ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 07 April 2023

 

Menemukan Keberhargaan Diri Sebagai Ibu Rumah Tangga

 

Oleh:

Helsa

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

 

Sejak menikah, Ibu X terpaksa berhenti dari pekerjaan penuh waktunya sebagai seorang pegawai bank swasta karena harus ikut suaminya pindah ke daerah terpencil. Hidupnya pun berubah, terlebih lagi setelah memiliki dua orang anak. Kini, ia menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Sebuah peran yang tidak disangka akan dijalaninya.

 

Berbeda dari ibu X, Ibu Y memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan penuh waktunya di dunia pertelevisian secara sukarela. Ia menyadari bahwa mengasuh anak kandungnya adalah sebuah hak istimewa seorang ibu, sehingga menjadi ibu rumah tangga penuh waktu diyakini sebagai pilihan yang tepat untuk diambil.

 

Ibu X dan Ibu Y sama-sama antusias saat menjalani peran mereka di beberapa bulan pertama. Namun, seiring berjalannya waktu, keduanya mulai merasakan emosi-emosi negatif. Rasa sedih, kecewa, malu, dan tidak percaya diri bermunculan. Apalagi, bila ditambah dengan opini-opini dari orang di sekitar yang menilai keputusan menjadi ibu rumah tangga penuh waktu adalah keputusan yang keliru. Sebagai ibu rumah tangga, wajarkah merasakan emosi-emosi ini?

 

Pandangan tentang Ibu Rumah Tangga

Sebagian masyarakat mungkin berpikir bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang sederhana dan mudah, bahkan terkesan sepele. Penulis seringkali mendengar, "dia (ibu rumah tangga) kan tidak bekerja, makanya dia yang membersihkan rumah, mencuci baju, masak untuk keluarga." Kemudian, ada juga ibu rumah tangga yang merasa dirinya tidak produktif karena tidak bekerja di luar rumah, "saya merasa gak produktif. Dulu kan kerja dari pagi sampai sore ada jam kerjanya, ada kehidupan lain di luar rumah. Sekarang di rumah aja mengurus rumah dan anak-anak."

 

Melalui pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik ibu rumah tangga itu sendiri maupun orang-orang di sekitarnya masih menganggap bahwa tanggung jawab yang dijalani oleh ibu rumah tangga bukanlah sebuah pekerjaan yang patut dihargai. Padahal, peran ibu rumah tangga sangat signifikan bagi keluarganya. Meskipun ibu rumah tangga tidak dapat berkontribusi secara finansial bagi keluarganya, namun kontribusinya tetap berharga dan penting. Mengerjakan pekerjaan domestik, mengasuh anak, dan memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik di rumah bukanlah tanggung jawab yang hanya dilakukan di "office hour" saja, melainkan jauh melebihi itu. Dapat dikatakan, tenaga dan waktu yang dikorbankan ibu rumah tangga mungkin saja jauh lebih besar dari pandangan masyarakat. Hal inilah yang seringkali tidak disadari oleh masyarakat, bahkan ibu rumah tangga itu sendiri. Terutama bagi ibu rumah tangga yang tadinya bekerja, ketidakmampuan untuk berkontribusi secara finansial dan tidak lagi dapat menjalani kegiatan yang dinikmatinya seringkali membuat dirinya merasa tidak berharga. Ibu rumah tangga dapat merasa kehilangan identitas diri dan kepercayaan diri.

 

Mengenali Kebutuhan Ibu Rumah Tangga

Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti hanya mengerahkan jiwa dan raga untuk keluarganya. Di saat ia mencintai keluarganya dengan merawat dan memenuhi kebutuhan keluarganya, ia juga perlu sadar bahwa ada dirinya sendiri yang juga perlu dirawat dan dicintai. Sesungguhnya, merawat dan mencintai diri adalah pintu masuk untuk dapat mencintai dan melayani keluarganya dengan cara pandang yang sehat. Seorang ibu rumah tangga pun berhak untuk hidup bahagia. Untuk itu, ibu rumah tangga perlu memenuhi kebutuhan mereka.

 

Maslow (dalam Feist & Feist, 2018) menyebutkan bahwa manusia memiliki beberapa kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan ini tersusun dalam bentuk hirarki (hierarchy of needs). Kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, dan kebutuhan seksual. Selanjutnya adalah kebutuhan yang sifatnya lebih psikologis, seperti kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan yang tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Maslow percaya ketika satu kebutuhan terpenuhi, maka manusia akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, hingga mencapai aktualisasi diri.

 

Mengupayakan Kebutuhan Ibu Rumah Tangga

Lantas, apa yang dapat dilakukan ibu rumah tangga maupun orang-orang di sekitarnya untuk membantunya mencapai aktualisasi diri?

 

Pertama-tama, ibu rumah tangga perlu terlebih dahulu menyadari bahwa dirinya memiliki peran penting meski bekerja di rumah. Ia juga perlu menyadari bahwa dirinya juga memiliki kebutuhan yang tidak kalah penting dengan anggota keluarganya. Ibu rumah tangga perlu menyisihkan waktu bagi dirinya sendiri agar tidak mudah stres dengan berbagai tanggung jawab domestik di rumah. Waktu luang dapat dimanfaatkan dengan melakukan hal-hal yang disukainya namun tidak sempat dilakukan selama ini. Tanyakan pada diri, apa hal yang bisa saya lakukan agar saya dapat merasa "kembali seperti diri saya" lagi? Mungkin tidak dapat dikondisikan sama persis seperti masa dulu, namun ada hal-hal yang bisa diupayakan sehingga setidaknya sedikit terlaksana. Misalnya, jika dulu menikmati bekerja sebagai pembawa berita, mungkin sekarang bisa dilakukan dengan membagikan konten-konten berita menarik di media sosial. Mencari pekerjaan paruh waktu agar bisa merasakan kembali bekerja juga dapat dilakukan. Ini dapat menjadi langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan diri.

 

Kemudian, ibu rumah tangga perlu mencoba hal-hal baru. Dengan memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal baru, maka akan membuka peluang-peluang baru yang mungkin saja bisa menjadi sarana untuk aktualisasi diri. Meski sudah menjadi seorang ibu, ibu rumah tangga tetap memiliki hak dan kesempatan untuk terus menggali potensi diri. Mungkin saja ada kemampuan-kemampuan terpendam yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Turut bergabung dalam komunitas atau kegiatan keagamaan juga dapat mengurangi perasaan terisolasi, juga membuka peluang-peluang baru untuk bekerja menghasilkan uang (seperti pergumulan beberapa ibu rumah tangga yang merasa tidak lagi dapat menghasilkan uang secara mandiri), atau untuk aktualisasi diri.

 

Di sisi lain, dukungan dari orang-orang terdekat, khususnya pasangan, menjadi sangat penting. Sebagai keluarga terdekat, sediakanlah telinga untuk mendengarkan isi hati para ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga seringkali merasa terisolasi karena jarangnya kesempatan bersosialisasi dengan teman-temannya, sehingga kehadiran keluarga terdekat menjadi penting. Tanyakan pada diri sendiri: apa saja hal-hal, setidaknya dari yang paling sederhana, yang bisa dilakukan untuk membantu ibu rumah tangga terpenuhi kebutuhannya? Keluarga juga perlu mengapresiasi usaha ibu rumah tangga dalam merawat keluarga. Kita seringkali terjebak dalam rutinitas, di mana kita menganggap bahwa apa yang dilakukan ibu rumah tangga adalah hal yang biasa. Kita perlu sadar bahwa merasa diapresiasi dan dihargai juga adalah kebutuhan dari para ibu rumah tangga.

 

Never underestimate your influence as a stay-at-home mom. Being a mother and raising your children is one of the most impactful and influential things you will ever do.

-Anonymous-

 

 

Referensi:

 

Feist, J. & Feist, G.J. (2018). Theories of personality (9th ed.). New York: McGraw-Hill.

Tartakovsky, M. (2016). Maintaining your sense of self as stay-at-home mom. Diakses daring dari https://psychcentral.com/blog/maintaining-your-sense-of-self-as-a-stay-at-home-mom#1