ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 13 Juli 2023

 

Timbulnya Trust Issue: Mengupas dalam Kisah Broken Home

 

Oleh:

Ananda Istiqomah, Rindi Atikah, Nadirah Rachmadiyanti, & Setiawati Intan Savitri

Fakultas Psikologi, Universitas Mercubuana

 

Mengenang masa kecil yang penuh dengan kehangatan dan keamanan, sulit untuk membayangkan betapa rapuhnya pondasi keluarga yang mengalami pecahnya rumah tangga. Di balik senyum yang terpampang di foto-foto keluarga yang tergantung di dinding, tersimpan kisah-kisah yang mengungkapkan patahnya kepercayaan. Individu yang tumbuh di lingkungan broken home, di mana orang tua mereka berpisah atau tidak utuh kembali strukturnya memiliki emosional yang rumit dan kerap menghasilkan trust issue yang menghantui mereka hingga dewasa.

 

Pada anak-anak yang tumbuh dalam broken home, mereka mungkin mengalami ketidakstabilan emosional, kurangnya keamanan, dan perasaan ditinggalkan. Mereka sering kali terpapar pada konflik antara orang tua mereka dan mengalami kehilangan kepercayaan pada hubungan orang dewasa. Anak-anak dari broken home cenderung mengalami trust issue, karena mereka merasa diabaikan atau dikhianati oleh orang yang seharusnya mereka percayai (Olaitan & Olaitan, 2017).

 

Pada dasarnya anak-anak cenderung memperhatikan pola dari orang tuanya dan mengambill contoh dari lingkungan sekitar. Anak dari keluarga broken home biasanya tidak mempercayai bahwa hubungan dapat bertahan lama, atau rasa cinta sendiri tidak akan bertahan lama, selain itu mereka takut akan sebuah komitmen dalam hubungan jangka panjang. Peran orang tua sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan pola pikir sang anak, orang tua yang berhasil menerapkan aspek positif dan tidak bertengkar didepan anak biasanya ketika terjadi perceraian anak dapat survive dan tumbuh dengan baik begitu juga sebaliknya anak yang memiliki background broken home dan kehilangan peran orang tua cenderung lebih selektif, mereka sulit percaya dengan orang baru dan mereka takut salah dalam memilih pasangan untuk waktu jangka panjang, karena mereka tidak ingin kesalahan yang orangtua mereka lakukan terulang pada dirinya.

 

Broken home mengacu pada situasi di mana orang tua secara permanen terpisah atau bercerai, sehingga anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang tidak stabil dan sering kali penuh konflik. Hal ini yang menyebabkan gangguan emosional dan psikologis pada anak-anak, termasuk trust issue (Olaitan & Olaitan, 2017).

 

Patahnya kepercayaan yang menimbulkan masalah kepercayaan (trust issue) dapat diakibatkan oleh banyak hal termasuk peristiwa yang dialami seseorang yang berasal dari keluarga broken home. Keluarga retak (broken home) dapat dilihat dari 2 aspek yaitu karena strukturnya tidak utuh lagi dimana salah satu kepala keluarga meninggal atau bercerai atau tidak bercerai namun struktur keluarganya tidak utuh lagi, dimana orang tua sering tidak di rumah atau tidak menunjukkan kasih sayang lagi dalam keluarga, misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga tidak sehat secara psikologis (Willis, 2011).

 

Kepercayaan merupakan kondisi yang kompleks karena seseorang tidak mengetahui motif dan maksud orang lain (Sally dalam Soesanto et al. 2013). Worchel (dalam Lau & lee, 1999) sendiri mengungkapkan bahwa kepercayaan adalah kemauan (willingness) individu untuk menggantungkan diri pada orang lain. Kepercayaan tidak bisa dibangun dengan cepat dalam sekejap mata. Kepercayaan memberi manusia cara pandang yang tinggi terhadap realitas dan memberikan dasar untuk pengambilan keputusan terhadap suatu hal atau objek.

 

Dalam menghadapi trust issue yang timbul akibat broken home, penting bagi individu yang terpengaruh untuk menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka. Bantuan profesional dari psikolog atau konselor dapat menjadi sumber dukungan yang berharga dalam proses pemulihan. Melalui terapi, individu dapat memahami lebih dalam akar masalah kepercayaan mereka dan memperoleh keterampilan serta strategi yang diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan dalam hubungan jangka panjang.

 

Selain itu, kesadaran dan upaya untuk mengatasi trust issue harus melibatkan komunikasi yang terbuka dan jujur antara pasangan. Membangun fondasi yang kuat dalam hubungan melibatkan saling pengertian, pengampunan, dan komitmen untuk saling mendukung. Kesediaan untuk memperbaiki dan memulihkan trust issue adalah langkah penting dalam membangun hubungan yang sehat dan bahagia.

 

Mengatasi trust issue membutuhkan waktu dan kesabaran, baik untuk individu yang terpengaruh maupun pasangannya adalah dengan kerja sama dan upaya bersama.  Broken home bukanlah akhir dari segalanya karena dalam proses pemulihan, individu dapat tumbuh, belajar, dan membentuk hubungan yang lebih kuat dan lebih bermakna.

 

Referensi:

 

Lau, G.T. and Lee, S.H. (1999). Consumers trust in brand and the link to brand loyalty. Journal of Market Focused Management, 4, 341-370.

Olaitan, O. S., & Olaitan, A. O. (2017). Effects of Broken Home on Academic Performance of Secondary School Students in Nigeria. Journal of Education and Practice, 8(1), 22-27.

Soesanto, H., and et.al. (2013). The influence of relationship closeness, service quality and religiosity oninterest to saving through trust, word of mouth and attitude the study at baitul maal wat tamwil in the province of yogyakarta special region, Indonesia. IOSR Journal of Business and Management, 13(3), 06-17. http://iosrjournals.org/iosrjbm/papers/Vol13-issue3/B01330617.pdf

Sofyan S. Willis. (2011). Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta.