ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 11 Mei 2020

Mindful Parenting

Oleh

Anindya Dewi Paramita

Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila

 

Menjadi orang tua bukanlah merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Mengasuh anak (parenting) merupakan sebuah kegiatan, atau dapat dikatakan sebagai tugas, yang sangat rumit, melelahkan, penuh dengan tanggung jawab, dan tidak mendapatkan upah atau penghargaan secara materi. Meskipun demikian, para orang tua tetap melakukan tugas tersebut dengan penuh dedikasi, sepenuh hati, dan dengan kasih sayang yang tulus.  Oleh karena itu, orang tua juga perlu memiliki strategi untuk dapat melakukan tugas-tugasnya yang menantang tersebut dengan optimal dalam kondisi yang juga sehat secara mental.

 

Orang tua pasti ingin menjadi yang terbaik untuk anak agar dapat memberikan segala yang terbaik pula bagi anak mereka. Terkadang keinginan atau tuntutan kepada diri sendiri inilah yang kemudian berkembang menjadi sumber stres bagi orang tua sendiri. Ketika orang tua berupaya untuk mengasuh dan mengurus anak sekaligus mengelola keluarganya, serta menyeimbangkannya dengan kehidupan pekerjaan yang dilakukan setiap harinya, terkadang orang tua lupa untuk mengurus dirinya sendiri dengan baik yang dapat menyebabkan perubahan perilaku seperti lebih mudah marah, merasa kurang baik, hingga masalah psikologis yang lebih serius seperti depresi (Bogels & Restifo, 2014).

 

Ketika kondisi tersebut sudah terjadi, otomatis kualitas pengasuhan terhadap anak akan menjadi terpengaruh. Telah ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa kualitas kesehatan mental orang tua berpengaruh terhadap pengasuhan yang mereka berikan terhadap anak mereka, seperti anak dari orang tua yang memiliki riwayat gangguan kecemasan cenderung menunjukkan gejala gangguan kecemasan (Duncan, 2007).

 

Mindfulness

Mindfulness merupakan terjemahan dari kata ‘sati’ yang berarti kesadaran (awareness), perhatian (attention), dan mengingat (remembering/intention), yang pada akhirnya diterjemahkan sebagai proses mengaktifkan perhatian dan kesadaran pada setiap kegiatan yang dilakukan (moment-to-moment experience) (Kabat-Zinn, dalam Bishop, dkk., 2004). Proses ini membuat kita lebih sadar dan tanggap pada konteks dan perspektif setiap tindakan kita dan membuat kita benar-benar hadir dalam situasi saat ini, tanpa memikirkan hal yang lain. Langer & Moldoveanu (2000) memaparkan bahwa ketika seseorang dalam kondisi mindful, maka ia akan memiliki sensitivitas yang lebih baik terhadap lingkungan ia berada, lebih terbuka terhadap informasi baru, memiliki kemampuan untuk menciptakan kategori-kategori baru dalam pemahaman, serta meningkatkan kesadaran untuk bisa melihat dari lebih banyak sudut pandang ketika menyelesaikan masalah. Dalam psikologi, mindfulness dapat didefinisikan sebagai sebuah pendekatan untuk meningkatkan kesadaran (awareness) dan terampil dalam merespon proses mental yang terjadi yang berkontribusi mengurangi distres emosional dan perilaku maladaptif (Bishop, dkk., 2004).

 

Menurut Baer, dkk., (2006 dalam Duncan, Coatsworth, & Greenberg, 2009), kondisi mindfulness ditandai dengan adanya lima keterampilan, yaitu bertindak dengan penuh kesadaran, melakukan pengamatan mendalam, menjelaskan, tidak reaktif terhadap pengalaman yang terjadi pada diri sendiri, serta tidak menilai pengalaman secara terburu-buru. Berdasarkan penelitian Heppner dan Kernis (2007, dalam Duncan, Coatsworth, & Greenberg, 2009), seseorang yang lebih mindful dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang penuh ancaman dan permasalahan cenderung menampilkan amarah yang lebih rendah intensitasnya serta melaporkan bahwa jauh lebih tidak memiliki hasrat untuk membalas secara negatif.

 

Mindful Parenting

Sejak istilah ini populer, banyak tokoh yang mulai mengembangkan pendekatan mindfulness ini ke dalam bentuk intervensi psikologis. Sebagian besar penelitian telah membuktikan bahwa intervensi berbasis mindfulness mampu mengurangi gejala psikopatologi, meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan meningkatkan respon coping terhadap stres menjadi lebih adaptif (Duncan, 2007). Pendekatan ini kemudian juga dikembangkan dalam konteks pengasuhan anak. Untuk bisa mindful, orang tua diharapkan mampu dan bersedia untuk membuat penilaian terhadap segala situasi hanya berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan selama berinteraksi dengan anak, sehingga respon orang tua menjadi relevan dengan apa yang dilakukan dan dikatakan oleh anak (Bluth & Wahler, 2011).

 

Sumber stres orang tua setiap harinya beragam, dimulai dari hal-hal seperti kenaikan harga bahan pangan, masalah di tempat kerja, perbedaan pendapat dengan pasangan, hingga ketidaksesuaian antara perilaku yang ditunjukkan oleh anak dengan harapan orang tua sendiri. Bila masalah yang membuat orang tua menjadi “keras” kepada anak adalah hal terakhir, maka orang tua masih punya alasan untuk menegur anak mereka. Sayangnya, terkadang teguran tersebut disampaikan melebihi apa yang terjadi sebenarnya, yang merupakan imbas dari stresor lain yang turut memengaruhi kondisi emosi orang tua. Hal ini kemudian berakibat orang tua menjadi lebih sering marah, lebih galak, dan anak menjadi lebih tidak bahagia dalam keluarga tersebut.

 

Melalui pendekatan mindful parenting, orang tua diajak dan diajarkan untuk berupaya mengarahkan fokusnya hanya terhadap apa yang dilakukan oleh anak. Dengan menerapkan prinsip mindfulness, orang tua akan mampu mengontrol kesadaran mereka untuk hanya fokus pada interaksi antara orang tua dan anak (Duncan, Coatsworth, & Greenberg, 2009). Hal ini tentu saja akan berdampak orang tua menjadi lebih tanggap terhadap kebutuhan anak dan mampu memberikan apa yang anak butuhkan.

 

Orang tua juga akan belajar untuk meregulasi diri mereka selama proses pengasuhan dan membuat orang tua akan lebih bijak dalam menentukan tindakan yang akan diambil dalam penerapan prinsip pengasuhan anak. Ketika orang tua mampu lebih tenang dan mengontrol dirinya dengan lebih baik, pada akhirnya mereka akan memiliki hubungan dengan kualitas yang lebih baik dengan anak serta lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan siklus perilaku maladaptif dalam pengasuhan.

 

Bila menghubungkan dengan skema pengasuhan yang diusung oleh Baumrind (1989), ketika orang tua lebih mindful dalam berinteraksi dengan anaknya maka akan terbentuk atmosfer keluarga yang lebih penuh kepercayaan antar satu sama lain, lebih terbuka, dan lebih hangat yang pada akhirnya dapat berdampak meningkatkan perkembangan psikososial yang lebih sehat dan adaptif pada anak.

 

Duncan, Coatsworth, & Greenberg (2009) mencoba untuk mengelaborasi kelima dimensi mindfulness ke dalam praktik pengasuhan. Pertama, orang tua dianggap perlu untuk mendengarkan anak dengan penuh perhatian. Selain meningkatkan kemampuan komunikasi antara orang tua dan anak, orang tua juga akan lebih dapat menangkap pesan – terutama pesan tersembunyi atau tersamar – yang dicoba disampaikan oleh anak. Dengan demikian, harapan orang tua juga akan menjadi lebih realistis terhadap anak karena memang benar-benar memahami apa yang sedang terjadi pada anak.

 

Kedua, orang tua perlu menerima kondisi diri sendiri dan kondisi anak tanpa label maupun penilaian berlebihan. Ketika orang tua sudah memiliki pemikiran bahwa ia tidak cukup baik sebagai orang tua, atau misalnya ia merasa bersalah karena meninggalkan anaknya untuk pergi bekerja, maka orang tua akan lebih sulit untuk mendengarkan dengan seksama apa yang sebenarnya terjadi dalam interaksi tersebut. Sebaliknya, ketika orang tua memiliki pandangan tertentu mengenai anaknya, maka orang tua mungkin saja akan melewatkan hal lain yang sebenarnya ada pada anak mereka namun tidak menjadi perhatian.

 

Ketiga, orang tua perlu untuk lebih tanggap terhadap kondisi emosi diri sendiri dan anak. Seringkali anak, terutama anak yang usianya masih kecil, belum selalu mampu menyampaikan perasaannya secara terbuka dan apa adanya sehingga orang tua perlu untuk mengetahui petunjuk-petunjuk kecil yang sekiranya dapat mengarahkan pada suatu dugaan tertentu. Otomatis orang tua lama kelamaan akan terlatih untuk menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan anak. Ketika kebutuhan anak sudah terpenuhi dengan segera, maka tidak lagi sulit bagi orang tua untuk menerapkan pola-pola aturan di rumah.

 

Keempat, orang tua perlu untuk mampu meregulasi emosi selama menjalankan pengasuhan. Memisahkan antara apa yang terjadi di tempat kerja dengan di rumah, memisahkan antara cara komunikasi suami-istri yang sedang bersitegang dengan cara komunikasi dengan anak, hingga membedakan antara kesalahan yang dilakukan anak karena belum mampu melakukan dengan baik atau dianggap salah karena harapan orang tua terhadap anak yang terlalu tinggi, merupakan beberapa contoh isu yang perlu diperhatikan berkaitan dengan regulasi diri. Kelima, orang tua perlu untuk mengasihi tidak hanya anaknya tetapi juga dirinya sendiri. Ketika anak melakukan kesalahan, atau merasa dirinya mengambil keputusan yang tidak tepat dalam mengasuh anak, maka tidak perlu berlama-lama marah.

 

Seseorang yang mindful akan mampu melihat permasalahan dengan lebih objektif kemudian bereaksi dengan tepat, sehingga pada akhirnya kesalahan tersebut dimaafkan dan dijadikan pembelajaran untuk peningkatan diri di kemudian hari. Bila orang tua sudah lebih mampu memaafkan – baik anak, pasangan, maupun dirinya sendiri – maka akan lebih sedikit emosi negatif yang hadir dalam hubungan orang tua dan anak serta orang tua sendiri akan terhindar dari siklus menyalahkan diri sendiri yang dapat berakibat pada sulitnya mencapai tujuan pengasuhan anak.

 

Referensi:

 

Baumrind, D. (1989). Rearing Competent Chiildren. In W. Damon (Ed.), The Jossey-Bass Social and Behavioral Science Series.

 

Bishop, S. R., Lau, M., Shapiro, S., Carlson, L., Anderson, N. D., Carmody, J., et al. (2004). Mindfulness: A Proposed Operational Definition. Clinical Psychology: Science and Practice, 11(3), 230-241.

 

Bluth, K., & Wahler, R. G. (2011). Does Effort Matter in Mindful Parenting. Springer Science & Bussiness Media, 2, 175-178.

 

Bogels, S., & Restifo, K. (2014). Mindful Parenting: A Guide for Mental Health Practitioners. New York: Springer.

 

Duncan, L. G. (2007). Assessment of Mindful Parenting among Parents of Early Adolescents: Development and Validation of Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale. Thesis.

 

Duncan, L. G., Coatsworth, J. D., & Greenberg, M. T. (2009). A Model of Mindful Parenting: Implications for Parent–Child Relationships and Prevention Research. Clinical Child and Family Psychology Review, 12(3), 255–270.

 

Langer, E. J., & Moldoveanu, M. (2000). The Construct of Mindfulness. Journal of Social Issues, 56(1), 1-9