ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 7 April 2021
Menalar Logika Psikis di Balik Viralnya Iklan Emosional
Oleh
Anggun Nadia Fatimah
Division for Applied Social Psychology Research, Universitas Indonesia
Burger King dan Iklan Viral di Media Sosial
Bicara tentang iklan viral di media sosial, sebagian pembaca mungkin sempat menyimak unggahan empatik Burger King pada 3 November 2020 silam. Unggahan tersebut menganjurkan konsumen untuk memesan makanan produksi pesaing dari bisnis bersangkutan sehubungan dengan dampak resesi ekonomi yang menyeruak pasca pandemi. Iklan ini memicu reaksi positif warganet (Viral Food Travel, 2020). Hampir 350 ribu tanda suka, lebih dari 13 ribu komentar, ditambah inisiatif pribadi warganet untu membagikan unggahan tersebut melalui beragam media sosial (Burgerking.id, 2020).
Menurut akademisi Trihadi Purdiawan Erhan, bila diamati sepintas tindakan mempromosikan pesaing nampak kontra produktif secara bisnis. Meski demikian, strategi komunikasi yang ditempuh Burger King ini sukses menarik simpati publik dan memberi citra positif terhadap merek dagangnya di pasaran. Perilaku warganet yang sukarela membagikan unggahan tersebut, potensial meningkatkan kesadaran publik akan merek Burger King (Ekarina, 2020).
Fenomena ini menghadirkan tanda tanya, apa yang sebenarnya terjadi di ruang psikis warganet manakala yang bersangkutan memberikan reaksi positif pada unggahan? Artikel ini ditulis untuk menggambarkan proses psikologis yang terjadi di benak warganet ketika berhadapan dengan iklan-iklan emosional.
Iklan Viral dan Pemasaran Emosional
Iklan Viral Burger King
Sumber: Burger King via https://www.instagram.com
Libert dan Tynski (2013) mengidentifikasi tiga alasan konten menjadi viral, yakni tingginya koefisien viral (total khalayak baru yang dapat diperoleh dengan bantuan seorang khalayak lama), keterkaitan merek dengan stimulus emosional, dan kaitan dengan kebaikan bersama. Viralnya iklan Burger King setidaknya merepresentasikan dua faktor terakhir.
Isu kesehatan, pemutusan hubungan kerja, bisnis yang gulung tikar, sistem pendidikan yang mendadak daring, pembatasan perjalanan, hingga rasa terisolasi diresahkan oleh hampir setiap orang di masa pandemi. Pesan emosional yang Burger King sampaikan, dibangun di atas kesadaran akan permasalahan ini. Keterhubungan isu dengan narasi empatik yang mengutamakan kepentingan orang banyak di atas nilai transaksi sesaat, sukses melejitkan iklan tersebut menjadi viral.
Penggunaan iklan emosional seperti yang diterapkan oleh Burger King, merupakan bentuk dari strategi pemasaran emosional. Menurut Rytel (2010), pemasaran emosional mengutamakan keterikatan emosional dan menempatkannya sebagai fitur andalan dalam stimulasi transaksi. Keterikatan ini dibangun diatas asosiasi iklan dengan nilai dan kebutuhan konteks pasar terbidik.
Tujuannya, tentu menaikkan potensi transaksi dengan terlebih dahulu menstimulasi emosi (Sebastian, 2014). Konsumen yang tersentuh cenderung lebih berkenan melakukan transaksi (Allen et al., 1992; Haley & Baldinger, 2000; Khuong & Tram, 2015). Tidak hanya itu, iklan emosional juga terbukti signifikan membentuk pola pikir pasca pengalaman dan memicu pembelian ulang (Park & Ethorson, 1990).
Dalam
konteks media sosial, respon konsumen terhadap iklan emosional tidak hanya berwujud transaksi, melainkan dapat berupa pemberian tanda suka, komentar, dan sukarela membagikan konten. Semakin besar respon yang diberikan, semakin viral pula konten bersangkutan. Bagi pemasar, viralitas konten ini bernilai besar karena berkorelasi dengan luasnya jangkauan iklan.
Emosi dan Proses Psikologis di Balik Transaksi
Pemasaran emosional meyakini bahwa emosilah yang melatarbelakangi keputusan konsumen. Jika ingin konsumen mengingat produk atau merek, pemasar bersangkutan perlu memikat dan mengikat sisi emosional para konsumen potensial. Acapkali, bentuk emosi yang ingin dipicu tidak kentara jelas. Iklan barang mewah misalnya, pada dasarnya menargetkan pembangkitan emosi berupa rasa berharga, penerimaan diri, dan status sosial di masyarakat. Iklan telepon pintar sementara itu, memicu emosi yang berkaitan dengan keterhubungan, relasi sosial, dan kecenderungan masyarakat untuk berjejaring (Chierotti, 2018).
Asosiasinya yang samar memungkinkan iklan emosional menyentuh alam bawah sadar (Radiant Marketing, 2020). Respon emosi terhadap iklan terbukti lebih kuat pengaruhnya dalam pengambilan keputusan dibandingkan pesan aktual dalam iklan (Murray, 2013). Hal ini menegaskan, ketergugahan psikologis lebih mampu mengarahkan perilaku pembelian dibandingkan informasi logis yang tertera dalam iklan. Individu yang tergugah secara psikis, relatif lebih mudah ditransformasi menjadi konsumen, atau setidaknya menjadi lebih tertarik pada merek, produk, dan layanan yang pemasar tawarkan (Chierotti, 2018).
Secara psikologis, emosi merupakan respon fisiologis terhadap stimulus, internal maupun eksternal. Respon ini bermula di otak dan mempengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang. Emosi membantu otak menentukan nilai relatif dari stimulus yang saling bersaing (Bunke, 2020). Proses ini dapat diperjelas melalui bagan berikut:
Iklan, rekomendasi, ulasan media, product placement dalam film, atau bahkan reaksi warganet di media sosial, pada dasarnya adalah stimulus. Ketika individu berhadapan dengan stimulus bermuatan iklan, otak memunculkan reaksi suka/tidak suka, kagum/benci, dan sejenisnya. Reaksi emosi ini menentukan seberapa besar perhatian akan dialokasikan. Bila suka, individu tersebut dapat memperhatikan lebih seksama. Bila tidak suka, individu tersebut dapat langsung mengalihkan perhatiannya. Setelah emosi memfiltrasi, berulah penalaran logis digunakan, apakah emosi bersangkutan akan ditindaklanjuti dengan transaksi atau tidak.
Andaikata, seorang calon pembeli burger menimbang informasi dari lima merek burger yang berbeda sebelum melakukan transaksi, maka respon emosilah yang menggerakkan otaknya untuk menyeleksi, mana diantara lima produk burger tersebut yang paling sukses menariknya melakukan transaksi. Emosi sebagaimana dijelaskan dalam analogi tersebut, merepresentasikan proses dimana persepsi terhadap rangsangan memungkinkan terbentuknya penilaian kognitif lanjutan (Khuong & Tram, 2015).
Iklan emosional berupaya menghubungkan solusi yang ditawarkan dengan gaya hidup dan sensasi psikologis yang mungkin diperoleh melalui pembelian. Ada lima respon emosi yang cenderung efektif dipicu melalui iklan, yakni rasa takut atau terkejut, kesedihan dan empati, kepercayaan dan kenyamanan, keterhubungan dan kepemilikan, serta naluri kompetitif dan semangat (Radiant Marketing, 2020). Emosi adalah latar bagi respon fisik, perilaku, dan perasaan subjektif individu (Khuong & Tram, 2015). Dengan demikian, tidak mengherankan bila pemasaran emosional menjadi strategi potensial dalam melejitkan viralitas iklan sekaligus meningkatkan volume penjualan.
REFERENSI:
Allen, C. T., Machleit, K. A., & Kleine, S. S. (1992). A Comparison of Attitudes and Emotions as Predictors of Behavior at Diverse Levels of Behavioral Experience. Journal of Consumer Research, 18(3), 493–504. https://doi.org/10.1086/209276
Bunke, J. (2020). Rethinking Emotion in Marketing to Deepen Engagement. Martech Today. https://martechtoday-com.cdn.ampproject.org/v/s/martechtoday.com/rethinking-emotion-in-marketing-to-deepen-engagement-239086/amp?amp_js_v=a6&_gsa=1#referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=From %251%24s&share=https%3A%2F%2Fmartechtoday.com%2Fret
Burgerking.id. (2020). No Title. Instagram. https://www.instagram.com/p/CHIU9IOH3aC/?igshid=5h7vx13d3muq
Chierotti, L. (2018). Harvard Professor Says 95% of Purchasing Decisions Are Subconscious. Www.Inc.Com. https://www.inc.com/logan-chierotti/harvard-professor-says-95-of-purchasing-decisions-are-subconscious.html
Ekarina. (2020). Modus Bisnis Burger King di Balik Pesan Simpatik untuk McDonalds. Katadata.Co.Id. https://katadata.co.id/ekarina/brand/5fa2d4de3fddb/modus-bisnis-burger-king-di-balik-pesan-simpatik-untuk-mcdonalds
Haley, R. I., & Baldinger, A. L. (2000). The ARF Copy Research Validity Project. Journal of Advertising Research, 40(6), 114–135. https://doi.org/10.2501/JAR-40-6-114-135
Khuong, M. N., & Tram, V. N. B. (2015). The Effects of Emotional Marketing on Consumer Product Perception, Brand Awareness and Purchase Decision — A Study in Ho Chi Minh City, Vietnam. Journal of Economics, Business and Management, 3(5), 524–530. https://doi.org/10.7763/joebm.2015.v3.240
Libert, K., & Tynski, K. (2013). Research: The Emotions that Make Marketing Campaigns Go Viral.
Murray, P. N. (2013). How Emotions Influence What We Buy. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/inside-the-consumer-mind/201302/how-emotions-influence-what-we-buy
Park, C., & Ethorson. (1990). Influence on emotional response to commercials different executional styles. In S. Agres, J. A. Edell, & T. M. Dubistsky (Eds.), emotion in advertising: theoretical and practical exploration (pp. 22–26). Quorm Books.
Radiant Marketing. (2020). 5 Effective Emotional Triggers to Engage Your Audience. Radiantmarketing.Com. https://blog.radiantmarketingaz.com/5-effective-emotional-triggers-grab-audience/
Rytel, T. (2010). Emotional marketing concept: The new marketing shift in the postmodern era. Business: Theory and Practice, 11(1), 30–38. https://doi.org/10.3846/btp.2010.04
Sebastian, V. (2014). Neuromarketing and Evaluation of Cognitive and Emotional Responses of Consumers to Marketing Stimuli. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 127, 753–757. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.03.349
Viral Food Travel. (2020). Viral! Burger King Nyuruh Pesan Makanan di McDonald’s? Kumparan.Com. https://kumparan.com/viral-food-travel/viral-burger-king-nyuruh-pesan-makanan-di-mcdonalds-1uWSVNJpgtm