Vol. 9 No. 23 Desember 2023
Sikap Masyarakat pada Fenomena Invasi Israel ke Palestina
Oleh:
Nurul Hikmah Damis
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Ditarik dari sejarah mengenai konflik antara Israel dan Palestina, hal tersebut telah terjadi lebih dari 100 tahun. Konflik tersebut berawal pada tahun 1917, menteri luar negeri Inggris saat itu yakni Arthur Balfour membuat surat untuk Lionel walter Rothschild selaku tokoh komunitas Yahudi Inggris. Surat tersebut dikenal dengan Deklarasi Balfour yang memberikan dampak kepada Palestina hingga kini. Inti isi dari surat tersebut yaitu mengenai pendirian rumah nasional untuk orang – orang Yahudi di Palestina dan memfasilitasi pencapaian tujuan tersebut (CNBC Indonesia, 2023). Bagi bangsa Israel, Deklarasi Balfour merupakan dokumen yang mewujudkan impian sebuah bangsa di "Tanah Israel kuno". Namun bagi bangsa Palestina, surat itu merupakan awal dari penderitaan yang masih berlanjut hingga saat ini (BBC News Indonesia, 2023).
Dilansir dari Detikedu, pada tahun 1947, PBB membagi wilayah Palestina dalam mandat Inggris menjadi dua negara, yaitu satu negara Yahudi dan satu negara Palestina. Negara – negara Arab menyerang pada tahun 1948 ketika Israel mendeklarasikan kemerdekaannya. Para militer Zionis juga sudah memulai operasi militer untuk menghancurkan wilayah Palestina, demi memperluas perbatasan negara Zionis yang akan lahir. Desa-desa dibom melalui udara, rumah – rumah dihancurkan, serta penahanan administratif hingga pembunuhan massal tersebar luas. Setelah perang berakhir, Israel merebut sebagian besar wilayah Palestina dan sekitar 750.000 warga Palestina dipaksa untuk keluar dari rumah mereka. Hal tersebut merupakan sebuah peristiwa yang disebut sebagai "nakba" oleh warga Palestina atau malapetaka dalam bahasa Arab. Perang terus terjadi dan Hamas mulai berdiri. Pada 7 Oktober lalu, Hamas menyerang Israel dengan menembakkan ribuan roket ke arah Israel. Kemudian pasukan Israel menanggapinya dan membalas serangan di jalur Gaza. Hingga bulan November, serangan Israel masih berlanjut hingga dinilai terjadi genosida di Gaza.
Bagaimana sikap masyarakat terhadap fenomena tersebut ?
Sebelum membahas mengenai sikap masyarakat terhadap fenomena diatas, mari pahami definisi sikap, komponen sikap dan pembentukan sikap terlebih dahulu. Sikap merupakan berbagai pendapat dan keyakinan diri mengenai orang lain, objek, atau gagasan (King, 2010). Sikap mengacu pada penilaian diri terhadap berbagai aspek dunia sosial, serta bagaimana penilaian tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap informasi, objek, ide dan kelompok sosial (Baron & Byrne, 2003). Penilaian sikap terhadap sebuah objek dapat berupa positif, negatif atau gabungan. Sikap dapat dideskripsikan dengan cinta, benci, suka, tidak suka dan lain sebagainya. Setiap individu memiliki refleks untuk membentuk penilaian positif ataupun negatif terhadap sesuatu yang mereka temui (Maryam, 2018).
Sikap memiliki tiga komponen yang dikemukakan oleh Delamater dan Myers, yaitu :
1. Komponen Kognitif: Komponen yang mencakup informasi yang dimiliki seseorang mengenai objek sikapnya.
2. Komponen Afektif: Komponen yang berkaitan dengan rasa senang atau tidak senang serta memiliki hubungan erat dengan nilai – nilai kebudayaan.
3. Komponen Perilaku: Komponen yang memiliki kecenderungan untuk berperilaku terhadap objek.
Ketiga komponen tersebut memiliki objek yang sama, sehingga ketiganya relatif konsisten. Para psikologi sosial yakin bahwa sikap merupakan hal yang dipelajari. Sikap manusia tidak melekat sejak mereka lahir, namun diperoleh dari proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Berikut merupakan macam – macam pembentukan sikap manusia (Maryam, 2018):
1. Pengondisian klasik (classical conditioning): Proses belajar melalui suatu stimulus yang diikuti oleh stimulus lain, sehingga stimulus pertama menjadi isyarat bagi stimulus kedua.
2. Pengondisian instrumental (instrumental conditioning): Proses belajar melalui suatu perilaku yang menyenangkan bagi orang lain akan diulangi. Sedangkan, jika perilaku yang tidak menyenangkan akan dihindari dan tidak diulangi.
3. Belajar melalui pengamatan (observational learning): Proses belajar melalui pengamatan perilaku orang lain yang dapat dijadikan contoh untuk berperilaku serupa.
4. Perbandingan sosial : Proses belajar dengan membandingkan orang lain untuk melihat pandangannya mengenai suatu hal merupakan hal yang benar atau tidak.
Sikap masyarakat terhadap fenomena konflik Israel dengan Palestina dapat dilihat dari berbagai sosial media. Banyak masyarakat Indonesia dan masyarakat dari negara lain yang menndukung Palestina dengan melakukan aksi untuk pembebasan Palestina dan berhenti membunuh anak – anak dan perempuan. Dilansir dari tempo.co, beberapa negara yang melakukan aksi unjuk rasa pro-Palestina yaitu Indonesia, New York, Irak, Bangladesh, London, Turki, Lebanon, Iran, Prancis, Sri lanka dan negara lainnya. selain itu, masyarakat juga menyebar luaskan berita mengenai Palestina dan melakukan boikot terhadap produk – produk Israel atau produk yang Pro-Israel.
Sikap masyarakat diatas mencakup komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Dari informasi yang diterima oleh masyarakat melalui berita atau sosial media, mereka merasa tidak senang dengan perlakuan Israel terhadap Palestina. Sehingga mereka menimbulkan perilaku yang menggambarkan bahwa mereka mendukung penuh Palestina. Masyarakat cenderung mempelajari hal tersebut melalui pengamatan. Masyarakat mengikuti cara orang lain untuk mendukung Palestina, seperti repost informasi di sosial media, ikut membuat aksi demonstrasi di kedubes US dan lain sebagainya.
Penutup
Perilaku Israel terhadap Gaza tidak dapat dibenarkan. Pembunuan terhadap anak – anak dan perempuan serta pengeboman terhadap rumah sakit yang ada di Gaza perlu dihentikan. Hal tersebut sudah termasuk kedalam genosida yakni penghancuran suatu bangsa atau kelompok etnis. Serangan yang dilakukan Hamas disebabkan oleh banyaknya korban warga Palestina yang ditindas Israel. Sehingga Hamas melakukan serangan sebagai bentuk ketidakadilan atas serangan yang terus terjadi kepada Palestina selama 75 tahun. Palestina berhak mendapatkan keadilan akan kehidupannya.
Referensi:
Baron, R. A., dan Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial, Jilid , Edisi 10. Jakarta: Erlangga.
BBC News Indonesia. (2023). Sejarah Deklarasi Balfour: 67 kata yang membentuk Negara Israel dan mengubah sejarah Bangsa Palestina. Retrieved from https://www.bbc.com/indonesia/articles/cl59yxexq5vo
CNBC Indonesia. (2023). Ini Kronologi Awal Konflik Panjang Israel-Palestina. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/news/20231021060930-4-482456/ini-kronologi-awal-konflik-panjang-israel-palestina
Detikedu. (2023). Kronologi Sejarah Palestina dan Israel, Siapa yang Memulai Perang?. Retrieved from https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6994851/kronologi-sejarah-palestina-dan-israel-siapa-yang-memulai-perang
King, L. A. (2010). Psikologi umum: Sebuah Pandangan Apresiatif, Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Maryam, E. W. (2018). Buku Ajar Psikologi Sosial, Jilid 1. Sidoarjo: UMSIDA Press.
Tempo.co. (2023). 10 Aksi Unjuk Rasa Pro-Palestina Marak di Berbagai Belahan Dunia. Retrieved from https://dunia.tempo.co/read/1784297/10-aksi-unjuk-rasa-pro-palestina-marak-di-berbagai-belahan-dunia