Vol. 10 No. 01 Januari 2024
Aku Bukan Badut: Menjadi Pribadi yang Lebih Asertif terhadap Unrequited Love
Oleh:
Michael Yulian Feno
Fakultas psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
Badut memiliki penampilan yang unik dan menarik, ia salah satu tokoh penghibur bagi anak-anak. kehadiran badut membawa kebahagian atau penghibur terhadap mereka yang menyaksikannya dengan tingkah-tingkah yang khas dan lugas. Seiring berjalannya waktu, konotasi badut menjadi berubah dan berkembang. Pada saat ini badut tidak hanya dipersepsikan sebagai penghibur anak-anak yang berpenampilan khas. Di kalangan anak muda pada usia remaja akhir sampai usia dewasa 17 - 30 tahun sekarang sering terdengar “menjadi badut”. Hal tersebut di tendensikan pada hubungan romantis (relationship) yang berat sebelah, dalam artian salah satu dari pasangan yang tidak memberikan cinta yang penuh dan bahkan tidak terbalaskan. Sebagai pihak individu yang cintanya tidak terbalaskan akan menimbulkan kondisi emosi tertentu bagi individu tersebut, diantaranya sedih, cemas, stres dan bahkan depresi. Keadaan tersebut mengakibatkan individu kurang memiliki energi sehingga menjadi individu yang kurang produktif. Menurut Hawkins (2005) dalam teori “the levels of consciousness” menyatakan bahwa individu dalam keadaan sedih, putus asa, menyesal, atau merasa tidak berharga akan mengalami kondisi kategori lemah (force) dengan rentan energi 20 - 150. oleh sebab itu, dalam keadaan tersebut individu cenderung pasif dan kurang produktif dalam menjalani hidup.
Sebagai individu yang merdeka memiliki berbagai harapan yang ingin dicapai, salah satunya adalah aktualisasi perasaan cinta. Maka diperlukan bersikap asertif ketika harapan perasaan cinta tidak terpenuhi atau yang disebut juga “unrequited love”. Perilaku asertif merupakan kemampuan dalam mengekspresikan hak dan kebutuhan secara positif (Anfajaya & Endang, 2016). Ciri individu yang memiliki perilaku asertif ialah merasa lebih percaya diri dan tegas (Fensterheim & Baer, 1995). Asertivitas bermanfaat bagi individu dalam meningkatkan kemampuan mengambil keputusan dan mampu mengendalikan diri (Sivin & Bialo, 2009). Menurut Bloom et al (1985) individu yang memiliki asertivitas tinggi dapat menjadi pertahanan diri yang efektif dan adaptif, sehingga mampu merencanakan tujuan hidup. Selain itu, asertivitas mampu menemukan cara untuk berkompromi dalam segala hal dan dapat menurunkan tingkat stres individu (Hill, 2020). Dengan demikian, untuk menghadapi keadaan unrequited love yang membuat keadaan terpuruk diperlukan perilaku asertif agar dapat keluar dari keterpurukan.
Menerapkan asertivitas pada saat unrequited love dalam keadaan terpuruk, individu dapat bersikap self affirmations atau mengafirmasi diri. Menurut Albert & Emmons (2002) self affirmations merupakan salah satu aspek dari asertif, di mana dengan mengafirmasi diri dapat lebih asertif terhadap keadaan terpuruk yang disebabkan oleh unrequited love. Tahap mengafirmasi diri terhadap keadaan tersebut diantaranya:
1. Memperhatikan hak diri
Sebagai individu dalam keadaan terpuruk karena perasaan cinta yang tidak terbalas dapat memperhatikan hak diri untuk berbahagia dengan cara-cara yang mampu mengalihkan dari keadaan terpuruk seperti melakukan hal-hal yang disukai (melihat alam, membaca buku atau berolahraga).
2. Menolak Keadaan
Individu yang berada di dalam keterpurukan karena perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh penolakan dapat menghindar dari keadaan tersebut dengan tidak berlarut dalam keadaan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menjauh dari stressor, seperti orang yang tidak membalas rasa cinta yang telah kita berikan.
3. Mengungkapkan Perasaan Pribadi
Ketika dalam keadaan terpuruk karena cinta yang tidak terbalas, individu perlu mengungkapkan sesuatu yang sedang dirasakan kepada pihak yang bersangkutan. Salah satu cara membangun asertif dengan dua hal, yaitu expressing negative feeling (mengungkapkan perasaan tidak nyaman) dan expressing positive feelings (mengungkapkan yang membuat perasaan nyaman).
Dengan demikian, individu yang berdara dalam keadaan perasaan cinta yang tidak terbalas atau yang disebut dengan “unrequited love” sebaiknya lebih asertif terhadap keadaan tersebut agar tidak berlarut dalam keterpurukan, sehingga individu agar tetap produktif walaupun dalam keadaan ketahanan diri yang lemah (Hawkinis, 2005).
Referensi:
Alberti, R., & Emmons. M. (2017). Your perfect right. Raincoast Books.
Alberti, R. E & Emmons, M. L. (2002). Your perfect right: Panduan praktis hidup lebih ekspresif dan jujur pada diri sendiri. Elex Media Komputindo
Anfajaya, M. Aqs., & Indrawati, E. S. (2016). Hubungan antara konsep diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa organisatoris fakultas hukum universitas diponegoro semarang. Jurnal Empati, 5(3). https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/artic le/view.153496
Bloom, L. Z., Coburn, K., & Pearlam, J. (1985). The assertive woman. Dell Publishing Co. Inc
Fensterheim, H. & Baer. J. (1995). Jangan bilang ya bila anda akan mengatakan tidak. Gunung Jati.
Hawkins, D. R. (2005). Transcending the level of consciousness. Veritas Publishing.
Hill, C. (2020). Assertiveness training: how to stand up for yourself, boost your confidence, and improve assertive communication skills. Independently Published.
Sivin, K. J., & Bialo, E. (2009). IESD comprehensive technical report, evaluation of the social skills of full-time, online public school students. Interactive Educational System Design (IESD) Inc.