ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 08 April 2024

 

To The Infinity and Beyond:

Menjelajahi Pendekatan Transpersonal dalam Self-Exploration

Oleh:

Fauzan Abdullah Azzam

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

Mahasiswa biasanya tengah berada dalam tahap perjalanan pencarian jati diri. Pertanyaan-pertanyaan seperti “siapakah diriku sebenarnya?” atau “apa sebenarnya tujuan hidupku?” menjadi sering ditanyakan di usia ini. Erikson menjelaskan fenomena ini sebagai konflik identity dan role confusion (Martorell & Papalia, 2020). Pada usia remaja akhir, individu berusaha mengeksplorasi diri mereka, menyesuaikan nilai, peran, dan keyakinan guna menemukan jati diri (Côté & Levine, 2016; Eichas et al., 2015). Proses dalam menemukan diri inilah yang dikenal sebagai self-exploration. Self-exploration didasari oleh pendekatan humanistik. Pendekatan ini meyakini bahwa setiap manusia perlu untuk mengeksplorasi dirinya guna mengenali diri, memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki, serta mampu menghadapi rintangan dalam hidup (Côté, 2018; Feist & Feist, 2018). Marcia dalam Arnold (2017) mendefinisikan self-exploration sebagai usaha untuk mencari peran baru, mencoba ide-ide berbeda, serta membuka diri terhadap kemungkinan prinsip, nilai, tujuan, dan kemampuan yang belum dirasakan. Oleh karena itu, self-exploration tidak hanya terbatas pada bagaimana individu dapat mengenali identitas dan kepribadian di dalam diri, namun juga mengenai pencarian hal-hal yang melampaui dirinya, dalam hal ini adalah aspek transendental dari kepribadian.

Aspek transendental dalam sudut pandang psikologi dijelaskan oleh Abraham Maslow melalui psikologi transpersonal. Konsep psikologi transpersonal berada di atas aktualisasi diri dengan kebutuhan transendental sebagai pembahasan utamanya. Menurut Fromm, kebutuhan transendental adalah keinginan untuk melampaui kondisi fisik dan berusaha untuk mencari makna dan tujuan dari hidup secara spiritual (Feist & Feist, 2018). Ketika individu telah berhasil mengaktualisasi dirinya secara transendental, individu akan mengalami serangkaian peristiwa monumental—dikaitkan dengan saat-saat terindah dalam hidup, pengalaman kegembiraan dan kebahagiaan terbesar—yang disebut peak experience (Yaden et al., 2017). Proses individu dalam memenuhi kebutuhan transendental ini dilakukan dengan perkembangan spiritual atau self-transcendence. Ketika membahas mengenai pendekatan transpersonal, Maslow banyak mengadaptasi pandangan dari berbagai agama, terutama kepercayaan spiritual timur. Pemaknaan budaya Hindu dalam memaknai self-transcendence adalah dengan melakukan Dharma, yakni panduan moral yang mengatur agama, hukum, dan keadilan guna mengarahkan individu dalam mencapai kebebasan spiritual (Nazir et al., 2020). Selain itu, terdapat ajaran Sufi yang menekankan perjalanan jiwa kepada Sang Pencipta melalui berbagai tahapan perkembangan spiritual mulai dari tahap paling dasar—disebut syari’a—hingga mencapai puncaknya—yakni Ma’rifat (Fadiman & Frager, 2017). Berangkat dari Maslow, Fromm, hingga perspektif Hindu dan Islam, kita dapat menyepakati adanya konsep universal dalam perjalanan transendental, yakni dorongan individu untuk melakukan aktualisasi diri, mencapai peak experience, dan merasakan perasaan positif (Brick Johnstone et al., 2017; Bulut, 2021).

Pendekatan transpersonal dapat memberikan berbagai dampak positif bagi mahasiswa (Reischer et al., 2021; Iannello et al., 2019). Penelitian  Ma & Wang (2022) membuktikan bahwa perkembangan spiritual berkorelasi positif dengan kemampuan mahasiswa dalam menjaga performa akademik. Rangkaian peak experience yang dialami individu juga dapat memberikan perasaan bersemangat dan bergairah, membuat individu mampu merasakan nikmatnya hidup (Bulut, 2021). Tidak hanya itu, mahasiswa juga akan memiliki kerendahan hati, kesadaran diri, dan menjadi lebih peka terhadap sekitar sehingga mampu berkreasi, berinovasi, dan berkontribusi dalam lingkungan sosialnya. (Fadiman & Frager, 2017; Reischer et al., 2021; Jiang & Sedikides, 2022). Sayangnya, dinamika pembentukan kepribadian pada mahasiswa dipenuhi dengan lika-liku dan perubahan situasi yang cepat serta tidak menentu (Andersen et al., 2021; Côté, 2018). Mahasiswa sangat rentan mengalami stres, kecemasan, dan depresi akibat munculnya berbagai faktor resiko di fase ini (Luyckx et al., 2014). Faktor-faktor resiko secara umum meliputi tekanan akademik, tekanan sosial, gaya hidup yang buruk, dan dukungan ekonomi yang rendah. Keberadaan faktor-faktor resiko ini diasosiasikan dengan munculnya pengaruh negatif secara psikologis—seperti rendahnya harga diri, tujuan hidup yang tidak terarah, dan kurangnya kemampuan resiliensi—yang berpotensi menghambat proses eksplorasi pada mahasiswa (Mofatteh, 2021). Lantas, bagaimanakah cara mahasiswa menggunakan pendekatan transpersonal dalam menghadapi faktor-faktor resiko ini?

Opini populer mengenai penerapan pendekatan transpersonal adalah dengan menjalankan praktik-praktik keagamaan. Agama berperan penting bagi individu untuk melakukan self-transcendence dalam bentuk pengamalan nilai-nilai yang bertujuan untuk pencarian makna hidup (King et al., 2020). Remaja dapat meningkatkan ketaatan dalam beragama dengan membentuk identitas beragama yang terdiri dari tiga tingkatan, yakni komitmen terhadap identitas, eksplorasi mendalam, dan pertimbangan ulang (Iannello et al., 2019). Sebagai contoh, mahasiswa yang beragama Kristen berkomitmen pada identitasnya dengan menjalankan perintah Injil, namun ia juga melakukan eksplorasi melalui pendalaman ajaran Kristen, mengikuti persekutuan, dan juga berdiskusi dengan pendeta. Setelahnya, ia merenungi kembali pemahamannya soal nilai-nilai keagamaan yang dianutnya secara reflektif dan mengembangkan aspek spiritual pada dirinya. Melalui proses ini, pengalaman transendental pada individu dalam mengeksplorasi dirinya akan memberikan tujuan hidup, harapan, rasa keterikatan, pengaruh positif, harga diri, dan kesejahteraan yang baik (Reischer et al., 2021; Ardelt et al., 2023). Namun, agama tidak lantas menjadi satu-satunya cara menuju self-transcendence (Fadiman & Frager, 2017). Hasil penelitian Brick (2017) menunjukkan bahwa individu dengan keyakinan yang berbeda-beda ternyata merasakan pengalaman transendental yang serupa. Agama hanya menjadi semacam media untuk mencapai self-transcendence, namun pada akhirnya kapasitas individulah yang menentukan hasilnya. 

Selain melalui agama, cara lain yang dapat dilakukan mahasiswa untuk mencapai self-transcendence adalah dengan melakukan perenungan mengenai konsep-konsep dasar kebaikan, kebenaran dan keindahan (Liu et al., 2021). Perenungan dan refleksi yang dilakukan secara mindful dalam bentuk meditasi dapat membawa individu ke perkembangan spiritual, termasuk di dalamnya adalah penemuan diri dan semangat dalam menjalani hidup (Travis, 2014). Individu kemudian dapat mengimplementasikannya ke dalam tindakan-tindakan altruistik yang mengarahkan individu ke self-transcendence, misalnya dengan melakukan bakti sosial ataupun kegiatan relawan (Roth, 2017; Valsala & Menon, 2019). Hal-hal inilah yang kemudian akan membantu mengarahkan mahasiswa dalam proses self-exploration.  Dalam menyimpulkan pembahasan mengenai pendekatan transpersonal, kita perlu memahami bahwa proses individu dalam mengaktualisasi diri terjadi sepanjang hayat. Pendekatan transpersonal merupakan bagian dari pengembangan diri yang eksistensinya menjadi penting ketika kita membicarakan tentang self-exploration, terutama pada mahasiswa. Dengan menjadikan self-transcendence sebagai tujuan, mahasiswa akan mampu menemukan dan menerima dirinya, mengenali kekuatan dan kelemahan diri, kemudian bergerak secara progresif menjadi versi terbaik dari dirinya, baik dalam lingkup akademik, karir, maupun masyarakat.

Referensi:

Andersen, R., Holm, A., & Côté, J. E. (2021). The Student Mental Health Crisis: Assessing psychiatric and developmental explanatory models. Journal of Adolescence, 86(1), 101-114. https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2020.12.004

Ardelt, M., Kim, J. J., & Ferrari, M. (2023). Does self-transcendent wisdom  mediate the relation between spirituality and well-being? A test across Six Nations. Journal of Happiness Studies, 24(5), 1683-1702. https://doi.org/10.1007/s10902-023-00637-3

Arnold, M. E. (2017). Supporting adolescent exploration and commitment:  Identity formation, thriving, and positive youth development. Journal of Youth Development, 12(4), 1-15. https://doi.org/10.5195/jyd.2017.522

Brick Johnstone D., Robin Hanks, Braj Bhushan, Daniel Cohen, Jarett  Roseberry, & Dong Pil Yoon. (2017). Selflessness as a universal neuropsychological foundation of spiritual transcendence: validation with Christian, Hindu, and Muslim traditions. Mental Health, Religion & Culture, 20(2), 175-187. https://doi.org/10.1080/13674676.2017.133309

Bulut, S. (2021). Self-transcendence through Futuwwah and Dharma: Islam  and Hinduism perspectives. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 29(1), 101-120. https://doi.org/10.21580/ws.29.1.8193

Cote, J. E., & Levine, C. (2016). Identity formation, youth, and development: A  simplified approach. New York: Psychology Press.

Côté, J. E. (2018). The enduring usefulness of Erikson’s concept of the identity  crisis in the 21st century: An analysis of student mental health concerns. Identity, 18(4), 251-263. https://doi.org/10.1080/15283488.2018.1524328

Eichas, K., Meca, A., Montgomery, M. J., & Kurtines, W. M. (2015). Identity and  positive youth development: Advances in developmental intervention science. The Oxford handbook of identity development, 337-354.

Fadiman, J., & Frager, R. (2017). Personality and personal growth. Pearson.

Feist, J., & Feist, G. (2018). Theories of personality (9th ed.). McGraw-Hill  Humanities/Social Sciences/Languages.

Iannello, N. M., Hardy, S. A., Musso, P., Lo Coco, A., & Inguglia, C. (2019).  Spirituality and ethnocultural empathy among Italian adolescents: The mediating role of religious identity formation processes. Psychology of Religion and Spirituality, 11(1), 32-41. https://doi.org/10.1037/rel0000155.

Jiang T., & Sedikides C. (2022). Awe motivates authentic-self pursuit via  self-transcendence: Implications for prosociality. Journal of Personality and Social Psychology, 123(3), 576–596. https://doi.org/10.1037/pspi0000381

King, P. E., Vaughn, J. M., Yoo, Y., Tirrell, J. M., Dowling, E. M., Lerner, R. M.,  Geldhof, G. J., Lerner, J. V., Iraheta, G., Williams, K., & Sim, A. T. (2020). Exploring religiousness and hope: Examining the roles of spirituality and social connections among Salvadoran youth. Religions, 11(2), 75. https://doi.org/10.3390/rel11020075

Liu, P., Wang, X., Li, D., Zhang, R., Li, H., & Han, J. (2021). The benefits of self-transcendence: Examining the role of values on mental health among adolescents across regions in China. Frontiers in Psychology, 12. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.630420

Luyckx, K., Teppers, E., Klimstra, T. A., & Rassart, J. (2014). Identity processes  and personality traits and types in adolescence: Directionality of effects and developmental trajectories. Developmental Psychology, 50(8), 2144-2153. https://doi.org/10.1037/a0037256

Ma, Q., & Wang, F. (2022). The role of students’ spiritual intelligence in  enhancing their academic engagement: A theoretical review. Frontiers in Psychology, 13. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.857842

Martorell, G., & Papalia, D. E. (2020). Experience Human Development.  McGraw-Hill Education.

Mofatteh, M. (2021). Risk factors associated with stress, anxiety, and  depression among university undergraduate students. AIMS Public Health, 8(1), 36-65. https://doi.org/10.3934/publichealth.2021004

Nazir, T., Bulut, S., & Thabassum. (2020). The Guiding Force for Moral  Behaviour and the Role of Religion to Sustain it: A Comparative Study through a Psychological Lens. Ortadoğu Etütleri, 12(1), 140-153.

Reischer, H. N., Roth, L. J., Villarreal, J. A., & McAdams, D. P. (2020).  Selftranscendence and life stories of humanistic growth among latemidlife adults. Journal of Personality, 89(2), 305-324. https://doi.org/10.1111/jopy.12583

Roth, E. (2017). Pro-social behavior: Contributions of religiosity, empathic   concern, and spirituality. International Journal of Latin American  Religions, 1(2), 401-417. https://doi.org/10.1007/s41603-017-0024-3 Travis, F. (2014). Transcendental experiences during meditation practice.  Annals of the New York Academy of Sciences, 1307(1), 1-8. https://doi.org/10.1111/nyas.12316

Valsala, P., & Menon, P. (2019). Psychospiritual basis of altruism: A review.  Journal of Humanistic Psychology, 63(3), 344-363. https://doi.org/10.1177/0022167819830517.

 

Yaden, D. B., Haidt, J., Hood, R. W., Vago, D. R., & Newberg, A. B. (2017). The  varieties of self-transcendent experience. Review of General Psychology, 21(2), 143-160. https://doi.org/10.1037/gpr0000102