran Teman Sebaya dalam Menangani Culture Shock
Oleh:
Putu Ayu Khausiki Parwati Putri, Nicholas Simarmata
Program Studi Psikologi, Universitas Udayana
Ketika seseorang memasuki lingkungan baru, terlepas dari alasan apa pun, mereka akan dihadapkan pada budaya yang tentu berbeda dari yang biasa mereka alami. Fenomena ini dikenal sebagai culture shock. Hal ini seringkali menimbulkan perasaan cemas sehingga terjadi kesulitan dalam beradaptasi karena mereka menghadapi bahasa, norma, budaya, serta cara hidup yang berbeda secara signifikan (Handaja et al. 2023). Culture shock merupakan fenomena psikologis yang terjadi ketika seseorang berpindah ke lingkungan baru yang memiliki budaya berbeda secara signifikan. Perbedaan dalam norma sosial, nilai budaya, bahasa, dan cara hidup dapat menyebabkan individu merasa kebingungan, cemas, dan tidak nyaman. Hal ini menghambat proses adaptasi individu ke dalam lingkungan baru. Perbedaan bahasa dan gaya komunikasi, norma sosial dan nilai budaya, serta persepsi dapat menimbulkan kesalahpahaman dan konflik antar individu yang mempersulit proses adaptasi (Handaja, et al. 2023).
Membantu individu mengatasi culture shock dan memfasilitasi proses adaptasi mereka dalam lingkungan baru menjadi hal yang penting. Yacinta Kurniasih yang bekerja pada Akademis Kajian Indonesia di Monash University, Australia mengatakan bahwa pelayanan untuk mahasiswa internasional sekarang telah dilengkapi dengan bantuan dari aspek psikologi meskipun masih bisa dioptimalkan. "Fasilitas dari universitas sudah lebih baik, namun mereka masih harus memperhatikan perbedaan bahasa dan budaya bagi pelajar internasional. Hanya sebagian mahasiswa internasional yang memanfaatkan fasilitas yang sebenarnya sudah termasuk biaya kuliah. Mahasiswa kurang mendapatkan informasi kalau sakit harus kemana. Padahal dari masalah bahasa hingga akomodasi sebenarnya bisa dibantu. Mahasiswa Indonesia pasti ada yang menghadapi kondisi mental tersebut selama studi (ABC Australia, 2018). Kasus lainnya misalnya seorang mahasiswi yang bernama Elshaday Pigai. Dia studi di University of Arizona, Amerika. Dia mengaku cukup berat untuk beradaptasi. Culture shock pertama ia adalah perihal makanan. Ia mengaku sulit menerima makanan yang jauh cita rasanya dengan Indonesia. Dia juga mesti beradaptasi dengan cuaca. Sebab matahari disana muncul hampir sepanjang tahun dan mencapai suhu terpanas di 43°C (Putra, 2023).
Mahasiswa baru biasanya menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kuliah karena rindu rumah, melakukan interaksi sosial di lingkungan baru, dan kendala dalam mengatur waktu (Ababu et al. 2018). Individu dengan kerinduan jangka panjang berpotensi mengalami kesepian, isolasi sosial, depresi, masalah ingatan, bahkan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Sehingga, menurunkan motivasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar (Thurber & Walton, 2012). Adaptasi terhadap perbedaan budaya yang signifikan bukanlah hal yang mudah. Dalam konteks adaptasi kultural, ada pandangan tentang tahapan yang dialami individu ketika menghadapi culture shock. Dikatakan bahwa individu yang terpapar dengan budaya baru akan melewati empat tahap. Tahap pertama yaitu keterkejutan. Ini adalah reaksi awal individu terhadap perbedaan budaya yang mengejutkan bagi mereka. Kemudian, individu akan memasuki tahap penolakan dimana mereka cenderung menolak atau menghindari budaya baru tersebut. Tahap selanjutnya yaitu koreksi dimana individu mulai berusaha memahami dan menerima perbedaan budaya tersebut. Proses koreksi ini penting untuk membantu individu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara lebih efektif. Terakhir adalah tahap akomodasi yang menandai keberhasilan individu dalam beradaptasi dengan budaya baru dan merasa nyaman dengan lingkungan tersebut (Simmel, 1911).
Culture shock muncul dari beberapa penyebab (Devinta, 2016). Yang pertama adalah kehilangan cues atau tanda yang dikenalnya yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seperti gestures atau contoh kebiasaan saat bagaimana sebaiknya bertindak dalam situasi tertentu. Yang kedua adalah putusnya komunikasi antar pribadi seperti halangan dalam berbahasa. Yang ketiga adalah krisis identitas dengan pergi keluar daerah akan kembali mengevaluasi gambaran diri. Terdapat beberapa peran dari teman sebaya dimana salah satunya adalah mengajarkan kebudayaan masyarakat. Melalui kelompok teman sebaya maka individu akan belajar standar moralitas seperti tanggung jawab, etiket, dan kejujuran. Sehingga individu akan membentuk kebiasaan dan perilaku seperti yang diperoleh dari teman sebayanya (Liana, 2023). Mengingat pentingnya kesehatan psikologis akibat dari gangguan saat mengalami culture shock maka peran teman sebaya menjadi penting dalam membantu seseorang menyesuaikan diri dan mengatasi culture shock. Teman sebaya yang sudah terbiasa dengan budaya akan memandu individu melewati tahapan adaptasi kultural. Teman sebaya dapat menjadi sumber informasi mengenai budaya, norma sosial, dan cara hidup di lingkungan tersebut. Mereka dapat memberikan panduan tentang kebiasaan lokal, membantu individu memahami aturan yang berlaku, dan menjelaskan nilai-nilai budaya yang dirasa membingungkan (Ramadani, 2023). Dengan adanya permasalahan seperti interaksi sosial dengan orang baru, teman sebaya juga berperan sebagai pendukung emosional dan sosial, sehingga individu merasa diterima di lingkungan baru (Susanti, 2012). Dengan adanya interaksi yang positif dan hubungan yang terbuka dengan teman sebaya, individu yang mengalami culture shock akan merasa lebih terhubung dengan lingkungan sekitar, memiliki kepercayaan, serta merasa lebih termotivasi untuk beradaptasi. Individu juga memiliki kesempatan untuk memperluas koneksi sosial, meningkatkan rasa keterlibatan, dan mempercepat proses integrasi dalam lingkungan baru. Dukungan sosial yang diterima dari teman sebaya memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri mahasiswa rantau, semakin tinggi dukungan sosial dari teman sebaya yang diperoleh maka semakin tinggi juha penyesuaian diri yang bisa dilakukan oleh mahasiswa (Pangaribuan, 2020).
Dengan demikian, peran teman sebaya dalam menangani culture shock tidak dapat dianggap remeh. Dukungan, bimbingan, dan hubungan yang dibangun dengan teman sebaya menjadi kunci dalam mengatasi tantangan adaptasi kultural. Oleh karena itu, penting bagi individu yang mengalami culture shock untuk membuka diri terhadap bantuan dan dukungan yang ditawarkan oleh teman sebaya, serta memanfaatkan kesempatan untuk belajar dan tumbuh bersama dalam lingkungan baru.
Referensi:
ABC Australia. (2018). Jangan Remehkan Kesehatan Mental Pelajar Indonesia di Australia. Temp.co: Jangan Remehkan Kesehatan Mental Pelajar Indonesia di Australia - ABC Tempo.co. Diakses 21 Maret 2024
Ababu, B. G., Yigzaw, A. B., Besene, Y. D., & Alemu, W. G. (2018). Prevalence of adjustment problem and its predictors among first-year undergraduate students in Ethiopian University: a cross-sectional institution-based study. Psychiatry journal, 2018.
Devinta, M. (2016). Fenomena culture shock (gegar budaya) pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta. E-Societas, 5(3).
Handaja, E. K., Irngamsyah, I., & Fadhillah, R. (2023). Fenomena Culture Shock Mahasiswa Baru Rantau Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya dalam Proses Adaptasi di Surabaya. In Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS) (Vol. 2, pp. 1449-1457).
Liana, R. (2023). Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Kepercayaan Diri dalam Akademik Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam UIN Suska Riau Angkatan 2020 (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Pangaribuan, J. C. (2020). Hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada mahasiswa Thailand di Universitas Islam Riau (Doctoral dissertation, Universitas Islam Riau).
Putra, I.P. (2023). Culture Shock, Mahasiswa Indonesia di University of Arizona Sulit Makan. medcom.id: Culture Shock, Mahasiswa Indonesia di University of Arizona Sulit Makan. Diakses 21 Maret 2024
Ramadani, N.A. (2023). Peran Teman Sebaya Terhadap Pembentukan Karier (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI MAN 3 Medan) (Doctoral dissertation, State Islamic University of North Sumatra).
Simmel, G.M. (1911). The Process of Cultural Adaptation: A Sociological Perspective. American Journal of Sociology, 17(3), 321-335.
Susanti, Y. (2012). Dukungan Teman Sebaya Sebagai Mediator Hubungan antara Culture Shock dengan Prestasi Belajar (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Thurber, C.A., & Walton, E.A. (2012). Homesickness and adjustment in university students. Journal of American college health, 60(5), 415-419.