ISSN 2477-1686

Vol.6 No.11 Juni 2020

Bentuk Kesiapan PJJ: Belajar dari Ekalaya

 

Oleh

Krishervina Rani Lidiawati

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

 

Pengantar

Pada penjelasan Meinarno dan Lidiawati (2020) tertulis cuplikan bagaimana cara belajar tokoh wayang Ekalaya. Ia yang dikenal sebagai siswa yang belajar dari Resi Durno tanpa ada proses belajar di kelas. Ekalaya dalam berbagai versi dijelaskan sebagai orang biasa, versi yang lain menunjukkan bahwa dia anak pangeran dari sebuah kerajaan. Hanya saja kerajaan ini kecil tidak seperti Hastinapura. Ia memiliki tekad dan kemauan hati yang kuat, untuk mencari guru yang hebat. Tidak mengherankan jika kemudian ia mencari Resi Durno (Ahmed, Das, Gupta, Jain, Natesh, Rao, 2017; Amrih, 2010).

 

Upaya belajar ini tidak berjalan mulus. Resi Durno tidak mau menerima murid selain anak-anak Hastinapura. Alasan lain adalah Ekalaya bukan dari kerajaan yang terpandang (Ahmed, Das, Gupta, Jain, Natesh, Rao, 2017; Brodbeck, 2006; Ganguly, 2015). Resi Durno tidak menyukainya. Untuk dapat tetap dapat belajar maka Ekalaya belajar dengan cara mengintip, latihan sendiri, bahkan sampai membuat patung Resi Durno sebagai gurunya. Namun ketika diketahui oleh Resi Durno, hal ini malah membuat sang Resi marah. Ia meminta imbalan yang tidak terduga yakni ibu jari dari Ekalaya (Aswini, 2020; Ahmed, Das, Gupta, Jain, Natesh, Rao, 2017; Brodbeck, 2006; Panda & Mohanty, 2011). Ekalaya yang menganggap Resi Durno adalah gurunya dan sudah sepantasnya memberi imbalan kepada gurunya, dengan sadar memotong ibu jarinya dan memberikannya.

 

Poin Perhatian

Ada dua adegan yang dapat ditarik dari cerita Ekalaya yakni, pertama bahwa ia belajar dengan cara mengintip, dan kemudian meniru aktivitas belajar yang dilakukan. Hal kedua adalah yang akan ditampilkan dengan potongan artikel Meinarno dan Lidiawati (2020):

 

“Sampai Resi Durno mendatangi rumah Ekalaya dan kagum karena patung dirinyalah yang membuat Ekalaya terus mau belajar dan merasa ada guru di sampingnya. Padahal ia tidak pernah berguru dengan Resi Durno.”

 

Kedua hal ini yang menunjukkan hal lain dari proses belajar mengajar yakni keinginan untuk mau belajar dalam kondisi yang tidak ideal sekalipun. Kali ini penulis akan mencoba secara singkat menjabarkan proses psikologis dari belajar yang dilakukan oleh Ekalaya.

 

 

 

 

Proses Belajar Mandiri

Motivasi

Jika seseorang tidak memiliki motivasi maka ia tidak akan melakukan sesuatu apa pun dari apa yang telah ia amati. Adapun motivasi tersebut terbagi menjadi dua yaitu motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (Plotnik & Kouyoumdjian, 2012). Siswa atau mahasiswa dengan motivasi intrinsik mencoba mencari nilai (value) dari aktivitas belajarnya (Hofer, 2011). Motivasi ekstrinsik adalah motivasi dari luar diri seseorang seperti orang-orang di sekitar (Plotnik & Kouyoumdjian, 2012). Alasan utama dari siswa atau mahasiswa dengan motivasi ekstrinsik cenderung belajar karena adanya ganjaran dari luar, pengakuan dan penerimaan dari orang lain (Hofer, 2011).   

Individu harus memiliki kemauan kuat untuk belajar secara mandiri baik secara pikiran, perasaan dan perilaku sehingga mampu berprestasi. Hal ini yang disebut self-regulated learning, artinya individu dapat mengatur dirinya sendiri untuk belajar dalam situasi apapun karena ia telah menetapkan tujuan (Mahmoodi, Kalantari, & Ghaslani, 2014). Keberangkatan Ekalaya untuk mencari guru yang bereputasi bukan hal yang mudah dilakukan. Upaya mencari Resi Durno (Ahmed, Das, Gupta, Jain, Natesh, Rao, 2017; Amrih, 2010), bukan karena ketenaran sang Resi. Ia tahu hanya dengan Resi Durno maka ia akan mendapat pembelajaran yang optimal. Ia sadar bahwa dirinya bukan orang yang akan mudah diterima Resi karena statusnya. Penolakan itu memaksanya untuk dapat membangun motivasi intrinsik daripada motivasi ekstrinsik. Ia sendirian, mandiri saat mencari Resi Durno. Dan sekaligus ia sadar bahwa hanya dirinyalah yang mampu atur kondisinya, sehingga dapat mencapai apa yang ditetapkan sendiri (Mahmoodi, Kalantari, & Ghaslani, 2014).

 

Meniru: Teori Belajar bandura

Proses belajar dengan mengamati ini menurut Bandura memiliki empat proses seperti atensi, retensi, produksi dan motivasi (Lidiawati, 2019). Proses yang pertama adalah seseorang yang mau belajar sesuatu harus fokus, memberikan perhatiannya (attention) pada suatu hal yang ingin dipelajari. Tanpa memberikan perhatian maka sulit informasi dapat diolah dan simpan kedalam ingatan kita. Setelah memberikan perhatian, maka tentu apa yang dipelajari sudah masuk dalam ingatan dan untuk mempertahankannya maka kita membutuhkan usaha yaitu melakukan retensi atau pengulangan. Hal ini dilakukan agar ingatan kita bukan hanya untuk jangka pendek tetapi jangka panjang. Setelah itu, dengan kesadaran maka apa yang dipelajari harus dilakukan atau bisa menghasilkan sesuatu (produksi). Misalnya ketika seseorang belajar menari maka ia akan mengamati gurunya menari, setelah itu ia menyimpan ingatan langkah-langkah, gerakan tarian dalam ingatannya. Setelah itu ia harus mencoba atau melakukan apa yang telah ia pelajari tersebut. Untuk melakukannya lagi dan bahkan bisa lebih terampil maka seseorang harus memiliki keinginan atau dorongan yang kuat untuk melakukannya lagi atau belajar lagi. Hal inilah disebut motivasi.

 

Ekalaya dalam proses belajarnya, dengan mengintip maka kemungkinan besar yang dilakukan adalah meniru. Dalam kisahnya bagaimana ia mengintip (perhatian), pulang ke rumah dengan mengulangi langkah-langkahnya (retensi), pengetahuan diendapkan dan dilakukan (produksi) sampai pada tetap mengintip lagi proses belajar mengajar Resi Durno (motivasi), maka dapat disimpulkan bahwa Ekalaya melakukan teori belajar yang diajukan Bandura. 

 

Belajar tidak di ruang Kelas: PJJ

Pada kondisi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini membutuhkan tentu bukan hal yang mudah untuk mengatur diri sendiri dan belajar mandiri. Namun manusia merupakan mahkluk hidup yang harus terus beradaptasi dengan perubahan yang ada untuk bertahan. Belajar dengan metode PJJ membutuhkan keterampilan tersendiri. Siswa atau mahasiswa harus rajin, berwawasan untuk meraih yang ingin dicapai, dan gigih menghadapi kesulitan belajar, inilah ciri-ciri siswa/mahasiswa yang strategis (strategic learner) (Weinstein, Meyer, Husman, McKeachie, & King, 2011).

 

Dalam kisah Ekalaya, apa yang ia lakukan bukan di ruangan kelas atau malah mungkin bukan dalam kondisi belajar yang ideal. Ia mesti sembunyi-sembunyi untuk belajar. Untuk mengatasi hal itu, ia berlatih di rumahnya. Dengan belajar di rumahnya, ia lakukan proses belajar yang berjarak dengan ruang belajar Resi Durno dan siswa Hastinapura. Kondisi tidak ideal dan keinginan dalam diri untuk belajar membuat dirinya siap untuk membuat patung Resi Durno. Dengan demikian PJJ memaksa Ekalaya menjadi siswa/mahasiswa yang strategis, dengan rajin mengintip, belajar dengan mandiri, sampai membuat patung Resi Durno karena tidak mungkin baginya belajar secara langsung.

 

Penutup

Pasca-pandemik Covid-19 diberitakan akan terbangun suasana normal baru (“new normal”). Oleh karena itu, perubahan itu pasti termasuk perubahan dalam kebiasaan belajar dan mengajar. Salah satu bentuknya yang tampaknya tidak terelakkan adalah PJJ. Sebagaimana dalam tulisan ini, PJJ membutuhkan satu hal penting yakni pembelajar atau mahasiswa yang termotivasi internal dan berusaha keras. Kisah Ekalaya bukan berlatar covid-19, kisah Ekalaya memberi wawasan bahwa PJJ sejatinya dimungkinkan. Secara psikologis, motivasi, kemampuan meniru, dan kesiapan untuk belajar pada prinsipnya ada pada diri semua manusia. Poin yang diperlukan berkembang adalah ciri siswa atau mahasiswa yang berpikir strategis. Tidak mengherankan jika kisah Ekalaya dapat menjadi bukti relevansi PJJ dari waktu ke waktu, melintasi keberagaman masyarakat. Covid 19 dan PJJ tampaknya memaksa siswa dan mahasiswa Indonesia menjadi setangguh Ekalaya. Selamat menikmati perubahan dengan belajar secara mandiri demi Indonesia yang lebih baik dan maju.

 

Referensi:

 

Ahmed, B; Das, R; Gupta, M; Jain, H; Natesh, S; Rao, R. (2017). The Illustrated Mahabharata: A definitive guide to India's greatest epic. Dorling Kindersley Publishing, Incorporated. London.

 

Amrih, P. (2010). Resi Durna: Sang guru sejati. Diva Press. Yogyakarta.

 

Aswini, R. M. Drona’s use of social powers–A study on select stories from The Mahabharata. Journal of Interdisciplinary Cycle Research. Volume XII, Issue III, March/2020.

 

Brodbeck, S. (2006). Ekalavya and Mahābhārata 1.121–28. International Journal of Hindu Studies, 10(1), 1.

 

Ganguly, K. (2015). Ekalavya rises above his Marginality in epic the Mahabharata. International Research Journal of Management Sociology & Humanity (IRJMSH), Vol 6 Issue 4.

 

Hofer, B. (2011). Motivation in college classroom. Dalam McKeachie's teaching tips. Penyunting Wilbdert J McKeachie dan Marilla Svinicki. Cengage Learning.

 

Lidiawati, K.R. (2019). Pola Belajar Siswa Indonesia. Dalam S. El-Hafiz & E.A. Meinarno, Psikologi Indonesia (hlm. 87-113). Jakarta: RajaGrafindo

 

Meinarno, EA., Lidiawati, KR. (2020). Pembelajaran jarak jauh dalam konteks wayang: Resi Durno dan Ekalaya. Dalam proses penerbitan.

 

Mahmoodi, M. H., Kalantari, B., & Ghaslani, R. (2014). Self-Regulated Learning (SRL), Motivation and Language Achievement of Iranian EFL Learners. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 98, 1062–1068. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.03.517

 

Panda, P., & Mohanty, M. S. The Parody of the Sacred: A Study of the Characters in the Great Indian Novel by Shashi Tharoor. International Journal of Business, Humanities, and Technology, 1, Sept. 2011. 162-66.

 

Plotnik, R & Kouyoumdjian. (2012).  Introduction of psychology. Cengage Learning.

 

Weinstein, CE., Meyer, DK., Husman, J., McKeachie, WJ., & King, CA. (2011). Teaching students how to become more strategic and self regulated learners. Dalam McKeachie's teaching tips. Penyunting Wilbdert J McKeachie dan Marilla Svinicki. Cengage Learning.