ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 23 Desember 2020
Before You Go
Oleh
Chrysan Gomargana & Sandra Handayani Sutanto
Fakultas Psikologi. Universitas Pelita Harapan
So, before you go
Was there something I could've said
To make your heart beat better?
If only I'd have known you had a storm to weather
So, before you go
Was there something I could've said
To make it all stop hurting?
It kills me how your mind can make you feel so worthless
So, before you go
-Before You Go, by Lewis Capaldi
Ketika membaca lirik lagu ini, yang terbersit di pikiran penulis adalah patah hati yang dirasakan oleh seseorang. Namun jika mencermati dan membaca interpretasi terhadap lagu ini, maka lagu ini diinspirasi dari pengalaman pribadi Lewis yang menjadi penyintas ketika salah seorang anggota keluarganya melakukan bunuh diri. Trauma yang dialami berbekas hingga puluhan tahun (Marota, 2019). Bertepatan pula dengan Hari Penyintas Kehilangan Bunuh Diri, artikel ini akan membahas tentang kondisi kesehatan mental para penyintas kehilangan karena bunuh diri. Perlu diingatkan bahwa kata penyintas dalam artikel ini merujuk pada penyintas kehilangan bunuh diri.
Apa yang dialami oleh penyintas? Mereka mengalami kondisi tidak percaya, kebingungan hingga rasa bersalah yang mendalam, karenasecara garis besar, rasa kehilangan karena bunuh diri merupakan pengalaman yang sangat menyakitkan, yang mungkin semakin diperumit oleh efek stigma atau kurangnya dukungan (Feigelman, Gorman, & Jordan, 2009). Banyak orang yang berduka karena bunuh diri sering menemukan diri mereka terisolasi (Sudak, Maxim, & Carpenter, 2008) atau dihakimi karena mereka menerima komentar-komentar buruk dan juga inconsiderate (Cvinar, 2005). Proses yang mereka alami—sebagai orang yang ditinggalkan juga ibarat jalan buntu karena dihadapkan terlalu banyak hambatan untuk berproses agar pulih, dan kadang berakhir dalam siklus yang menyakitkan.
Kita mungkin tidak sepenuhnya menyadari apa yang terjadi dengan mereka, mungkin mereka tampak baik-baik saja, atau kita merasa bahwa ini bukanlah hal yang berhubungan erat dengan kita, well, that’s where we’re wrong. Kita tidak perlu merasakan sebuah trauma untuk semakin peka dengan kondisi di sekitar kita. Mungkin kita perlu peka dengan kondisi orang lain dan diri kita sendiri. Lalu, hal-hal apa saja yang sebenarnya harus kita sadari tentang perlunya kesehatan mental pada masyarakat kita? Apa yang harus kita lakukan?
Mental Health Awareness: Suicide survivors 101
Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa orang yang berduka karena bunuh diri menghadapi jenis kesedihan yang berbeda. Studi menemukan bahwa mereka mengalami penolakan, rasa malu, dan rasa bersalah, serta stigma yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berduka karena kehilangan (Sveen & Walby, 2008). Penulis akan meringkas beberapa poin yang mungkin menggambarkan apa yang mereka alami.
· Kebutuhan untuk memahami, rasa bersalah, dan rasa bertanggung jawab atas kematian
Sebagian besar penyintas merasakan kebutuhan yang sangat besar untuk memahami mengapa para pelaku bunuh diri membuat keputusan untuk mengakhiri hidupnya (Young et al., 2012). Respon lain yang muncul perasaan bahwa mereka memiliki peran besar dalam tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh pelaku. Mereka seringkali tidak menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang berkontribusi terhadap tindakan tersebut, kemudian mereka akan menyalahkan diri sendiri karena membiarkan 'kecelakaan' itu terjadi (Maple, Edwards, Plummer, & Minichiello, 2010), hal ini menyebabkan penyintas tersebut lebih mudah terjerat dalam menyalahkan diri sendiri (Cvinar, 2005).
· Penolakan, perasaan ditinggalkan, dan kemarahan
Mereka mungkin merasa ditolak dan ditinggalkan oleh almarhum karena mereka memandang tindakan bunuh diri sebagai tindakan meninggalkan dan memilih untuk melepaskan orang yang mereka cintai (Young et al., 2012). Mereka bahkan mungkin merasa marah pada diri sendiri karena tidak mampu melakukan apapun, atau karena merasa marah (Young et al., 2012).
· Risiko Stigma, Trauma, dan Bunuh Diri
Beberapa penyintas beralih ke faktor dukungan dari agama atau kepercayaan tertentu untuk mengatasi trauma mereka, tetapi beberapa agama dengan tegas melarang ritual berduka bagi mereka yang berduka karena bunuh diri. Secara umum, masyarakat menganggap bunuh diri sebagai topik yang tidak nyaman untuk dibicarakan. Rasa kehilangan yang luar biasa, dan trauma, juga akhirnya menyebabkan mereka cenderung memiliki pikiran untuk bunuh diri, berencana untuk bunuh diri dan melakukan percobaan bunuh diri sendiri (Crossby & Sacks, 2002).
What Might Help: Membantu Anda, diri Anda sendiri, atau seseorang yang telah berduka
Setelah mendapatkan gambaran mengenai proses yang terjadi pada penyintas, apa yang bisa kita lakukan? Berikut beberapa saran yang dapat diaplikasikan
· Kerabat atau teman:
Jika Anda dalam posisi sebagai sahabat atau teman, maka Anda bisa memberikan dukungan kepada orang yang berduka karena bunuh diri, tanpa unsur stigma dan penilaian:
o Kunci yang paling penting adalah membiarkan mereka berbicara saat mereka siap. Pastikan Anda mendengarkan tanpa membuat penilaian apa pun da bahwa Anda akan ada untuk mereka juga akan sangat membantu, karena hal ini akan membuat mereka tidak merasa terisolasi atau dihakimi (Mcdaid, Trowman, Golder, Hawton, & Sowden, 2009).
o Dukungan seperti menawarkan untuk belanja keperluan sehari-hari, tawaran mengantar anak mereka ke sekolah, atau dukungan praktis Anda dalam mendampingi semua proses akan sangat membantu (Internasional Suicide Prevention Alliance, 2015).
• Sebagai penyintas, Anda perlu melewati dan menghadapi masa depan sebagai individu yang berduka karena bunuh diri:
o Anda berhak untuk merasa sedih, marah, bingung, dll. Identifikasi perasaan dan pikiran Anda: Anda mungkin akan memiliki perasaan dan pikiran yang campur aduk, jadi berikut adalah daftar emosi yang mungkin Anda rasakan untuk membantu Anda mengidentifikasi (Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial, 2015).
· Membuat atau mengembangkan semacam kenangan:
o Wajar untuk mengingat hal-hal yang pernah Anda lakukan bersama dengan mereka sebelumnya, dan tidak ada salahnya untuk terus melakukan aktivitas tersebut atau sekadar mencari cara untuk membuat 'tanda' sederhana seperti membuat lagu atau tulisan, dll. (Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial, 2015).
· Dukungan Tambahan
o Bergabunglah dengan kelompok dukungan social yang berisikan orang-orang yang juga berduka karena kehilangan yang disebabkan oleh bunuh diri. Membaca buku yang berisi kata-kata atau pengalaman mereka juga dapat membantu (Cerel, Padgett, Conwell, & Reed, 2009). Dukungan profesional juga akan mampu memberikan pendekatan integratif berdasarkan kebutuhan, sumber daya, dan ketersediaan perawatan Anda.
Akhir kata, berduka karena bunuh diri memang dideskripsikan sebagai 'grief with the volume up’, inilah saatnya bagi kita untuk menghentikan stigma dan penilaian negatif terhadap bunuh diri dan mereka yang ditinggalkan. Banyak dari mereka yang berjuang hanya untuk memulai hari baru tanpa rasa penyesalan, menyelubungi diri mereka dalam keheningan. Inilah saatnya kita mulai peduli dan benar-benar memahami apa yang terjadi dengan mereka yang ditinggalkan.
Bagi para penyintas, artikel ini hanya dapat mencoba menjelaskan sebagian dari apa yang Anda alami, ingatlah bahwa Anda tidak pernah sendirian. Anda mungkin menemukan bahwa selama berhari-hari, yang ada dalam pikiran Anda hanyalah kehilangan yang Anda alami, tetapi suatu hari, Anda akan menemukan bahwa there are spaces for others – new plans, new hope.
Grief is like the ocean:
It comes on waves ebbing and flowing
Sometimes the water is calm
And sometimes it is overwhelming.
All we can do is learn to swim
-Vicki Harrison
Referensi:
Cerel, J., Padgett, J. H., Conwell, Y., & Reed, G. A. (2009). A call for research: the need to better understand the impact of support groups for suicide survivors. Suicide & life-threatening behavior, 39(3), 269–281. https://doi.org/10.1521/suli.2009.39.3.269
Crosby, A. E., & Sacks, J. J. (2002). Exposure to suicide: incidence and association with suicidal ideation and behavior: United States, 1994. Suicide & life-threatening behavior, 32(3), 321–328. https://doi.org/10.1521/suli.32.3.321.22170
Cvinar J. G. (2005). Do suicide survivors suffer social stigma: a review of the literature. Perspectives in psychiatric care, 41(1), 14–21. https://doi.org/10.1111/j.0031-5990.2005.00004.x
Feigelman, W., Gorman, B. S., & Jordan, J. R. (2009). Stigmatization and suicide bereavement. Death studies, 33(7), 591–608. https://doi.org/10.1080/07481180902979973
Maple, M., Edwards, H., Plummer, D., & Minichiello, V. (2010). Silenced voices: hearing the stories of parents bereaved through the suicide death of a young adult child. Health & social care in the community, 18(3), 241–248. https://doi.org/10.1111/j.1365-2524.2009.00886.x
Marotta, A. (2019, November 20). Before you go : The family tragedy that inspired Lewis Capaldi’s new single. ABC News Radio. Retrieved from : http://abcnewsradioonline.com/music-news/2019/11/20/before-you-go-the-family-tragedy-that-inspired-lewis-capaldi.html
Michdaud-Dumont, G., Lapierre, S., & Viau-Quesnel, C. (2020). The experience of adults bereaved by the suicide of close elderly relative: A qualitative pilot study. Frontiers in Psychology, 11, 2331. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.538678
Sudak, H., Maxim, K., & Carpenter, M. (2008). Suicide and stigma: a review of the literature and personal reflections. Academic psychiatry: the journal of the American Association of Directors of Psychiatric Residency Training and the Association for Academic Psychiatry, 32(2), 136–142. https://doi.org/10.1176/appi.ap.32.2.136
Sveen, C. A., & Walby, F. A. (2008). Suicide survivors' mental health and grief reactions: a systematic review of controlled studies. Suicide & life-threatening behavior, 38(1), 13–29. https://doi.org/10.1521/suli.2008.38.1.13
Young, I., Iglewicz, A., Glorioso, D., Lanouette, N., Seay, K., Ilapakurti, M., & Zisook, S. (2012). Suicide bereavement and complicated grief. Dialogues in clinical neuroscience, 14(2), 177–186. https://doi.org/10.31887/DCNS.2012.14.2/iyoung