ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 17 September 2023
Performance Evaluation di Mata Generasi Z, Efektifkah?
Oleh:
Anastasia Jessica, Herdiyanti Devira, Michelle Geovannie, Theresia Shanti W., & Puji Tania Ronauli
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Topik mengenai generasi Z masih hangat diperbincangkan di dunia industri. Generasi yang lahir di tahun 1995 – 2012 (Barhate & Dirani, 2022) ini dikenal sebagai angkatan yang hanya bertahan satu sampai dua tahun saja dalam sebuah perusahaan (Lever, 2022). Hal tersebut tentu ada sebabnya dan menarik untuk ditelusuri lebih lanjut mengingat generasi tersebut adalah calon pemimpin berikutnya. Unik dan menarik perhatian, generasi ini sangat mementingkan keamanan kerja dan job fit, keseimbangan kerja, stabilitas kerja, interaksi sosial secara digital, pengalaman belajar yang kaya dan terus menerus, serta umpan balik yang kontinyu dalam berkarya di satu perusahaan (Chillakuri, 2020; Kirpik & Kilincer, 2022; Kyrousi et al., 2022). Tampaknya, organisasi perlu mengenali karakteristik generasi Z tersebut untuk dapat memberikan sebuah suasana, sistem, dan lingkungan kerja yang mendukung generasi muda ini untuk mengoptimalkan potensinya dalam berkarya.
Menurut Sawitri (2023) ada beberapa faktor yang dapat membangun minat Generasi Z di Indonesia, antara lain: dukungan perusahaan, lingkungan kerja, fleksibilitas kerja, kompensasi finansial langsung seperti gaji dan tunjangan, serta kompensasi tidak langsung seperti fasilitas dan benefit. Sebenarnya, hal – hal di atas terlihat cukup umum dan merupakan faktor yang juga dapat memotivasi karyawan pada umumnya. Akan tetapi, terdapat hal – hal yang lebih spesifik yang perlu diperhatikan oleh pemberi kerja apabila ingin memikat para generasi Z dan membuat mereka betah untuk bekerja dalam sebuah organisasi. Misalnya, pemanfaatan teknologi sebagai perangkat kerja yang dinilai efisien dan efektif, fleksibilitas kerja yang tidak hanya dibatasi bekerja dari kantor saja tetapi boleh dari mana saja, atau pemberian umpan balik berkala yang juga merupakan hal yang penting bagi generasi Z.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lanier (2017) dan Chillakuri (2018) ditemukan bahwa karyawan generasi Z lebih tertarik dan memilih umpan balik yang segera. Generasi Z menyukai bila hasil kerja mereka diberikan feedback dan dinilai dengan segera. Umpan balik yang diberikan pun diharapkan dilakukan secara berkala dengan periode yang lebih pendek. Fenomena menarik mengenai hal di atas dapat kita lihat dari penggunaan media sosial yang memungkinkan generasi Z mendapatkan feedback dengan segera. Contohnya, perhitungan jumlah likes, comments, subscribers dan lain sebagainya pada tayangan mereka di media sosial. Semakin banyak dan cepat jumlah reaksi yang mereka terima pada media sosial sebagai umpan balik positif, semakin bersemangat serta semakin banyak yang akan ditayangkan berikutnya dan demikian pula sebaliknya. Feedback tersebut dirasa sebagai sesuatu hal yang bisa memvalidasi apa yang mereka lakukan baik atau buruk, benar atau salah. Demikian pula dalam dunia karir mereka, bila penilaian dilakukan cukup lama atau tertunda maka situasi tersebut memberikan ketidakpastian bagi generasi z untuk mengetahui apakah hal yang mereka kerjakan sudah baik atau belum. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Soerjoatmodjo (2023) bahwa generasi Z tidak menyukai situasi yang ambigu karena dinilai menyiksa dan lebih terbiasa dengan gratifikasi instan.
Karakteristik generasi Z seperti di atas juga mempengaruhi bagaimana kaum muda ini mempersepsikan sistem penilaian kinerja dalam organisasi. Generasi Z lebih tertarik dan memilih umpan balik yang instan. Mereka tidak suka menunggu tinjauan tahunan, melainkan lebih senang untuk melakukan percakapan / interaksi yang sering dan bersifat terus-menerus (Ranstad, 2016). Penilaian akhir tahun yang selama ini dilakukan membuat karyawan generasi Z berpikir bahwa penilaian tersebut tidak berdampak terhadap performanya dan penilaian tersebut dilakukan secara tidak adil (McKinsey, 2023). Penilaian performa yang dilakukan per semester atau per tahun dirasa terlalu lama dan dipandang tidak dapat menggambarkan kinerja karyawan secara objektif karena “memukul rata” hasil kerja selama satu tahun. Tampaknya, evaluasi kinerja yang lebih pendek misalnya per tiga bulan atau per bulan lebih diharapkan oleh kaum generasi Z ini. Hal tersebut juga berlaku pada pemberian umpan balik finansial (seperti insentif atau bonus) maupun non finansial. Karyawan generasi Z percaya bahwa umpan balik yang diberikan dengan segera akan membantu mereka cepat belajar dan memperbaiki kesalahan sehingga mereka dapat lebih fokus pada area peningkatan dibandingkan menunggu tinjauan akhir tahun (Chillakuri, 2018). Selain itu, Generasi Z ingin mengetahui posisi mereka dalam mencapai tujuan dan apa yang diperlukan untuk mencapai level berikutnya (Chillakuri, 2020).
Menjadikan Evaluasi Performa Efektif Bagi Generasi Z
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membuat pemberian umpan balik sebagai bagian dari performance evaluation lebih efektif bagi generasi Z. Salah satunya adalah sistem penilaian kinerja yang disertai dengan komitmen atasan dalam membina tim dengan adanya percakapan antara atasan dan bawahan lebih sering, seperti yang dilakukan oleh Deloitte melalui fitur Check–in nya. Survei by Inc (Jenkins, 2019) mengindikasikan bahwa 66% Generasi Z memilih untuk menerima feedback secara berkala dan mengharapkan pengawasan yang ramah serta tidak bersifat diktator. Percakapan ini memungkinkan pemimpin tim untuk memahami pekerjaan saat ini dan menetapkan ekspektasi untuk minggu depan, memberikan evaluasi untuk pekerjaan saat ini, dan memberikan koreksi jika diperlukan (Buckingham & Goodall, 2015). Percakapan/interaksi yang dilakukan secara sering dan instan tersebut dapat lebih berorientasi pada masa depan serta diskusi lebih berpusat pada apa yang akan dilakukan individu daripada apa yang sudah dilakukan individu (Chillakuri, 2020). Umpan balik yang diberikan kepada generasi Z juga dapat dilakukan melalui pendekatan coaching yang dapat memicu mereka untuk merefleksikan apa yang dikerjakan sebagai bentuk pengembangan diri (Soerjoatmodjo, 2023). Selain itu, diperlukan juga adanya pergeseran fokus dari sekadar evaluasi kinerja menjadi pengelolaan kinerja (Chillakuri, 2020).
Berikutnya berkaitan dengan penerapan kontrak psikologis dalam memenuhi ekspektasi generasi Z di dunia kerja. Schroth (2019) menyatakan bahwa mengelola ekspektasi karyawan generasi Z menjadi hal yang penting dikarenakan mereka memiliki pandangan idealis mengenai pekerjaan, seperti pekerjaan harus menarik dan bermakna, atasan merupakan figur yang mendengarkan dan menerapkan idenya, serta memiliki fleksibilitas jadwal. Psychological contract bersifat unik bagi setiap karyawan maupun pemberi kerja/atasan karena terbentuk dari persepsi dan kognisi yang berasal dari pengalaman sebelumnya sehingga penting untuk memahami ekspektasi individu mengenai hubungan kerja dan bagaimana mengelola ekspektasi tersebut. Psychological contract yang tidak terpenuhi, tentunya akan mengakibatkan ekspektasi yang menurun dan berdampak pada evaluasi kinerja yang kurang baik pula. Dengan adanya kontrak psikologis, baik atasan maupun karyawan sama-sama berusaha untuk memenuhi ekspektasi keduanya sehingga diharapkan generasi Z ini bisa berkarya dan menjadi optimal dalam pengembangan karirnya di perusahaan.
Referensi:
Barhate, B., & Dirani, K. M. (2022). Career aspirations of generation z: A systematic literature review. European Journal of Training and Development, 46(1), 139–157. https://doi.org/10.1108/EJTD-07-2020-0124
Buckingham, M., & Goodall, A. (2015). Reinventing performance management. Harvard Business Review. Diakses pada tanggal 24 Juli 2023 dari: https://hbr.org/2015/04/reinventingperformance-managemen
Chillakuri, B. K. (2018). Scrapping the bell curve: A practitioner’s review of a reinvented performance management system. South Asian Journal of Human Resources Management, 5(2), 244-253, https://doi.org/10.1177/2322093718795549.
Chillakuri, B. K. (2020). Fueling performance of millennials and generation z. Strategic HR Review, 19(1), 40-42.
Chillakuri, B. K. (2020). Understanding generation z expectations for effective onboarding. Journal of Organizational Change Management, 33(7), 1277-1296. https://doi.org/10.1108/JOCM-02-2020-0058
Jenkins, R. (2019). This is how generations z employees want feedback. Diakses
pada 24 Juli 2023 dari:
https://www.inc.com/ryan-jenkins/this-is-how-generation-z-employees-want-feedback.html
Kirpik, G., & Kilincer, B. (2022). New generations employee: Generation z with a general perspective. Egitim Yayinevi.
Kyrousi, A. G., Tzoumaka, E., & Leivadi, S. (2022). Business employability for late millennials: Exploring the perceptions of generation z students and generation x faculty. Management Research Review, 45(5), 664-683. https://doi.org/10.1108/MRR-04-2021-0328
Lanier, K. (2017). 5 Things HR professionals need to know about generation z: Thought leaders share their views on the HR profession and its direction for the future. Strategic HR Review,16(6), 288-290.
Lever. (2022). Great resignation: The state of internal mobility and employee retention report. Diakses pada 24 Juli 2023 dari: https://www.lever.co/wp-content/uploads/2022/02/Lever_Great-Resignation-Report_2022.pdf.
McKinsey & Company. (2023). Mind the gap: Curated reads for gen z - curious colleagues. Diakses pada 24 Juli 2023 dari: https://www.mckinsey.com/~/media/mckinsey/email/genz/2022/11/08/2022-11-08b.html
Ranstad. (2016). Gen Z and Millennials collide at work. Diakses pada 24 Juli 2023 dari: https://cdn2.hubspot.net/hubfs/409577/Pre-Team%20Drive%20PDFs/Randstad_GenZ_Millennials_Collide_Report.pdf
Sawitri, D. R (2023). Perkembangan karier generasi z: Tantangan dan strategi dalam mewujudkan sdm Indonesia yang unggul. Fakultas Psikologi UNDIP.
Schroth, H. (2019). Are you ready for gen z in the workplace? California Management Review, 1-14. https://doi.org/10.1177/000812561984100
Soerjoatmodjo, G. W. L. (2023). Feedback-seeking behavior generasi z. Buletin KPIN, 9(6), 1-3.