ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 19 Okt 2021
Toxic Relationship Mengancam Kesehatan Mental Remaja
Oleh:
Erdina Indrawati
Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I
Kemajuan teknologi yang semakin canggih tidak menutup kemungkinan menggeser norma-norma agamadan adat yang telah tertanam dalam masyarakat, terutama generasi muda yang tenggelam dalam perasaan making love. Remaja terhanyut dengan perasaan yang mengatas namakan cinta. Cinta adalah sebuah perasaan yang dibangun dari kedekatan dan kepedulian. Pandangan cinta sebagai kombinasi yang dirasakan seseorang, pengenalan dan aktivitas pada hubungan yang intim. Rasa cinta sendiri merupakan rasa yang membuat orang yang merasakannya, ingin terus hidup bersama dengan orang yang di cintai, dan membahagiakan orang tersebut. Menurut teori segitiga cinta dari Sternberg yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama yaitu keintiman, gairah dan komitmen (dalam Santrock, 2002).
Keintiman merupakan rasa terikat, lekat dan perasaan dekat pada sebuah hubungan yang romantis. Gairah merupakan dorongan yang kuat untuk hal bercinta yang didukung dengan ketertarikan secara fisik dan seksual. Komitmen merupakan keputusan untuk mencintai dan menetapkan ingin selamanya bersama pasangan hidupnya. Kenyataannya masa remaja bercinta didominasi oleh aspek gairah saja dan kurang memperhatikan komitmen. Pasangan kekasih manusia tak luput dari masalah.
Masalah datang dari berbagai sumber, entah dari luar maupun dari dalam diri, disadari maupun tidak disadari, dan mempengaruhi hubungan seseorang dengan pasangan. Tata pergaulan sepasang remaja di jaman modern ini banyak melanggar norma masyarakat dan sudah tidak sehat sehingga merusak diri sendiri dan membuat hancur di masa depan, hal tersebut merupakan salah satu dampak Toxic relationship . Toxic relationship merupakan salah satu contoh dari bagaimana kemudian sebuah masalah mempengaruhi hubungan seseorang dengan pasangannya.
Menurut Dr. Lilian Glass bahwa toxic relationship diartikan sebagai hubungan antar individu yang tidak saling mendukung, menunjukkan konflik dalam hubungan ketika salah satu orang berusaha untuk merusak pasangannya dilansir dari time.com. Hal tersebut biasanya ditunjukkan oleh adanya persaingan, tidak hormat dan kurangnya kekompakan. Secara singkat bahwa toxic relationship suatu hubungan yang tidak sehat yang dirasanya terjadi pada remaja sebagai pertemanan atau pacar.
Banyak orang terjebak dengan cinta dan kebahagian sesaat dalam menjalin hubungan pertemanan atau pacar. Rasa takut, was-was, kesepian ditinggal pergi orang menjadi alasan seseorang menjalani toxic relationship. Jadi dapat disimpulkan bahwa toxic relationship merupakan gangguan emosional yang diakibatkan oleh ketidaknyamaan diri sendiri terhadap lingkungan diantaranya problem pribadi, problem keluarga, ekonomi dan pacaran. Hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jiwa remaja.
Seperti apa orang yang toxic relationship?
Beberapa tanda orang yang toxic relationship:
1. Tidak menghargai privasi
Sebagai teman sebaiknya tahu batasan-batasan pertemanan dan tidak mencampuri urusan pribadi. Remaja yang toxic sering mencampuri urusan pribadi.
2. Jarang mendengarkan
Remaja yang toxic ingin didengarkan keluh kesahnya, tetapi tidak mau mendengarkan pasangannya. Di sini ego kuat sekali sehingga cuek apa yang sedang terjadi.
3. Kebutuhan dan perasaan diabaikan oleh pasangan
Remaja yang toxic sering mengabaikan perasaan pasangannya, apalagi memperhatikan kebutuhan-kebutuhannya.
4. Cenderung memanfaatkan
Pada saat pasangannya membutuhkan sering menghindar, maunya remaja toxic diperhatikan dan ingin di bantu terus-menerus. Bila tidak dibantu, ia akan marah.
5. Sering mengatur
Remaja toxic tidak mau bila pasangannya bersama orang lain. Dia akan mengatur dengan siapa pasangannya akan berteman. Bila akan bertemu dengan seseorang harus ijin dulu, boleh atau tidak.
6. Curigaan dan cemburu berlebihan
Remaja toxic takut kehilangan pasangannya sehingga dapat memicu dorongan agresi.
7. Perilaku dimotivasi oleh rasa takut, marah, atau bersalah kepada pasangan
Toxic relationship disebabkan oleh sering menyakiti pasangan secara tidak sadar, tidak penuh kasih sayang, terlalu buta tentang cinta, kurangnya pendidikan, kurang percaya diri, tidak memiliki pilihan lain dan pengalaman buruk di masa lalu. Hal ini dapat menimbulkan dampak diantaranya: emosi bahkan dapat merusak mental remaja. Toxic relationship tidak hanya sekedar kehilangan kebahagiaan tetapi juga psikologis. Toxic relationship tidak berujung pada hal yang lebih baik maka hindari hubungan toxic relationship pada masa pacaran untuk kaum remaja, supaya tidak mengganggu kesehatan mental. Menjaga kesehatan mental sama pentingnya seperti menjaga kesehatan fisik.
Keluar dari Toxic relationship memang tidak mudah, namun perlu dicoba yaitu waktu adalah penyembuhan terbaik. Waktu untuk pulih dengan mengistirahatkan pikiran dan tubuh individu. Jadi dengan menggunakan waktu dapat kesempatan untuk introspeksi dan mengenal diri sendiri. Luangkan waktu untuk mengejar minat dan hobi. Lakukan hal-hal yang dulu yang disukai dan mulai nikmati hidup. Hanya diri sendiri yang bisa mengendalikan hidup, jangan menyerahkan kendali di tangan orang lain. Bila mengambil keputusan perlu menggunakan hati, pikiran dan kesadaran dengan sepenuhnya. Jika merasa sulit untuk melewatinya sendirian, dapatkan bantuan dari keluarga dan teman-teman atau penasihat profesional jika diperlukan. Terkadang solusi ada di dalam diri sendiri.
Referensi:
Alhidyah,Vuja Syafrianti, Indrayuda.(2020). Toxic. E-jurnal Indratasik.Vol 8 no 3,Seri C
Santrock, J. W. (2002). Life-span Development Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
(https://time.com/5274206/toxic-relationship-signs-help/).Mengenal toxic relationship dalam relasi pacaran diunggah 28 Agustus 2020