ISSN 2477-1686
Vol. 6 No. 13 Juli 2020
Prasangka Frozen 2 dan Kecemasan akan Outgroup
Oleh
Dicky Sugianto1, Eko A. Meinarno2
Fakultas Psikologi
1 Universitas Pelita Harapan
2 Universitas Indonesia
Film animasi Frozen yang diproduksi oleh Walt Disney Pictures merupakan salah satu film animasi yang sukses karena kisahnya yang menarik, animasi yang indah, dan musik yang menyentuh hati. Sebagaimana film animasi terbitan Disney lain yang menampilkan kisah mengenai putri kerajaan, Frozen berhasil menarik hati banyak anak-anak perempuan maupun orang dewasa. Kesuksesan Frozen yang dirilis pada tahun 2013 memicu banyaknya diskusi mengenai film ini dan juga penantian dari pada penggemarnya anak sekuel filmnya. Akhirnya, pada tahun 2019, Walt Disney Pictures mengumumkan penayangan Frozen 2 di akhir tahun.
Rencana penayangan Frozen 2 ternyata memicu banyak reaksi di kalangan warganet. Kesuksesan Frozen di tahun 2013 menimbulkan spekulasi di internet (yang tidak diketahui sumbernya) bahwa Elsa, tokoh utama Frozen, merupakan seorang lesbian. Spekulasi ini muncul karena Elsa merupakan tokoh putri Disney yang tidak diceritakan berpasangan dengan pangeran (Walsh, 2019). Desas-desus Elsa akan mendapatkan pasangan perempuan di Frozen 2 juga banyak bermunculan di internet. Adanya isu ini membuat warganet Indonesia tampaknya resah. Munculnya karakter lesbian di film anak-anak ini agaknya membuat para orangtua cemas (Dwinanda, 2019). Ketika akhirnya Frozen 2 ditayangkan, ternyata tidak ada tema mengenai relasi lesbian yang muncul sepanjang film. Spekulasi dan kecemasan yang sebelumnya beredar tidak terbukti.
Apa yang Terjadi?
Respons warganet Indonesia terhadap desas-desus adanya tema homoseksualitas dalam Frozen 2 menunjukkan adanya kecemasan terhadap outgroup. Prasangka, stereotip, dan stigma terkait homoseksualitas membuat kelompok non-heteroseksual dianggap sebagai outgroup yang mengancam oleh masyarakat Indonesia (Tjipto, Mayawati, & Bernardo, 2019) yang menimbulkan kecemasan. Salah satu bentuk reaksi yang muncul dari perasaan takut dan cemas ini adalah respons defensif terhadap berita tidak benar yang ada di internet, misalnya dengan menghindari menonton Frozen 2 karena takut anak “terpapar LGBT.”
Persepsi ancaman dari outgroup juga dapat membuat orang-orang dalam ingroup mudah memercayai berita tidak benar terkait outgroup yang sesuai dengan prasangka yang dimiliki terkait outgroup. Informasi tidak benar terhadap outgroup tetapi sesuai dengan prasangka yang dimiliki ingroup dapat menghalangi analisis kritis orang-orang dalam ingroup (Stephan, 2014). Berita buruk atau gosip terkait Frozen 2 mudah beredar di kalangan warganet karena sesuatu yang dianggap buruk cenderung disukai oleh masyarakat daripada sesuatu yang biasa (Meinarno, Bagaskara, & Rosalina, 2011). Praduga Frozen 2 memiliki tema homoseksualitas salah satunya muncul karena Elsa merupakan tokoh putri produksi Disney yang diceritakan tidak berpasangan dengan pangeran (Walsh, 2019).
Ketika kita mengamati tokoh produksi Disney yang lain, Elsa bukanlah satu-satunya tokoh Disney yang tanpa pasangan. Gepetto, ayah Pinocchio, atau Maleficent versi kartun adalah tokoh yang juga tidak berpasangan. Namun, Gepetto maupun Maleficent tidak mengalami pemberitaan buruk oleh warganet. Hal ini menunjukkan adanya pemikiran analisis kritis warganet yang terhalang ketika menerima berita tidak benar mengenai Elsa yang akhirnya memunculkan perasaan terancam.
Penutup
Kejadian ini dapat menjadi refleksi juga bagi kita ketika kita memiliki prasangka terhadap outgroup. Ketika Frozen 2 tayang dan ternyata prasangka tersebut tidak terbukti, kecemasan orang-orang mereda karena apa yang mereka pikirkan ternyata tidak benar adanya. Di kemudian hari, mungkin ada prasangka mengenai produk atau hal lain yang muncul karena prasangka terhadap outgroup. Mungkin, kita diajak untuk diam sejenak dan memeriksa realita apakah kecemasan kita itu benar adanya (O’Donnell, Neumann, Duffy, & Paolini, 2019). Dengan demikian, kita bisa terhindar dari melemparkan prasangka yang sebenarnya tidak sesuai dengan realita, apalagi percaya pada spekulasi yang belum tentu benar.
“Prejudice is a great time saver.
You can form opinions without having to get the facts.”
– E. B. White
Referensi:
Dwinanda, R. (2019, November 18). Diterpa isu LGBT, Frozen II jawab aneka misteri tentang Elsa. Republika. https://republika.co.id/berita/q15tzs414/diterpa-isu-lgbt-emfrozen-iiem-jawab-aneka-misteri-tentang-elsa.
Herek, G. M. (2009). Sexual prejudice. Intergroup threat theory. In T. D. Nelson (Ed.). Handbook of prejudice, sterotyping, and discrimination (pp. 441-467). New York, NY: Psychology Press.
Meinarno, E. A., Bagaskara, S., & Rosalina, M. P. K. (2011). Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial? Jurnal Psikologi: PITUTUR, 1(2), 78-85.
O’Donnell, A. W., Neumann, D. L., Duffy, A. L., & Paolini, S. (2019). Learning to fear outgroups: An associative learning explanation for the development and reduction of intergroup anxiety. Social and Personality Psychology Compass. doi: 10.1111/spc3.12442.
Stephan, W. G. (2014). Intergroup anxiety: theory, research, and practice. Personality and Social Psychology Review. doi: 10.1177/1088868314530518.
Tjipto, S. Mayawati, E. H., & Bernardo, A. B. (2019). Perceived threat of homosexuals in Indonesia: Construct, measurement, and correlates. Makara Hubs-Asia, 23(2), 181-193. Doi: 10.7454/hubs.asia.1111219.
Walsh, S. (2019, November 22). Does Elsa get a girlfriend in Frozen 2? What to know about her relationship status in the sequel. Elle. https://www.elle.com/culture/movies-tv/a29875412/does-elsa-get-a-girlfriend-frozen-2/.