ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 7 Apr 2022

Membangun Persahabatan Yang Berkualitas Pada Remaja

 

Oleh:

Flaviana Rinta Ferdian

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Remaja merupakan usia individu lebih banyak berkomunikasi dan menghabiskan banyak waktu dengan teman daripada orangtua (Dogan, Karaman, Coban, & Cok, 2012; Santrock, 2003). Remaja mulai menarik diri dari orang tua untuk mencari identitasnya sendiri melalui teman sebaya (Salmela-Aro, 2011). Di antara teman-teman sebayanya, ada beberapa yang dijadikan sahabat oleh remaja. Bersama sahabatnya, remaja menjalin hubungan timbal balik dalam waktu yang lama, melibatkan perasaan nyaman dengan kehadiran satu sama lain, memiliki minat yang serupa, serta saling memberikan dukungan (Argyle & Henderson, 1984). 

 

Pada tahap perkembangannya remaja, sahabat memainkan peran yang sangat penting (Diananda, 2018). Persahabatan dapat membantu remaja yang sedang berada dalam tahap eksplorasi mengenai dunia, baik itu dunia pekerjaan, percintaan, maupun jati diri. Erikson (1968) mengatakan bahwa persahabatan akan berdampak terhadap jati diri individu yang berada pada tahap perkembangan psikososial intimacy atau isolation. Hubungan intim dengan sahabat, mampu membantu individu mengenali dirinya dalam pembentukan jati diri. Untuk mendapatkan manfaat positif dalam menjalin persahabatan perlu untuk membangun kualitas persahabatan yang baik.

 

Menurut Parker dan Asher (1993) kualitas persahabatan yang baik dapat terbangun jika dalam persahabatan terdapat dukungan dan pengertian. Remaja perlu untuk saling berinisiatif menunjukan kepeduliannya antara satu sama lain. Seperti contohnya: menanyakan kabar terlebih dahulu pada sahabat, memberikan  dukungan setiap saat (tidak perlu menunggu ada kejadian besar, seperti ketika ulangan atau lomba), dan  mengirimkan dukungan berupa barang fisik. 

 

Selain itu, untuk membangun kualitas persahabatan yang baik perlu untuk menghabiskan waktu bersenang-senang bersama. Di tengah kondisi pandemi, kebersamaan ini masih bisa dilakukan secara online. Remaja dapat saling menghibur dengan mengirimkan video-video di media sosial Instagram atau TikTok, bermain game online bersama, atau nonton online bersama.

 

Remaja juga perlu saling membantu sahabatnya untuk melakukan pekerjaan sehari-hari maupun terkait sesuatu hal yang menantang. Aspek ini dapat dibangun dengan lebih peduli dan inisiatif dalam menawarkan atau meminta bantuan, dan saling terbuka untuk membantu dan dibantu. Contohnya, dalam dunia akademik berinisiatif menawarkan bantuan untuk mengingatkan tugas dan berbagi latihan soal.  

 

Selain perhatian dan bantuan yang diberikan, keterbukaan mengenai informasi pribadi dan perasaanjuga penting. Dengan adanya keterbukaan ikatan persahabatan akan semakin kuat. Keterbukaan akan membawa sahabat untuk saling memberikan kepedulian berbentuk nasehat maupun penghiburan untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.

 

Dalam persahabatan, tidak dapat dipungkiri pasti akan ada konflik. Jika remaja ingin memiliki kualitas persahabatan yang baik, maka ketika terjadi ketidaksetujuan dalam sebuah hubungan akan diselesaikan secara efisien dan adil. Ketika mengalami konflik, remaja perlu berinisiatif mencari tahu mengenai letak kesalahannya dan saling meminta maaf.  Perlu juga untuk saling terbuka, memahami, dan mau melakukan refleksi kembali terhadap kesalahannya (Lie, Suryani, & Ferdian, 2021; Parker & Asher, 1993).

 

Kualitas persahabatan yang dimiliki remaja lebih penting daripada jumlah sahabat yang dimilikinya (Berndt, 2002; Tipton, Christensen, & Blacher, 2013). Dengan membangun kualitas persahabatan yang baik, remaja akan mengalami: peningkatan kesejahteraan psikologis (Diananda, 2018; Falki & Khatoon, 2016), rendahnya tingkat depresi (Falci dan McNeely, 2009), meningkatnya kebahagiaan (Demir, Orthel-Clark, Özdemir, & Özdemir, 2015), membantu untuk mengenal diri yang penting dalam pembentukan jati diri (Erikson, 1968), dan mendukung eksplorasi karir (Barry, Madsen, & DeGrace, 2014). Mari membangun persahabatan yang berkualitas!

 

Referensi:

 

Argyle, M., & Henderson, M. (1984). The Rules of Friendship. Journal of Social and Personal Relationships, 1(2), 211–237.

 

Barry, M. C., Madsen, S. D., & DeGrace, A. (2014). Growing up with a little help from their friends in emerging adulthood. In J. J. Arnett (Ed.), The Oxford Handbook of Emerging Adulthood. New York, NY: Oxford University Press

 

Berndt, T. J. (2002). Friendship quality and social development. Current Directions in Psychological Science, 11(1), 7-10. 

 

Demir, M., & Özdemir, M. (2009). Friendship, need satisfaction and happiness. Journal of Happiness Studies, 11(2), 243–259. 

 

Diananda, A. (2018). Psikologi remaja dan permasalahannya. ISTIGHNA: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam1(1), 116-133.

 

Doğan, T., Karaman, N. G., Çoban, A. E., & Çok, F. (2012). Predictors of adolescents Friendship qualities: Gender and family related variables. Elementary Education Online. 11(3), 845-855. 

 

Erikson, E. H. (1968). Identity: Youth and crisis. New York, NY: W.W. Norton & Company, Inc.

 

Falci, C., Mcneely, C. (2009). Too many friends: Social integration, network cohesion and adolescent depressive symptoms. Social Forces, 87(4). 

 

Falki, S., Khatoon. F. (2016). Friendship and psychological well-being. The International Journal of Indian Psychology, 4(1), 1-9. 

 

Lie, Suryani, & Ferdian. (2021). Gambaran Kualitas Persahabatan Remaja Yang Menjalani Persahabatan Secara Online Selama Masa Pandemi Covid-19. Skripsi. Unika Atma Jaya

 

Parker, J., & Asher, S. (1993). Friendship and friendship quality in middle childhood: Links with peer group acceptance and feelings of loneliness and social dissatisfaction. Developmental Psychology, 29(4), 611–621

 

Salmela-Aro, K. (2011). Stages of adolescence. In Encyclopedia of adolescence (pp. 360-368). Academic press.

 

Santrock, J. W. (2003). Adolescence: perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.

 

Tipton, L. A., Christensen, L. & Blacher, J. (2013). Friendship quality in adolescents with and without an intellectual disability. Journal of Applied Research in Intellectual Disabilities, 26(6), 522-532.