ISSN 2477-1686

 

Vol.6 No. 07 April 2020

 

Melawan Pandemi dengan Imajeri

 

Oleh

Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo

Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya

 

Di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, siapa yang memilih menyantap mie instan, dan sebaliknya, siapakah yang memilih makan makanan 4 sehat 5 sempurna? Siapakah yang memilih rutin berolahraga, dan sebaliknya, siapakah yang mengakses media sosial sepanjang hari? Siapakah yang membangun rutinitas menyerupai konteks kerja di kantor, dan sebaliknya, siapakah yang merebahkan diri di ranjang lalu tidur siang?

 

Milkman (2012) melakukan penelitian eksperimental yang menghasilkan kesimpulan ini. Ketika ketidakpastian (uncertainty) menghantui kita, maka kemampuan kita untuk menerapkan pengendalian diri (self-control) menurun. Hal ini membuat kita memilih berdasarkan keinginan (wants) yang lebih impusif sifatnya ketimbang pilihan yang seharusnya (should). Hal ini karena pilihan sesuai keinginan lebih cepat memberikan kenikmatan (pleasure). Seseorang butuh untuk mengendalikan dirinya terlebih dahulu untuk bisa beralih ke pilihan-pilihan yang lebih berorientasi pada jangka panjang. Situasi yang tak bisa dipredisi dapat menyebabkan penipisan ego (ego depletion). Bercermin pada hal ini, maka jika kita menginginkan masyarakat melakukan hal-hal seperti menyisihkan uang untuk dana pension, berolahraga teratur, makan makanan sehat dan maka variabel ketidakpastian (uncertainty) ini dapat menjadi penentu dari perubahan sistematik tersebut.

 

Kembali ke pertanyaan di atas, maka jawabannya adalah mereka yang memilih makanan dengan aneka pengawet, malas begerak, berleha-leha tanpa tujuan adalah mereka yang meyakini bahwa kondisi pandemi Covid-19 sebagai situasi yang serba tidak pasti.  Di satu sisi, situasi saat ini boleh jadi penuh ketidakpastian. Tetapi sebetulnya ada hal yang juga bisa dipegang sebagai kepastian – suatu saat situasi ini akan berakhir. Pertanyaannya, pada saat situasi ini akhirnya berakhir juga, seperti apakah diri kita? Apakah kita akan keluar dari karantina mandiri sebagai individu yang tambun dan berrisiko diabetes dan tekanan darah tinggi – yang diketahui sebagia komorbiditas Covid-19?

 

Terkait ketidakpastian, positive psychology interventions (PPI) mengenal dua intervensi empirik yang dapat dicoba yaitu Three Good Things (TGT) dan Best Possible Selves (BPS), sebagaimana diteliti Odou dan Vella-Brodrick (2011) secara eksperimental. Intervensi Three Good Things adalah memikirkan dan menulis tiga hal baik yang terjadi pada suatu hari dan penyebab dari hal-hal baik tersebut. Dampak dari intervensi ini adalah meningkatkan kemampuan seseorang menikmati pengalaman yang menyenangkan. Intervensi Best Possible Selves adalah membayangkan dan menuliskan realisasi dari hal-hal yang menjadi tujuan hidup yang diimpikan seseorang. Dampak dari intervensi ini adalah meningkatkan kesadaran dan kejelasan dalam menyusun ulang prioritas dan kejernihan dalam menentukan hal-hal yang bernilai dalam hidup.

Keberhasilan dari PPI bertumpu pada kemampuan imajeri mental (mental imagery ability/MIA) yaitu kemampuan untuk melibatkan diri dan lebur dalam imaji-imaji mental seolah-olah hal tersebut nyata dan bisa dikendalikan. Maka mereka dengan kemampuan imajeri mental yang baik dapat melakukan intervensi Three Good Things dan Best Possible Selves secara efektif dalam menghadapi ketidakpastian seseorang dapat terhindar dari penipisan ego. Nelis et al. (2014) melakukan penelitian eksperimen untuk mengkaji modalitas ini, dimana seseorang diminta membayangkan situasi sehari-hari dimana terdapat imaji tertentu, dimana individu membayangkan kualitas dari imaji mental tersebut dan seberapa ‘hidup’ gambaran tersebut dapat ia bandingkan. Mereka dengan skor tinggi untuk skala Spontaneous Use of Imagery cenderung menggunakan imaji mental dalam kehidupan sehari-hari.

 

LSRT (layered stimulus response training) adalah salah satu teknik yang bisa membantu individu untuk lebih mudah menciptakan imajeri mental dan mengendalikannya dengan cara secara bertahap menambahkan elemen berbeda pada imaji tersebut ke dalam lapisan demi lapisan. Tahap pertama, image, seseorang menciptakan imaji sederhana tentang situasi tertentu berdasarkan pengalaman pribadi sehingga mudah dimunculkan dari memori. Tahap berikutnya, reflect, orang tersebut diminta membayangkan imaji tersebut dari berbagai sudut pandang – apakah itu kecepatan, durasi, dan lain-lain. Singkatnya si individu seolah-olah menonton film yang diputar di dalam kepalanya dan memanipulasi imaji tersebut, dengan cara dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda, dibuat menjadi slow motion, di-rewind maupun di-fast forward berkali-kali. Tahap terakhir adalah development, dimana orang tersebut menambahkan lapisan demi lapisan dari imaji yang sebelumnya dibayangkan. Contoh lapisan tersebut adalah menambahkan konten tentang proses – bagaimana caranya imaji tersebut bisa terwujud.

 

Kembali ke uraian di awal tulisan, ketika suatu hari pandemi Covid-19 ini berakhir, maka mereka yang menjalani karantina mandiri dengan membuat pilihan-pilihan bijak berorientasi masa depan adalah yang mampu membayangkan hal-hal baik yang terjadi pada dirinya sepanjang masa isolasi serta membayangkan dirinya dalam versi terbaik begitu krisis ini berlalu, merefleksikan semua imaji tersebut dan menambahkan lapisan-lapisan baru pada imaji-imaji tersebut sehingga di dalam benaknya, proses mencapai semua itu terasa begitu nyata seolah-olah hidup. Keterampilan mental inilah yang mampu membuahkan ketangguhan dalam mengatasi pandemic.

 

Referensi:

 

Cumming, J. et al. (2017). Developing imagery ability effectively: A guide to layered stimulus response training. Journal of Sport Psychology in Action 8 1, 22-33. https://doi.org/10.1080/21520704.2016.1205698

 

Milkman, K.L. (2012). Unsure what the future will bring? You may overindulge: Uncertainty increases the appeal of wants over should. Organizational behavior and human decision process, 119, 163-176, http://dx.doi.org/10.1016/j.obhdp.2012.07.003

 

Nelis, S., et al. (2014). Mental imagery during daily life: Psychometric evaluation of the Spontaneous Use of Imagery Scale (SUIS). Psychologica Belgica 54 (1), 19-32. doi: http://dx.doi.org/10.5334/pb.ag

 

Odou, N & Vella-Brodrick, D.A. (2011). The efficacy of positive psychology intervention to increase well-being and the role of mental imagery ability. Social Indicator Research 110, 1, 111-129 10.1007/s11205-011-9919-1