ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 05 Maret 2023

 

Tawadhu Sebagai Kunci Kebahagiaan Seseorang

 

Oleh:

Haryanti

Magister Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Kebahagiaan adalah hal yang didambakan oleh setiap orang, baik itu orang tua, anak-anak, dewasa, laki-laki, perempuan, kaya dan miskin. Mungkin banyak orang yang bertanya sebenarnya milik siapa sih, kebahagiaan itu? Semua orang dapat merasakan kebahagiaan, karena kebahagiaan bukanlah milik orang kaya saja atau milik para pejabat saja ataupun milik orang yang berparas cantik saja. Di dalam islam kebahagiaan dapat diraih dengan mendekatkan diri kepada Allah, malaksanakan perintah dan menjauhi larangannya dan bersungguh-sungguh dalam melakukannya.

 

Tawadhu atau yang biasa dikenal orang dengan sikap rendah hati dan tidak sombong merupakan sifat yang amat mulia yang disukai banyak orang. Akan tetapi meskipun sifat ini disukai banyak orang tidak banyak orang yang bisa menerapkannya, padahal dengan sifat ini manusia akan menjadi bahagia karena orang yang tawadhu memiliki hati yang ikhlas dan memperuntukkan ibadah hanya untuk Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan selain-Nya. Menurut KBBI tawadhu adalah sikap dan perbuatan manusia yang menunjukkan adanya kerendahan hati, tidak sombong dan tinggi hati, mudah tersinggung. Orang yang tawadhu memiliki dada yang lapang dan dekat dengan Allah SWT dan tidak berbuat maksiat kepada Allah.

 

Menurut Al-Ghazali tawadhu adalah setiap akhlak dan budi pekerti yang mempunyai dua ujung dan pertengahan antara dua ujung tersebut, dimana ujung yang lebih condong pada kelebihan dinamakan sombong/ takabur, dan ujung yang condong pada kekurangan adalah rendah diri dan rendah jiwa. Pertengahan antara kedua sifat tersebut adalah yang disebut tawadhu/merendahkan hati. Dari kedua ujung tersebut yang paling baik adalah yang pertengahan karena kedua ujung tersebut adalah tercela dan hal yang paling dicintai Allah adalah yang di tengah-tengah.

 

a.    Seseorang yang mempunyai sifat tawadhu akan mendapatkan banyak manfaat antar lain mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat, karena orang yang mempunyai sifat tawadhu akan disegani orang.

b.    Mendapat simpatik banyak orang

Secara fitrah orang akan lebih simpati pada orang tawadhu daripada orang yang sombong.

c.     Mempunyai banyak teman

Orang akan nyaman dan bergaul dengan orang yang tawadhu, karena orang tersebut tidak kawatir akan direndahkan dirinya.

d.    Dihormati orang

e.    Hati selalu tenang dan tenteram

Karena orang yang tawadhu sadar bahwa kemampuan yang dimiliki tidak perlu dipamerkan ke banyak orang dan bahwa kemampuan yang dimilikinya adalah semuanya milik sang pencipta.

f.      Terhindar sifat sombong/takkabur

Orang yang mempunyai sifat ini menyadari bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain meskipun harta dan kedudukan sudah dimilikinya semua.

 

Dalam psikologi tawadhu hampir sama dengan humility (kerendahan hati) yaitu nilai kebaikan moral yang diukur melalui pengukuran kesuksesan diri dan kemampuan mengetahui kesalahan diri, keterbatasan diri, ketidaksempurnaan diri, terbuka akan ide-ide baru dan melupakan nasihat diri serta menjaga diri sendiri seperti layaknya menjaga orang lain, mencintai dan menghormati orang lain. Humility merupakan sebuah pandangan yang dilakukan baik oleh seorang pemimpin ataupun seorang karyawan bahwa ada yang lebih besar dari dirinya (Ou, et al, 2014), pendapat ini memperkuat Morris, et al., (2005) bahwa humility adalah pandangan yang menyadari akan kompetensi yang dimilikinya akan tetapi dia juga sadar akan keterbatasannya, sehingga tidak merepresentasikan kemampuan yang dimilikinya secara berlebihan.

 

Perilaku yang lain yang berkaitan dengan kerendahan hati adalah hypo-egoic entitlement yaitu tidak berpikir bahwa mereka berhak diperlakukan istimewa sebagai pribadi karena pencapaian atau karakteristik positif mereka. Orang yang rendah hati menyadari bahwa pencapaian atau atribut khusus yang dimilikinya tidak akan bertahan dan mereka sama dengan orang lain yang memiliki kelemahan, kekurangan, hambatan dan kegagalan (Leary & Banker, 2019).

 

Contoh dari perilaku tawadhu yaitu Memberi salam atau menyapa kepada anak-anak kecil, tidak malu makan bersama orang-orang miskin, berteman dengan orang kaya ataupun dengan orang miskin, jika seorang laki-laki yang sudah beristri dia akan membantu pekerjaan rumah istrinya, mau mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, mau menerima kritik dan tidak meremehkan orang pada suatu peristiwa tertentu. Faktor apa saja yang membentuk sifat tawadhu ini? Sifat tawadhu dapat terbentuk antara lain dengan adanya kebersyukuran yaitu dengan memahami bahwa apapun yang kita punya adalah pemberian Yang Maha Kuasa, menghindari sifat pamer  yaitu melakukan sesuatu bukan karena ingin dilihat oleh orang lain, bersikap sabar dalam menghadapi cobaan dan godaan, menghindari sikap sombong dan berusaha untuk mengendalikan diri untuk tidak menampakkan kelebihan yang kita punya kepada orang lain. Bagaimana? Indah bukan tawadhu itu? Yuk kita berlomba-lomba untuk menjadi orang yang tawadhu, agar kita mendapatkan manfaat seperti yang telah dijelaskan diatas.

 

Referensi

 

Ghozali, I. (1995). Ihya Ulumudin (Terjemahan Muh. Zuhri), Jilid III. Semarang: CV. As-  Syifa.

Leary, M.R. & Banker, C.C. (2019). Hypo-Egoic Nonentitlement as a Feature of Humility            Personality and Social Psychology Bulletin, 46(5).              https://doi.org/10.117/0146167219875144

Morris, J.A. Brotheridge, C.M. & Urbanski, J.C. (2005). Bringing Humility to Leadership :            Antecedents and Consequences of Leader humility. Human relations, 58, 1323-     1350.

Ou, A.Y, Tsui, A.S., Kinicki, A.J., Waldman, D.A. Xiao, Z. & Song, L.J. (2014). Humble    Chief Executive Offificers Connections to Top Management Team Integration          and Middle managers responses. Administrative Science Quarterly, 59, 34-72