ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 13 Juli 2022

Peran Psikolog Forensik Pada Anak Yang Menjadi Korban Sekaligus Saksi Pelecehan Seksual

 

Oleh:

Amelia Pingky Nadia Tita Suwito dan Putri Pusvitasari

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Psikolog Forensik adalah seseorang yang menerapkan ilmu pengetahuan dengan tujuan penetapan dan pelaksanaan hukum dalam sistem peradilan hukum pidana ataupun perdata, uatamanya dalam kasus kriminal (Maramis, 2015). Tindak kriminalitas yang terjadi di Indonesia kian kemari kian memprihatinkan. Tindak kriminal sebenarnya merupakan tindakan melawan hukum tetapi, nampaknya hal tersebut bukanlah hal yang tabu lagi bagi masyarakat kita. Hal tersebut terlihat dari banyaknya berita – berita seputar pelecehan seksual di berbagai media. Tidak terkecuali pula pada  kasus kejahatan seksual yang dilakukan pada anak-anak di bawah umur. Pelecehan seksual merupakan bentuk kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan, nyawa seseorang. 

 

Pelecehan seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius, namun di sisi lain hal ini kerap kali sulit dibuktikan karena tidak ada saksi. Dalam banyak kasus, kesaksian saksi merupakan hal yang sangat penting. Namun, dalam kasus pelecehan seksual anak, anak tersebut merupakan korban sekaligus saksi(Kusumowardhani, 2017). Oleh karenanya dibutuhkan investigasi pakar Ilmuwan Forensik untuk memeriksa dengan saksama sebagai bahan penyidikan baik dalam kepolisian maupun persidangan.

 

Sebagai Psikolog Forensik yang memiliki peranan besar dalam kasus tersebut, jika dilihat dari keadannya, peran keilmuan psikologi mampu membantu penegakan diagnosa pada korban, memberikan penegakan keadilan bagi korban, mencegah kejadian berulang dan akibat lebih besar pada korban, serta menyampaikan rekomendasi kebijakan sesuai dengan perundangan yang sudah ada. Terlebih lagi kepada korban yaitu anak-anak yang juga menjadi saksi, Psikolog Forensik dibutuhkan untuk membantu melakukan coping terhadap tindak pidana yang menimbulkan korban atas dirinya, membantu korban menjalankan fungsinya di proses peradilan yang berjalan, serta berperan bagaimana pemenuhan hak korban agar dapat dipenuhi oleh sistem peradilan. 

 

Di dalam upaya pembuktian secara forensik pemeriksaannya pun harus dilakukan secara waspada, terutama apabila korbannya adalah anak-anak, pemeriksaan sebaiknya tidak menambah trauma psikis yang diderita. Pemeriksaannya korban juga umumnya harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan atau kebidanan, akan tetapi jika dalam diri korban terdapat cedera fisik lebih ataupun mental, maka lebih baik untuk dilakukan oleh dokter khusus terkait dan adanya penundaan pemeriksaan agar memeroleh hasil yang memuaskan.

 

Menurut UU No. 1 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak mengatakan bahwa anak yang menjadi korban Tindak Pidana atau Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Anak yang menjadi korban pelecehan seksual merupakan the completely Innocent victim. Seorang anak merupakan seorang korban yang  karena kelemahannya maka rentan menjadi pihak korban yang selalu dirugikan. 

 

Menjadi korban pelecehan seksual memberikan sebuah pengalaman yang sangat buruk, pasalnya peristiwa tersebut akan membuat anak memiliki keterlibatan dalam proses hukum yang dapat memengaruhi perkembangan baik dari segi emosi, psikoseksual ataupun psikososial. Sedangkan dalam persidangan, agar dapat menjadi saksi maka kondisi psikologis anak harus diperhatikan. Tidak mudah bagi seorang korban yang masih dalam kondisi labil karena baru saja melalui kejadian traumatis untuk mengekspos pengalaman buruknya. Dalam hal ini Psikolog Forensik memiliki peranan untuk membantu Anak Korban mengatasi dan memulihkan trauma. Psikolog forensik juga akan membantu anak dalam bercerita dan memberikan kesaksian yang tentu saja sangat memperhatikan kondisi psikologis korban. Dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dimungkinkan Anak Korban menjadi Anak Saksi guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang dalam pelaksanaannya semua pihak yang terlibat wajib mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak. 

 

Hak anak sebagai korban sekaligus saksi sudah seharusnya dilindungi dan dijamin keamanannya baik secara fisik, psikologis dan sosial secara proporsional untuk dampak jangka pendek dan juga jangka panjang yaitu guna untuk mencegah kemungkinan kejadian kembali atau reviktimasi akibat terbatasnya kognisi dan juga penalaran pada anak, dan mengetahui batas keperluan, umur dan kondisi anak. UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga sudah mengatur persyaratan para petugas hukum mulai dari polisi sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut dan hakim di pengadilan harus memahami kebutuhan dan kondisi anak. Berdasarkan hal tersebut peran Psikolog Forensik yang relevan dengan UU Sistem Peradilan Anak, UU Perlindungan Saksi Korban baik secara mikro ataupun makro dalam kasus Anak Korban Pelecehan Seksual yakni sebagai berikut:

 

1.  Advokasi Kasus Mikro dimana merupakan serangkaian kegiatan yang diberikan pada korban dalam menanggapi keadaan mereka sendiri, guna meringankan penderitaan. Menurut (Ansori, 2011) hal ini terdiri dari:

 

a.  Intervensi krisis atau pemberian peawatan pada korban kejadian traumatis dengan pemberian Psychological First Aids (PFA) pada fase awal akan sangat mungkin meningkatkan kestabilan Anak Korban.

 

b.  Asesmen yang bertujuan mengetahui sejauh mana cedera psikologis dan trauma yang dialami Anak Korban.

 

c. Intervensi individual, untuk membantu korban mengembangkan strategi coping guna mempercepat pemulihan dan hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan korban.

 

d.  Intervensi kelompok yang dilakukan apabila korban pelecehan ini lebih dari satu orang korban. 

 

e. Memberikan layanan psikologis bagi keluarga korban, keluarga khususnya orang tua dari korban harus mengetahui dan mendapat intervensi yang sama mulai dari asesmen, edukasi, sampai intervensi pemulihan.

 

f.    Pemulihan yang menjadi tujuan utama apabila keselamatan sudah terjamin.

 

g.  Penyediaan informasi, selain dengan pemulihan informasi ternyata juga sangat diperlukan.

 

2.  Interseksi antara Advokasi Kasus dan Advokasi Sistem

a.  Mendampingi anak korban sekaligus anak saksi, baik di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Psikolog Forensik dapat membantu menggali informasi dari anak sebagai konten kesaksian, lalu membantu mendapatkan hak asasi anak, dan memberi rekomendasi kepada Hakim berdasarkan model kesaksian.

 

b. Mempersiapkan anak korban saat pelaku bebas. Hak korban adalah mendapatkan informasi, salah satunya informasi bebasnya pelaku. Hal ini penting agar tidak terjadi retaumasi pada Anak Korban dan mempersiapkan coping atas situasi yang dihadapi.

 

Dengan demikian upaya Psikolog Forensik dalam kasus kriminal, khususnya pelecehan seksual pada anak sangatlah besar terutama pada korban yang masih di bawah umur. Walaupun sebenarnya tidak hanya sebatas pada korban saja, Psikolog Forensik dalam kasus demikian juga berperan untuk mengungkap pelaku pelecehan dari kacamata psikologis dan kompeherensif kejiwaan dari pelaku.

 

 

Referensi:

 

Ansori. (2011). Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perkosaan Dalam Peradilan Pidana di Indonesia.

 

Kusumowardhani, R. (2017). Perspektif Psikoviktimologi dalam Pendampingan Dan Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual. Egalita10(2). https://doi.org/10.18860/egalita.v10i2.4544

 

Maramis, M. R. (2015). Peran Ilmu Forensik dalam Penyelesaian Kasus Kejahatan Seksual dalam Dunia Maya (Internet). Jurnal Ilmu Hukum2(7), 42–53.