ISSN 2477-1686

Vol. 6 No. 17 September 2020

Kunci Kebahagiaan

 

Oleh

Sandra Handayani Sutanto

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Apa yang menjadi tujuan akhir hidup seseorang? Kekayaan yang begitu banyak? Terkenal di seantero dunia? Pencapaian karir hingga jenjang tertinggi? Dan apakah semua hal yang akan didapat itu akhirnya membuat seseorang berbahagia dalam hidupnya?

 

Studi Longitudinal Harvard

Pertanyaan ini menjadi awal dari sebuah studi panjang yang dilakukan oleh Harvard Study of Adult Development. Studi ini dilakukan selama 75 tahun dengan memberikan pertanyaan mengenai kehidupan kepada remaja sejak tahun 1930 hingga saat ini. Saat publikasi ini diterbitkan pada tahun 2015, 60 responden penelitian masih memberikan data yang diperlukan peneliti dalam studi ini setiap dua tahun sekali. Hasil dari studi ini membuktikan bahwa relasi yang baik akan membuat individu menjadi lebih bahagia dan lebih sehat (Waldinger, 2016). Konteks dari relasi sosial yang dimaksud adalah dengan keluarga, teman, maupun komunitas.

Degges-White (2019) juga menyatakan bahwa koneksi sosial yang kita miliki memberikan makna bagi hidup kita, atau dengan kata lain hidup kita dibangun berdasarkan hubungan yang kita ciptakan. Relasi sosial dalam bentuk dukungan sosial, perasaan sense of belonging, pentingnya kehadiran kita di mata orang lain menjadi prediktor kebahagiaan, dibandingkan dengan jumlah uang yang kita miliki dalam rekening bank.

 

Relasi yang baik

Studi dari Waldinger (2016) menghasilkan tiga bahasan mengenai relasi yang baik sebagai penentu kebahagiaan, yaitu :

1.    Koneksi sosial menjadi hal yang baik bagi individu, sedangkan kesepian yang dialami seseorang akan mengurangi kebahagiaan. Koneksi sosial dengan orang lain akan membuat individu lebih bahagia, secara fisik juga lebih prima dan lebih berumur panjang. Jika seseorang mengalami kesepian dan terisolasi, maka fungsi otak dan kesehatan fisiknya akan menurun lebih cepat dibandingkan dengan individu yang tidak merasa kesepian.

2.    Kualitas dari sebuah hubungan menjadi hal yang penting. Ketika pasangan suami istri lebih sering terlibat konflik, maka hal ini menjadi faktor yang mengancam kesehatan fisik mereka. Sebaliknya, kepuasan dalam sebuah hubungan bisa menjadi faktor protektif bagi kesehatan. Pada studi tersebut dibuktikan bahwa kualitas hubungan yang diukur pada saat usia 50 tahun bisa memprediksi kebahagiaan yang dirasakan pada usia 80 tahun.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh Waldinger dan Schulz (2010) menemukan bahwa kepuasan pernikahan dan waktu yang dihabiskan dengan pasangan merupakan moderator antara kesehatan fisik yang prima dengan kebahagiaan. Semakin puas pernikahan, maka akan semakin bahagia di kemudian hari.

3.    Relasi yang baik akan memproteksi kerja otak. Sebuah hubungan yang baik, dengan para individu yang terlibat di dalamnya bisa saling mengandalkan, maka hal tersebut akan membantu ingatan untuk bertahan lebih lama.

 

Apa yang harus dilakukan?

Setelah mengetahui bahwa kunci kebahagiaan adalah hubungan yang baik, lalu apa yang harus dilakukan? Lyubomirsky (dalam Compton & Hoffman, 2013) merekomendasikan beberapa kegiatan yang bisa dilakukan untuk memperoleh kebahagiaan, salah satunya dengan memelihara hubungan. Waldinger juga memberikan beberapa saran yang bisa dipraktekan untuk meningkatkan kebahagiaan :

1.    Mengganti waktu yang digunakan untuk monitor time, misalnya menonton youtube atau chat di media sosial dengan menghabiskan waktu dengan orang tertentu (secara riil).

2.    Melakukan kegiatan bersama beberapa orang atau kelompok juga bisa memperat sebuah relasi, misalnya berolahraga bersama, kegiatan outing.

3.    Menjangkau anggota keluarga yang sudah lama tidak ditemui juga bisa meningkatkan atau memperbaiki sebuah hubungan

 

Setelah mengetahui saran yang bisa kita praktekan, yuk kita berusaha memelihara relasi sosial dengan baik agar menjadi bahagia.

 

Understand that happiness is not based on possessions, power or prestige, but on relationship with people you love and respect.

-Jackson Brown

 

 

 

Referensi:

Degges-White, S. (2019, May 03). The secret to happiness is healthy relationship. Psychology Today. Diunduh dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/lifetime-connections/201905/the-secret-happiness-is-healthy-relationships

Compton, W.C., & Hoffman, E. (2013). Positive psychology : The science of happiness and flourishing (2nd ed.). Belmont, CA : Wadsworth Cengage Learning.

Waldinger, R. (2016, Jan 26). What makes a good life. Lessons from the Longest Study on Happiness. TED Diunduh dari https://www.youtube.com/watch?v=8KkKuTCFvzI

Waldinger, R. J., & Schulz, M. S. (2010). What’s love got to do with it? Social functioning, perceived health, and daily happiness in married octogenarians. Psychology and Aging, 25(2), 422.