ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 17 September 2023

 

Lakon Dewa Ruci: Perjalanan Transpersonal Sang Werkudara

 

Oleh:

Ostman Ardzi Pradana

Program Studi Psikologi Islam, Universitas Islam Negeri Salatiga

 

Dalam perjalanan mencari tirta prawitasari (air kehidupan) untuk menyucikan batin,  Werkudara alias Bima menemui berbagai rintangan dan cobaan. Mulai dari bertarung dengan rukmuka dan rukmakala, dua raksasa penunggu hutan Tibaksara gunung Reksamuka yang terkenal dengan sebutan alas gung liwang Liwung sato mara sato mati (hutan belantara siapa yang memasuki akan mati ) sampai bertarung dengan naga di samudra. Perjalanan mencari tirta prawitasari adalah atas perintah resi Durna guru dari Werkudara. Perintah ini sebenarnya penuh nuansa intrik perpolitikan dari kurawa yang didesain oleh sengkuni sang provokator jenius yang sebenarnya ingin melenyapkan Werkudara.

 

Ditengah kebingungan dalam perjalanan pencariannya Werkudara bertemu dengan sesosok yang sama dengan dirinya yang berbadan kerdil. Sosok ini memperkenalkan dirinya sebagai Dewa Ruci sang sukma sejati, dirinya yang sebenarnya. Kemudian terjadilah percakapan mendalam antar keduanya. Percakapan inilah membuat Werkudara menemukan pencerahan apa yang dia cari di kehidupan ini. Werkudara menemukan sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup manusia). Werkudara yang tidak bisa basa krama (bahasa yang digunakan untuk menghormati seseorang yang dianggap lebih) mendadak bersimpuh dan untuk pertama kali dalam hidupnya berbicara dengan basa krama tentu pada Dewa Ruci.

 

Demikian cuplikan singkat lakon Dewa Ruci yang tentunya mempunyai berbagai versi dan pengembangan di berbagai wilayah dan budaya, Pada bagian tersebut barangkali yang dialami Werkudara juga dialami oleh sebagian besar manusia dalam merefleksikan hakikat kehidupan. Pencarian makna hidup pada umumnya yang menjadi hubungan tidak terpisahkan dari perilaku manusia.

 

Apa yang dialami Werkudara ini dalam pandangan Psikologi bisa dikategorikan sebagai pengalaman transpersonal. Transpersonal dalam psikologi secara etimologi berasal dari kata Trans dan personal yang pemaknaannya adalah melampaui diri. Lebih lanjut, Lajoie dan Shapiro dalam Journal of Transpersonal Psychology mendefinikan bahwa psikologi transpersonal adalah studi tentang potensi tertinggi dari manusia melalui pengenalan, pemahaman, dan realisasi terhadap keesaan, spiritualitas, dan kesadaran-transendental (Jaenudin,2012).

 

Lahirnya psikologi transpersonal sendiri pada tahun 1960-1970an khususnya di eropa terjadi seiring munculnya kegundahan-kegundahan dan frustasi setelah perang dunia ke-2. Salah satunya disebabkan pola pikir yang kala berkembang adalah pandangan materialistis (Tart,1975). Mereka kebingungan dengan hakikat kehidupan. Darimana datangnya manusia? Kemana manusia setelah mati?. Singkatnya dengan memadukan ajaran-ajaran kebijakan dari timur maka muncul aliran psikologi yang ke-4 yaitu psikologi transpersonal. Walaupun mendapat tentangan keras dari aliran positivis dan materialis, psikologi transpersonal tetap mendapatkan tempat di bidang akademis dengan penelitian-penelitiannya yang menkaji dimensi spiritual manusia (Jaenudin,2012). Aliran ini kerap dikaitkan dengan bahasan  pengalaman spiritual, self transenden, peak experience dalam memahami perilaku manusia. Bahasan ini kurang mendapat perhatian atau dibahas dengan cara yang beda pada aliran-aliran sebelumnya (psikoanalisa, behaviorisme, humanisme).

 

Perjalanan Werkudara dalam kisah yang Dewa Ruci digambarkan sebuah pengalaman Spiritual yang mendalam. Lebih luasnya meminjam istilahnya Abraham Maslow, Werkudara mengalami Peak Experience. Pengalaman-pengalaman yang punya andil penting terhadap kehidupan seseorang. Para tokoh psikologi transpersonal seperti Gustav Jung, Viktor Frankl, William James, mengakui aspek spiritual sebagai bahasan yang penting dalam psikologi juga diawali karena mereka mempunyai pengalaman yang mereka anggap “mistis” dan spiritual. Pengalaman-pengalaman transpersonal ini umumnya pengalaman yang subyektif sebagaimana halnya orang berkeyakinan (Jaenudin,2012).

 

Dalam kehidupan manusia, bisa ditafsirkan Werkudara adalah perlambang manusia dan Dewa Ruci adalah perlambang pencerahan atau pengalaman transpersonal manusia. Pengalaman-pengalaman yang punya andil membawa perubahan perilaku seseorang. William James dengan mahakaryanya “ The Verietes of Religious Experience” mengemukakan bahwa pengalaman transpersonal menjadi penting ketika memunculkan perubahan pada seseorang. James menambahkan dalam berkeyakinan, bukan bukti rasional (misal tentang keberadaan Tuhan) namun keyakinan tersebut setidaknya berdampak memuaskan hasrat kerinduan/kedekatan denganNya (sisi spiritualnya) dan berimbas pada peningkatan kualitas moral. Sebagaimana Werkudara yang tidak pernah Basa Krama mendadak bersimpuh dan menggunakan Basa Krama. Barangkali mirip-mirip dengan kisah-kisah pertobatan manusia, manusia yang insyaf, manusia yang tercerahkan dan lain sebagainya.

 

Penutup

Pada akhirnya setiap manusia selalu berupaya berproses seperti Werkudara yang menemukan sangkan paraning dumadi, tentu dengan dinamika perjalanannya masing-masing. Cobaannya masing-masing. Pengalaman Transpersonal bisa dilalui sebagaimana maslow menggambarkan peak experience dalam teori puncak piramida kebutuhan. Bisa juga dalam keadaan terpuruk sekalipun sebagaimana pengalaman pencerahan yang didapat Viktor Frankl ketika ditindas menjadi tawanan dalam kamp konsentrasi Nazi (Jaenudin,2012).

 

Kegalauan kita mengenai hakikat kehidupan adalah gambaran perjalanan transpersonal atau spiritual kita.

 

Referensi :

 

Jayakardi, A (2015, Juni 26). Kisah Dewa Ruci, Perjalanan Tassawuf cara Orang Jawa. Dipetik, Juli 31, 2023 dari Kompas : https://www.kompasiana.com/jayakardi/5500b4c8a33311a872511e25/kisah-dewa-ruci-perjalanan-tassawuf-cara-orang-jawa?page=2&page_images=1 

Tart, Charles. 1975. Transpersonal Psychologies. New York: Harper & Row Publisher.

Jaenudin, U. 2012. Psikologi Transpersonal. Bandung: CV Pustaka Setia.