ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 07 April 2020

 

 

Berikan Aku Dukungan Emosional agar Aku tidak Merasa Sendirian

 

 

Oleh

Juliana Irmayanti Saragih

Fakultas Psikologi, Unversitas Sumatera Utara

 

 

Istilah social distancing yang kemudian diubah menjadi physical distancing menjadi populer selama masa pandemik Covid-19 dan sejauh ini merupakan cara yang dianggap paling tepat untuk menghambat penularan virus ini. Sebagian besar pegawai dan pekerja kemudian diminta untuk melakukan pekerjaan dari jarak jauh atau lebih dikenal dengan istilah Work from Home (WFH), termasuk pekerjaan menjadi pengajar yang saat ini menjadi pekerjaan utamaku. Walaupun memerlukan penyesuaian selama beberapa waktu, namun akhirnya proses belajar mengajar secara daring dapat kulakukan dengan optimal. Aku sendiri sebenarnya adalah seorang yang pencemas sehingga melakukan social distancing justru mengurangi kecemasan yang kurasakan sejak pandemik ini mulai merambah ke bumi nusantara. Namun tidak semua pekerja terutama di sektor swasta sudah menerapkan WFH ini sehingga setiap hari masih harus pergi bekerja dan berjibaku tidak hanya dengan tekanan pekerjaan namun juga ketakutan akan terpapar virus ini. Aku dapat membayangkan kecemasan teman-temanku dan orang-orang lainnya di luar sana karena bagiku pun untuk sekedar pergi berbelanja kebutuhan pokok saat ini ada perasaan was-was dan harus menjaga diri.

 

Aku adalah yang pertama dari 4 orang kelomopok kami yang mendapatkan keberuntungan untuk WFH sejak 17 Maret 2020 hingga saat ini. Tiga orang temanku yang lainnya masih harus pergi ke kantor walaupun dua diantaranya akhirnya mendapatkan kesempatan yang sama di minggu berikutnya. Nah, yang seorang lagi belum mendapatkan kemudahan itu dan masih harus ke kantor setiap hari bahkan hingga saat ini. Awalnya aku tidak menyadari bahwa ia sangat tertekan dengan kondisi tersebut, mungkin dikarenakan saat itu akupun masih fokus untuk beradaptasi terhadap perubahan situasi pekerjaan dan mengelola rumah tangga akibat pandemik ini. Hanya saja kemudian aku mengingat bahwa beberapa kali ia mengucapkan “enak kali lah kelen wei, udah bisa kerja dari rumah. Ia juga pernah menyampaikan pesan di whatsapp group bahwa jantungnya sering berdebar-debar ketika mendengar suara sirene lewat di daerah tempat tinggalnya. Pada beberapa malam ia juga sulit untuk memejamkan mata dan selalu merasa was-was pada pagi hari ketika ia harus berangkat ke kantor menggunakan ojek online. Di kantor ia juga sulit untuk fokus bekerja dan merasa waktu berjalan dengan lambat. Pada awalnya ia tidak berani mengemukakan apa yang dirasakannya karena selama beberapa waktu tidak ada diantara kami yang bertanya tentang keadaannya yang masih harus ke kantor setiap hari. Akhirnya aku menyadari bahwa temanku sudah mengalami tanda-tanda stres ketika berhadapan dengan situasi pandemik saat ini.

Upaya membantunya untuk mengatasi stres sebenarnya terjadi secara tidak sengaja ketika pada suatu pagi aku menyapa teman-teman di grup dan mengucapkan selamat bekerja secara khusus padanya karena memang diantara kami hanya ia yang masih harus pergi ke kantor. Pesan tersebut langsung dibalasnya dengan ucapan terimakasih yang disertai emoticon tersenyum. Sesaat aku terheran karena ia tidak biasanya memberikan respon formal seperti itu selama ini. Keesokan paginya aku mengulang hal yang sama dan ditambahkan dengan pesan untuk menyemangatinya dalam bekerja. Pada siang hari kusempatkan untuk mengingatkannya makan siang dan minum air putih yang cukup. Hal ini kemudian diikuti oleh teman-teman yang lain dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan kami untuk saling menyapa dan menyemangati di pagi hari sebelum memulai aktivitas. Beberapa hari kemudian, ia menghubungiku melalui pesan pribadi yang mengatakan bahwa tidurnya mulai teratur kembali dan konsentrasinya dalam bekerja mulai membaik.

Dari peristiwa ini dapat dilihat bahwa dukungan emosional sangat diperlukan oleh seseorang agar ia tidak merasa sendirian menghadapi tekanan psikologis. Perasaan “ditemani” biasanya didapatkan seseorang ketika orang-orang terdekatnya ada di sampingnya secara fisik. Bentuk dukungan ini oleh Sarafino (2011) disebut dengan companionship support yang membuat seseorang merasa bahwa ia adalah bagian dari sebuah kelompok. Akan tetapi pada situasi saat ini hal tersebut tidak mungkin dilakukan dengan adanya himbauan social distancing. Bentuk lain dari dukungan sosial yang dapat diberikan adalah emotional support atau dukungan emosional yang membuat seseorang merasa bahwa ia adalah bagian dari sebuah kelompok yang mendapatkan kepedulian, penghargaan dan cinta kasih dari anggota kelompok yang lain. Dukungan emosional ini dipercaya dapat memberikan rasa nyaman dan keberanian terhadap seseorang saat menghadapi situasi stres.  Memberikan dukungan emosional juga tidak sulit dilakukan, bahkan hanya dengan sekadar menanyakan kabar saja seseorang sudah merasa ia diperhatikan. Dukungan emosional ini juga dapat kita berikan pada orangtua dan kerabat kita yang tinggalnya berjauhan dengan meningkatkan frekuensi berkomunikasi melalui saluran telepon. Saat ini bahkan fitur video call memungkinkan kita untuk seolah-olah bertemu langsung saat berkomunikasi sehingga jarak fisik terminimalisasi.

Kesimpulannya, dukungan emosi adalah salah satu bentuk dukungan sosial yang dapat diberikan pada orang-orang yang kita sayangi namun saat ini sedang berjauhan secara fisik. Dukungan emosional ini duperlukan agar ia merasa ditemani, dipedulikan dan tidak sedirian dalam menghadapi  emosi negatif sebagai dampak dari pandemik Covid-19. Jadi tunggu apa lagi, segera berikan dukungan emosional bagi orang-orang tersayangmu.

 

 

Referensi:

 

Sarafino, E.P., Timothy, W.S (2011). Health psychology: Biopsychosocial Interactions, 7th edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc