ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 18 Sep 2021
Adversity Quotient Pada Fresh Graduate Di Tengah Pandemi
Oleh :
Fahira Dwianti Siregar
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
WHO (World Health Organization) telah mengumumkan secara resmi bahwa Covid-19 merupakan Pandemi pada tanggal 9 Maret 2020, karena virus ini telah menyebar hampir diseluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Virus Covid-19 telah melanda Indonesia sejak Maret 2020. Banyak dampak negatif yang diakibatkan oleh virus ini, diantaranya ialah eknomi yang semakin memburuk, pendidikan tidak karuan, banyak karyawan yang di PHK, sehingga mengakibatkan semakin tinggi tingkat pengangguran di Indonesia.
Kondisi ini juga berdampak pada mahasiswa/i yang baru mendapatkan gelar sarjana (fresh graduate) dalam mencari pekerjaan. Meningkatnya angka pengangguran membuat semakin banyak pesaing dalam mencari pekerjaan. Hal ini memicu kecemasan bagi fresh graduate. Az-Zahrani (2005) mendefinisikan kecemasan ialah sebagai suatu kondisi kejiwaan dengan rasa kekhawatiran dan ketakutan berlebih akan apa yang akan mungkin terjadi.
Kecemasan tersebut berasal dari kekhawatiran karena belum mendapatkan pekerjaan sementara usia terus bertambah, tuntutan dari orang tua agar segera bekerja, belum lagi kebutuhan dalam hidup juga semakin meningkat. Noor (2018) menambahkan bahwa keadaan mengganggur dapat berdampak pada psikologis dan sosial fresh graduate. Oleh karena itu fresh graduate membutuhkan adversity quotient dalam dirinya.
Adversity qouoetient (AQ) ialah. sikap mental yang dimiliki seseorang saat menghadapi kesulitan, hambatan, dan tantangan yang dihadapi, sehingga dapat bertahan untuk mencapai kesuksesan (Stoltz, 2000). Orang yang memiliki adversity quotient dalam dirinya akan terus berusaha dan berkembang untuk meraih kesuksesan meskipun terdapat hambatan dalam hidupnya.
Stoltz (2000) juga menambahkan bahwa adversity quotient (AQ) dapat memberitahu seberapa baik individu mampu bertahan dan mengatasi hambatan dalam hidupnya, AQ dapat memprediksi individu yang mampu menghadapi kesulitan dan individu yang akan hancur, AQ dapat memprediksi individu yang dapat melampaui harapan-harapan atas kerja dan potensi mereka dan individu yang akan gagal, dan AQ dapat memprediksi serta individu yang akan menyerah dan yang akan bertahan.
Stoltz (2000) juga menjelaskan bahwa intelligence quotient (IQ) dan emotional intelligence (EQ) tidak cukup dalam mencapai kesuksesan, AQ juga menjadi faktor kesuksesan seseorang. AQ menjadi tolak ukur bagaimana individu menghadapi masalahnya. Ketika individu memiliki AQ yang tinggi maka ia mampu menghadapi masalah yang sedang dihadapinya, dan hal ini akan memicu motivasi sehingga ia akan melakukan usaha terbaiknya dalam mencapai kesuksesan.
Faktor-faktor yang dapat membentuk adversity quotient (Stoltz, 2000). ialah:
1. Daya saing, adversity quotient rendah karena tidak terdapat daya saing saat menghadapi kesulitan, hal ini menyebabkan kemampuan untuk mendapatkan peluang hilang ketika menghadapai kesulitan
2. Produktivitas, respon konstruktif yang diberikan seseorang dalam sebuah kesulitan membantu meningkatkan produktivitas kerja
3. Motivasi, orang yang memiliki motivasi yang tinggi dapat membuat peluang dalam menghadapi kesulitan, dan memiliki upaya untuk menyelesaikan masalah dengan seluruh kemampuannya
4. Mengambil resiko, orang yang memiliki adversity quotient tinggi berani mengambil resiko dan terus berkembang meskipun dalam kondisi yang tidak nyaman
5. Perbaikan, orang yang memiliki adversity quotient tinggi akan berupaya dalam mengatasi kesulitan di berbagai aspek, sehingga kesulitan tidak menjangkau aspek lain dalam kehidupannya
6. Ketekunan, orang yang memiliki adversity quotient tinggi merespon masalah dengan baik, dan mudah bertahan ketika menghadapi masalah baru
7. Belajar, orang yang memiliki adversity quotient tinggi merespon masalah dengan optimis dan banyak belajar, sedangkan orang yang memiliki adversity quotient rendah akan merespon masalah dengan pesimis
Referensi:
Az-Zahrani, M. (2005). Konseling Terapi. Jakarta : Gema Insani Press.
Noor, T. R. (2018). Hubungan adversity quotient dengan kecemasan menghadapi dunia kerja pada fresh graduate universitas syiah kuala. Jurnal Psikogenesis , 6 (1), 54-60.https://academicjournal.yarsi.ac.id
Stoltz. (2000). Adversity quotient: mengubah hambatan menjadi peluang. Jakarta: Grasindo.