ISSN 2477-1686
Vol.6 No. 07 April 2020
Resolusi Saat Menghadapi Pandemik Covid-19
Oleh
Juliana Irmayanti Saragih
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Aku mendengar dan membaca tentang merebaknya virus Corona-yang kemudian dikenal dengan Covid-19-di Wuhan sekitar bulan Januari 2020, namun aku tidak ingat tepatnya kapan. Akan tetapi saat itu virus ini terasa masih jauh di negeri China sehingga tidak memberikan efek secara psikologis bagiku, apalagi di saat yang sama Pemerintah Indonesia juga menginformasikan di media bahwa kondisi Indonesia aman-aman saja. Barulah pada saat Presiden Jokowi mengumumkan bahwa terdapat 2 kasus di Depok, ancaman virus ini mulai terasa nyata di depanku. Muncul perasaan was-was namun masih dapat mengontrol diri dengan baik dan terlibat dalam aktivitas mengajar dan berpraktik sebagai psikolog secara wajar. Aku mulai mengikuti perkembangan penyebaran virus ini di Indonesia sembari mengedukasi diri tentang cara penularan dan upaya mengantisipasinya. Ancaman semakin terasa nyata ketika pada akhirnya berdasarkan Surat Edaran Rektor, mulai tanggal 17 Maret 2020 semua kegiatan akademik yang sifatnya tatap muka dihentikan di tempatku mengajar dan dosen harus melakukan proses belajar mengajar secara daring dari rumah. Pada saat itu, ibarat berada dalam sebuah peperangan aku merasa musuh semakin mendekat. Mulai muncul perasaan was-was dan tidak tahu apa yang harus dilakukan mengingat musuh yang satu ini tidak terlihat dengan mata telanjang.
Seminggu pertama melakukan social distancing di rumah, aku masih fokus untuk beradaptasi dengan cara mengajar dan membimbing yang serba daring sehingga kecemasanku sedikit teralihkan. Akan tetapi awal minggu ke-2 ketika pekerjaan mulai berkurang dan waktu kosong semakin banyak, rasa cemas itu semakin meningkat. Informasi meningkatnya jumlah kasus di Indonesia dan minimnya fasilitas kesehatan untuk mendukung tenaga medis bekerja semakin membuat perasaanku tidak karuan. Akhirnya aku menyadari bahwa aku sudah berada pada kondisi stres yang harus segera kuhentikan. Seperti biasa, aku langsung melakukan relaksasi pernafasan dan otot yang selama ini memang sangat membantuku mengatasi stres sehari-hari. Menurut Sarafino (2011), relaksasi akan membantu menurunkan ketegangan otot dan membuat ritme pernafasan menjadi lebih teratur sehingga akan muncul perasaan yang lebih tenang dan nyaman. Aku juga mulai mengurangi konsumsi terhadap informasi yang terkait dengan Covid-19.
Selesai masalah mengatasi stres, aku menghadapi masalah selanjutnya. Bagaimana cara menghadapi kebosanan akibat social distancing yang tidak tahu kapan akan berakhirnya. Orang-orang yang dihadapkan pada situasi yang tidak dapat dikontrol dan tidak tahu kapan situasi itu akan berakhir bisa saja mengalami apa yang disebut Seligman sebagai Learned Helplessness (dalam Schultz & Schultz, 2013). Aku tentu saja tidak mau hal itu terjadi padaku. Aku harus mampu mengambil sikap yang tepat atas situasi yang tidak terelakkan ini, yang oleh Viktor Frankl (1992) disebut sebagai attitudinal value yang menjadi salah satu sumber makna hidup seseorang. Aku memutuskan membuat resolusi. Resolusi ini akan menjadi jangkarku sekaligus upayaku untuk mengalihkan fokus ke sesuatu yang lebih positif. Aku harus memiliki sebuah karya konkrit yang menjadi tujuan bermakna yang menjadi tanda kemenanganku berperang melawan dampak psikologis dari pandemik Covid-19. Frankl menyebut ini sebagai creative value dimana untuk membuat hidupnya bermakna orang-orang membuat sebuah karya yang bermanfaat.
Resolusiku adalah menyelesaikan buku ajar yang selama ini tertunda penyelesaiannya karena kesibukan dalam pekerjaan dan masalah personal lainnya. Mulai kubuka lagi kerangka dan bahan-bahan yang sudah pernah kukumpulkan dan menuliskan kata dan kalimat yang akhirnya terangkai menjadi sebuah bab. Ketika sudah mulai lelah, kualihkan kegiatan dan memberikan perhatian pada kebun kecilku yang selama ini menjadi anak tiri dan tidak terurus. Melihat warna-warni daun dan bunga yang ada di halaman membuat pikiranku menjadi tenang. Tidak terasa 2 minggu lebih sudah kulewati melakukan social distancing dan saat ini aku memiliki suatu kegiatan bermakna yang menjadi jangkarku untuk tetap optimis menghadapi situasi ini.
Membuat resolusi dan mewujudkannya menjadi semacam upaya mengalihkan fokus perhatian dari hal yang negatif ke hal yang positif. Kita jadi memiliki kesempatan untuk melakukan apa yang selama ini tidak dapat kita lakukan karena berbagai alasan. Tidak usah berpikir membuat resolusi yang hebat, mulailah dari yang sederhana dan menyenangkan buat Anda. Misalnya, mencoba resep yang selama ini hanya tersimpan di facebook, menyusun ulang dekorasi rumah, melatih kembali kemampuan Bahasa Inggris, dan sebagainya. Jadi, sudah siap untuk membuat resolusi? Let’s Start!
Referensi:
Frankl, Victor. (1992). Man’s Search for Meaning. Beacon Press.
Sarafino, E.P., Timothy, W.S. (2011). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. 7th edition. John Wiley & Sons, Inc.
Schultz, D.P & Schultz, S.E. (2013). Theories of Personality. 10th edition. Wadsworth Cengage Learning.