ISSN 2477-1686

 

Vol.6 No. 06 Maret 2020

 

Psikologi Sosial untuk Hadapi Covid 19

 Oleh

Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

Pendahuluan

Manusia berkehendak, Tuhan yang memutuskan. Tidak kita ketahui awalnya kedahsyatan dari covid 19 yang muncul pertama kali dari kota Wuhan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Penyebaran penyakit ini sedemikian kuat dan luas sehingga pada akhirnya Indonesia juga terdampak. Sampai saat tulisan ini dibuat telah puluhan orang wafat dan ratusan lainnya masih dinyatakan mengidap covid 19.

Menanggapi keadaan ini, muncul gejala yang menarik yakni timbulnya artikel-artikel memberitakan virus ini, bentuk penyakitnya, dampaknya bagi kesehatan, dampak ekonomi dan lain-lain. Bahkan dalam bidang politik pun memasukkan tema covid 19 sebagai faktor baru dalam pengambilan keputusan sebuah negara, termasuk pemilihan umumnya. Namun tema yang utama tetap pada bagaimana manusia merespon keadaan ini. Tentu area kajian ini mengena pada psikologi.  

Perilaku yang Dibentuk

Psikologi mencoba untuk membantu manusia untuk memahami dirinya, termasuk bagaimana tingkah lakunya terbentuk. Salah satu cara pandang psikologi adalah belajar. Dalam teori belajar yang umum kita pahami, belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dan hasil dari pengalaman.

Kondisi covid 19 jelas bukan suatu yang alami. Ini adalah stressor baru. Bagi Indonesia, keadaan ini nyaris tidak pernah dialami sebelumnya. Penulis di artikel koran Kompas menuliskan berbeda dengan Indonesia bahwa Korea Selatan relatif siap hadapi covid 19 karena pernah menghadapi MERS di tahun 2015 (Kompas, 2020). Pengalaman ini yang kemudian diadopsi dan diberlakukan dalam hadapi kondisi saat ini. Korea Selatan dan Singapura saat memberlakukan atau pemeriksaan massal oleh terhadap warganya (Mada, 2020).

Penutupan kota Wuhan dan ketatnya penjagaan aktivitas warganya tidak lepas dari pengalaman penyebaran wabah di masa lalu. Saat ini terbukti bahwa hasil dari pengalaman masa lalu membuat penyebaran covid 19 terkendali.  Dengan demikian kedua kebijakan tadi berdampak sama, jumlah penderita dapat dikurangi dan penyebarannya relatif terkendali. 

Patuh Demi Keselamatan

Para penulis psikologi dari berbagai Universitas dan Institusi mencoba untuk menjelaskan tingkah laku dan pembentukan tingkah laku dalam menghadapi bencana nasional ini. Namun yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana pembentukan perilaku baru untuk masa depan. Salah satu yang menjadi perhatian adalah perilaku kepatuhan gerak sosial berjarak (social distancing). Gerak sosial berjarak ini adalah perilaku yang membatasi kontak langsung antarindividu (Sherif & Sherif dalam Syihab, 2020). Mengapa harus patuh?

Kepatuhan adalah perubahan perilaku yang terjadi karena adanya komando dari otoritas (Kassin, Fein, & Markus, 2014). Riset klasik yang dilakukan oleh Milgram (1963, dalam Hafiyah, 2018) menunjukkan bahwa kepatuhan sangat mungkin dilakukan terhadap manusia dan terbukti. Riset ini didasari gejala mengapa pasukan Jerman taat pada perintah Hitler saat melakukan kekejaman di kamp konsentrasi.

Paparan yang disampaikan Taibe (2020) mengenai pengalamannya di Wuhan adalah contoh nyata yang dapat diambil hikmahnya. Narasinya menjelaskan bagaimana pemerintah RRT harus mengambil langkah menutup kota Wuhan karena penularan dan penyebaran covid 19 ini sangat cepat. Sampai pada satu keadaan, pemerintah RRT menyatakan menutup kota tersebut disukai atau tidak. Hal ini adalah perintah yang harus dipatuhi warga kota. Di sini terlihat bahwa pemerintah menggunakan otoritasnya, dan warga mematuhinya.

Bentuk gerak sosial berjarak yang diperintah oleh pemerintah dilakukan oleh beberapa negara. Bentuknya berupa tidak mengadakan kegiatan pengumpulan massa. Kegiatan manusia tidak dihalangi, tapi dikurangi terlebih dalam area umum. Salah satu bentuk penegakan kepatuhan adalah dengan menggunakan bantuan tentara/angkatan bersenjata untuk memastikan warga tetap tinggal di rumah atau tidak berkumpul, ini terjadi di Perancis, Inggris, Malaysia, dan Filipina (Mada, 2020).

Kepatuhan masyarakat dibutuhkan bukan karena pemerintah tidak suka dengan rakyatnya. Hanya satu hal yang ingin dicapai yakni melindungi orang lain dari peluang tertular penyakit (Hafiz, 2020). Dalam perspektif kesehatan masyarakat, gerak sosial berjarak ini juga dapat dikatakan sebagai promosi kesehatan dan pencegahan penyakit di luar tingkat individual Nuqul & Ningrum, 2020). Perilaku gerak sosial berjarak jelas perubahan tingkah laku yang sangat luar biasa. Nyaris tidak dikenal oleh masyarakat selama ini. Oleh karena itu sangat dibutuhkan dorongan kuat dari pemerintah dan kekuatan sosial lainnya agar tingkah laku ini dapat terbentuk dalam waktu singkat.

Kepatuhan terhadap gerak sosial berjarak ini bukan semata patuh karena takut. Kepatuhan ini jelas diminta oleh otoritas saat ini. Pemerintah Indonesia lakukan banyak hal untuk menegakkan kepatuhan gerak sosial berjarak diantaranya sosialisasi tidak berkumpul di satu tempat, penutupan sementara tempat wisata dan hiburan, penundaan dan pembatalan acara yang sifatnya massal, dan lain-lain (Syihab, 2020). Semuanya dilakukan dengan menggunakan perangkat pemerintahan (peraturan) yang artinya bersifat memaksa.

Bagi yang merasa tidak nyaman dengan perintah ini maka ada juga bekal sosial lain. Bekal sosial kita yang dimunculkan bersamaan dengan kepatuhan gerak sosial berjarak adalah kesadaran tanggung jawab kolektif. Tanggung jawab kolektif ini diarahkan untuk menjaga kesehatan (Nuqul & Ningrum, 2020), dan yang dituju adalah kesehatan bersama. Dengan menyadari tanggung jawab kolektif, maka individu akan lakukan gerak sosial berjarak tidak semata karena patuh, tapi sebagai wujud sadar bahwa dirinya berperan atas keselamatan dan kesejahteraan orang lain yang pada akhirnya berdampak pada dirinya sendiri.

Dengan demikian gerak sosial berjarak ini tidak bergerak sendiri. Kebijakan ini akan lebih efektif dengan adanya kesadaran untuk kepentingan bersama. Individu tidak dalam satu wadah yang steril, ia hidup dengan individu lainnya, dan masyarakatnya. Pemerintah mendorong dengan kebijakan, individu menyadari partisipasinya dalam kebijakan itu. Dengan demikian ini bukan lagi masalah “Anda”, tapi menjadi masalah “Kita”. 

Penutup

Sejauh ini dampak gerak sosial berjarak dapat dikatakan salah satu rekayasa tingkah laku yang mampu menahan laju penularan penyakit ini. Pada beberapa negara, jumlah penderita berkurang baik secara nyata maupun secara perhitungan prediksi. Hal ini untuk sementara membuat kita dapat menarik nafas sejenak. Namun kondisi ini belum berakhir. Tulisan ini dibuat dalm kondisi pandemik masih berlangsung. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan. Jumlah yang tertular masih meningkat, dan angka kematian masih mengikutinya. Walau demikian kita masih optimistis dalam menghadapi wabah ini, dengan prinsip psikologi. Saatnya pameo untuk psikologi berubah dari “psikologi untuk Anda” menjadi “Psikologi dari kita, oleh kita, dan untuk kita”. 

Referensi:

Hafiyah, N. (2018). Pengaruh sosial. Meinarno, E.A., & Sarwono, S.W (penyunting). Psikologi sosial edisi kedua. Jakarta: Salemba Humanika.

 

Hafiz, S. E. (2020) Jadilah pahlawan lingkungan, isolasi diri anda untuk menyelamatkan masyarakat: Begini caranya! Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara, 6(5) diakses dari https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/553-jadilah-pahlawan-lingkungan-isolasi-diri-anda-untuk-menyelamatkan-masyarakat-begini-caranya

 

Kassin, S., Fein, S., Markus, HR. (2014). Social psychology. Wadsworth Cengage Learning. Belmont.

 

Mada, K. (2020, Maret 21).  Tak ada cara tunggal atasi korona. Jakarta: Koran Kompas.

 

Nuqul, F. L., & Ningrum, ARM. (2020) Social Distancing: Kebutuhan kontrol personal untuk kesehatan Kolektif. Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara, 6(5) diakses dari https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/552-social-distancing-kebutuhan-kontrol-personal-untuk-kesehatan-kolektif

 

Kompas. (2020, Maret 20). Pelajaran berharga dari masa lalu.

 

Syihab, A. (2020). Pilah-pilih perilaku hadapi Covid 19. Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara, 6(5) diakses dari https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/561-pilah-pilih-perilaku-hadapi-covid-19.

 

Taibe, P. (2020). Mengatasi kecemasan atas pandemik COVID-19: Sebuah pengalaman naratif dari Wuhan. Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara, 6(5) diakses dari https://buletin.k-pin.org/index.php/daftar-artikel/566-mengatasi-kecemasan-atas-pandemik-covid-19-sebuah-pengalaman-naratif-dari-wuhan.