ISSN 2477-1686

Vol. 6 No. 17 September 2020

Kreativitas: Kunci Bagi Masa Depan Generasi Muda

 

Oleh

Helsa

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Sejak tahun 2011, Indonesia telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 atau yang lebih dikenal sebagai revolusi industri keempat. Periode yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi ini memberikan kesempatan besar bagi negara dan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, serta efisiensi dan pertumbuhan (Agarwal et al., 2019). Hal ini menandakan perkembangan teknologi secara perlahan dapat menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang saat ini dilakukan manusia, khususnya pekerjaan berulang yang tidak membutuhkan keterampilan khusus. Sebagai contoh, beberapa gerai makanan atau minuman sudah mulai mengubah proses pemesanan dengan mengganti tenaga manusia  menjadi self-ordering kiosk, sehingga restoran tidak perlu merekrut karyawan yang khusus menerima pesanan pelanggan (Rensi, 2018).

 

Adanya otomasi ini tentu berdampak pada pengurangan tenaga kerja manusia sejak beberapa tahun terakhir. Misalnya, Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan Indonesia mencatat ada 50.000 karyawan bank yang diberhentikan karena diganti dengan mesin (Franedya, 2019). Pistrui (2018) mengungkapkan bahwa 95 persen akuntan diperkirakan akan semakin sulit mendapatkan pekerjaan dalam beberapa tahun ke depan karena adanya otomasi ini. Sementara, McKinsey Global Institute memperkirakan 14 persen tenaga kerja perlu mencari perlu mengubah pekerjaan mereka atau mengasah kemampuan baru karena adanya otomasi dan artificial intelligence di tahun 2030 (Agrawal, Smet, Lacroix, & Reich, 2020). Di Indonesia, persentase ini mungkin akan lebih besar mengingat tenaga kerja yang melakukan pekerjaan teknikal cukup banyak, seperti para pekerja di bidang manufaktur dan produksi.

 

Ditambah lagi, terjadinya pandemi COVID-19 juga berdampak besar terhadap sektor perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah melebihi 6 juta karyawan per awal Juli 2020 (Pradana, 2020). Mereka yang dirumahkan oleh perusahaan perlu untuk tetap bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup di tengah situasi yang sulit ini. Dengan demikian, adanya era Revolusi Industri 4.0 dan pandemi COVID-19 memberikan tantangan kepada masyarakat untuk dapat menciptakan peluang-peluang baru bagi diri sendiri agar tetap bisa bekerja dan bersaing dalam meniti karirnya dan memenuhi kebutuhan hidup.

 

Kreativitas sebagai Jawaban

Pistrui (2018) menekankan bahwa semakin teknikal suatu pekerjaan, maka semakin besar peluang bagi pekerjaan tersebut digantikan oleh teknologi. Di sisi lain, pekerjaan yang membutuhkan kemampuan berpikir kreatif lebih sulit diotomasi. Laporan McKinsey Global Institute (dalam Pistrui, 2018) mengungkapkan bahwa aktivitas yang paling sulit digantikan oleh teknologi adalah pekerjaan yang membutuhkan kemampuan pengambilan keputusan, perencanaan, atau pekerjaan kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan penting untuk dimiliki individu dalam menghadapi tantangan (Allen, 2012). Individu yang kreatif mampu untuk melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, sehingga bisa menemukan solusi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Individu yang kreatif juga lebih mampu melihat peluang-peluang baru, sehingga bisa menghasilkan karya yang inovatif seperti yang dibutuhkan di zaman ini. Maka dari itu, anak-anak perlu distimulasi sejak dini untuk mengembangkan kreativitasnya.

 

Tantangan Besar Pendidikan Indonesia

Nyatanya, budaya mengajar yang menjadikan pendidik sebagai sumber pengetahuan masih sangat melekat dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu tantangan besar yang bisa menghambat perkembangan kreativitas anak. Anak terbiasa untuk menunggu stimulus dari tenaga pengajar, berupa pemberian materi atau pertanyaan, baru kemudian memberikan respon. Metode pembelajaran seperti ini kurang memberikan peluang bagi anak untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan ide atau pendapat pribadi, karena semua jawaban tentang pengetahuan seakan-akan hanya dimiliki pendidik (Kaufman & Sternberg, 2010).

 

Selain itu, pembelajaran yang berfokus terhadap pencapaian nilai juga dapat menghambat kreativitas. Anak hanya bertujuan untuk mengejar prestasi, sehingga mereka terbiasa untuk menghafal materi tanpa sepenuhnya memahami lebih dalam (Kaufman & Sternberg, 2010; Sawyer, 2012). Padahal, anak perlu membangun pengetahuannya melalui eksplorasi dan berargumentasi, sehingga memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan memahami relevansinya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Langkah Konkrit untuk Mengembangkan Kreativitas Anak

Setiap individu sejatinya memiliki kemampuan untuk menjadi kreatif. Akan tetapi, pertanyaannya adalah sejauh mana kreativitas ini diasah terus menerus dalam proses perkembangannya. Sekolah dan keluarga sebagai lingkungan terdekat anak berperan penting untuk menstimulasi kreativitas anak.

 

Kaufman dan Sternberg (2010) mengungkapkan beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mulai mengasah kreativitas anak sejak dini:

·         Memberikan waktu bermain yang cukup untuk anak.  Bermain pura-pura (pretend play) melibatkan imajinasi, pemecahan masalah, dan memfasilitasi pengekspresian emosi. Ketiga hal ini penting dalam mengembangkan divergent thinking, yaitu cara berpikir yang menghasilkan banyak opsi/ide/solusi, yang erat kaitannya dengan kreativitas.

·         Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak untuk mengekspresikan ide-ide uniknya. Ide atau pendapat berbeda dari anak seringkali dianggap sebagai perilaku membangkang. Padahal, anak sebenarnya sedang mengembangkan pemikiran kreatifnya.

·         Mendorong anak untuk mengekspresikan perasaannya. Ketika anak terbiasa untuk mengekang atau menekan perasaannya (represi), maka hal ini juga dapat menghambat kreativitasnya.

·         Mendorong dan membimbing anak untuk mandiri dalam menyelesaikan masalahnya. Anak perlu berlatih untuk menemukan solusi-solusi bagi permasalahannya.

 

Bagi pendidik, beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk mengasah kreativitas anak antara lain (Kaufman & Sternberg, 2010; Sawyer, 2012):

·         Mengembangkan atmosfer yang menghargai pertanyaan, pendapat, atau ide unik di kelas.

·         Mengembangkan atmosfer yang aman bagi anak bila memberikan jawaban atau pendapat yang salah di kelas.

·         Memberikan peluang anak untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, misalnya memberikan contoh kasus atau situasi konkrit, lalu menanyakan pendapat anak tentang kasus atau situasi tersebut.

·         Dalam memberikan soal kuis atau ujian, berikan pertanyaan-pertanyaan yang mengasah kemampuan berpikir kreatif. Misalnya pertanyaan yang dapat memiliki lebih dari satu respon atau jawaban.

·         Mendorong anak untuk membahas materi atau kasus dari sudut pandang yang berbeda

 

Langkah-langkah di atas juga sangat mungkin dilakukan pendidik di masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini dengan menggunakan online platform yang ada. Namun, hal yang paling utama dari poin-poin di atas adalah bagaimana orang tua dan pendidik bisa mengapresiasi bentuk-bentuk kreativitas sederhana yang dilakukan anak. Dari lingkungan terkecil anak, kita bisa mulai mengasah kreativitas mereka, namun tentu juga perlu campur tangan pemerintah sebagai pemangku kebijakan bagi pendidikan bangsa.

 

Children are naturally creative. It is our job to give them the freedom, materials, and spaces to let their creativity blossom to its full potential

-Jean Vant Hul-

 

 

Referensi:

 

Agrawal, S., Smet, A.D., Lacroix, S., & Reich, A. (2020, May 7). To emerge stronger from the COVID-19 crisis, companies should start reskilling their workforces now. Retrieved July 10, 2020 from https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/to-emerge-stronger-from-the-covid-19-crisis-companies-should-start-reskilling-their-workforces-now#

Agarwal, V., Chui, M., Das, K., Lath, V., & Wibowo, P. (2020, May 7). Automation and the future of work in Indonesia. Retrieved July 9, 2020 from https://www.mckinsey.com/featured-insights/asia-pacific/automation-and-the-future-of-work-in-indonesia

Allen, K.R. (2012). Launching new ventures: An entrepreneurial approach. USA: Cengage Learning

Franedya, R. (2019, January 17). Mengenal revolusi industri 4.0 yang ciptakan tsunami PHK. CNBC. Retrieved July 9, 2020 from https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190117164915-37-51192/mengenal-revolusi-industri-40-yang-ciptakan-tsunami-phk  

Kaufman, J.C. & Sternberg, R.J. (2010). The Cambridge handbook of creativity. New York: Cambridge University Press

Pistrui, J. (2018, January 18). The future of human work is imagination, creativity, and strategy. Retrieved July 10, 2020 from https://hbr.org/2018/01/the-future-of-human-work-is-imagination-creativity-and-strategy

Pradana, R.S. (Ed). (2020, July 4). Dampak covid-19 ini 5 provinsi dengan jumlah PHK terbanyak. Retrieved July 10, 2020, from https://ekonomi.bisnis.com/read/20200704/12/1261583/dampak-covid-19-ini-5-provinsi-dengan-jumlah-phk-terbanyak

Rensi, E. (2018, July 11). McDonald's Says Goodbye Cashiers, Hello Kiosks. Retrieved July 10, 2020, from https://www.forbes.com/sites/edrensi/2018/07/11/mcdonalds-says-goodbye-cashiers-hello-kiosks/

Sawyer, R.K. (2012). Explaining creativity: The science of human innovation. New York: Oxford University Press, Inc.