ISSN 2477-1686
Vol.6 No. 06 Maret 2020
Pentingnya Dukungan Psikososial pada Anak Pasca Bencana
Oleh
Kiki Rizki Fitriani, Henny Rusmiati, Yulia Mellisa
Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI
Sejak awal Tahun 2020 hingga saat ini Indonesia khususnya Jakarta dan sekitarnya dirundung bencana. Praktis segala aktivitas warga jakarta bukan hanya menjadi terganggu bahkan sampai merugikan. Bencana apapun itu bukan hanya banjir, gempa bumi bahkan wabah virus corona yang terjadi dibelahan dunia mana pun pasti menimbulkan luka bagi semuanya orang, khususnya pada anak. Anak merupakan kelompok yang rentan pada setiap kejadian bencana karena secara fisik dan mental mereka tidak sekuat dan setangguh orang dewasa. Sebagai kelompok yang rentan sudah sepatutnya anak-anak korban bencana mendapatkan perhatian khusus, sebagaimana yang juga diamanatkan dalam Undang-undang Perlindungan Anak No. 35 tahun 2012. Sudah sepatutnya anak-anak mendapatkan perhatian khusus dari kita semua.
Dalam Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (2015-2030) menyatakan harus dimunculkan kesadaran bahwa anak-anak bukan manusia yang hanya berpasrah diri dan tidak berdaya dalam berhadapan dengan bencana alam. Namun, harus diingat pula bahwa setiap anak memiliki ketangguhan (resiliensi) yang berbeda. Ada anak yang kuat dan tidak mengalami kejoncangan jiwa sama sekali, tidak sedikit pula anak yang mengalami kegoncangan jiwa (trauma) ketika berhadapan dengan bencana.
Dampak psikologis bencana secara umum adalah kehilangan, perpisahan, stress dan trauma yang mempengaruhi cara coping dan behavioral outcome. Stress dapat terjadi bila terdapat ketidak seimbangan atau kesenjangan antara tuntutan dan kemampuan. Sumber stress dapat berupa sesuatu yang kecil seperti yang dialami atau dapat juga bersumber seperti perceraian, pengalaman bencana, dan lain-lain. Chaplin (2001) menyatakan stress adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologi. Reaksi seseorang dapat berbeda terhadap stress namun secara garis besar dapat dibagi menadi dua, yaitu menghadapinya atau lari dari situasi tersebut. Stress sering terjadi akibat individu tidak mampu mengendalikan suatu peristiwa yang sedang dialaminya. Ketidakberdayaan inilah yang cenderung membuat korban terkena gangguan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Menurut Goleman (1995) stress yang terjadi setelah terjadinya suatu tragedi yang menyakitkan dapat membuat korban mengalami sakit baik secara fisik maupun mental.
Dalam mengatasi bencana alam bukan hanya penting untuk memberikan bantuan secara material, ada hal lain yang lebih korban butuhkan yaitu dukungan moril. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pelayanan dukungan psikososial. Konsep psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau perasaan, perilaku, hal-hal yang diyakini, sikap, persepsi dan pemahaman akan diri. Kata sosial merujuk pada orang lain, tatanan sosial, norma, nilai aturan,sistem ekonomi, sistem kekerabatan, agama atau religi serta keyakinan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Psikososial diartikan sebagai hubungan yang dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana tingkah laku, pikiran dan emosi individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain atau pengalaman sosial.
Upaya atau dukungan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau komunitas di luar diri seseorang (individu) dalam sebuah interaksi social dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kasih sayang, cinta dan perlindungan, membantu penyesuaikan diri terhadap masalah atau situasi sulit yang dihadapi (coping). Bagi anak dukungan ini penting untuk membantunya mengembangkan penghargaan diri, rasa kebersamaan, proses belajar dan mengembangkan ketrampilan hidup (life skill), berpartisipasi dalam lingkungan sosial dan memiliki keyakinan akan masa depannya.
Referensi:
Chaplin, J. (2001). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Goleman, D. (1995). Emotional Intelegence: Mengapa EI lebih penting dari IQ. Jakarta: PT Gramedia Utama