ISSN 2477-1686 

 Vol.5 No. 2 Januari 2019

Kebutuhan dan Prioritas : Refleksi memasuki tahun 2019

Oleh

Sandra Handayani Sutanto

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Latar Belakang

Film Like Father di Netflix menceritakan mengenai Rachel Hamilton dan prioritas kehidupannya. Rachel adalah seorang praktisi periklanan yang sukses dan akan segera menikah. Di hari pernikahannya, ia terus mengurusi klien perusahaan periklanan dan bahkan menaruh telepon genggam di buket bunganya. Saat akan mengucapkan janji nikah, telepon genggam dalam buket terjatuh dan calon suami Rachel mengetahui bahwa ia terus menerus mengurusi pekerjaan.Seketika itu juga pernikahan dibatalkan.

Mengurusi klien terus menjadi prioritas hidupnya bahkan pada saat pergi berlibur dengan kapal pesiar bersama ayahnya—yang diajak berlibur untuk menggantikan calon suami yang membatalkan pernikahan. Hubungan Rachel dengan ayahnya tidaklah harmonis, karena Rachel besar tanpa kehadiran ayah yang juga sibuk bekerja dan meninggalkan ibunya. Di kapal pesiar ini, Rachel terus berusaha untuk mengerjakan semua tugasnya walaupun dirinya dalam kondisi cuti. Kekesalan ayahnya terhadap perilaku Rachel yang tidak bisa lepas dari telepon genggamnya, mencari sinyal untuk mengirim e-mail membuat ayahnya yang sedang berusaha memperbaiki hubungan menjadi jengkel dan membuang telepon genggam Rachel ke dalam air di kolam air terjun. 

Akhir kisah, setelah melalui rekonsiliasi dan pembicaraan hati ke hati dengan ayahnya, Rachel perlahan mulai melakukan perubahan sikap dengan cara lebih mendahulukan memperbaiki hubungan dengan ayah dibandingkan dengan hanya mengurusi pekerjaannya.

Pemilihan kebutuhan

Dalam cerita Like Father, terlihat bahwa Rachel memiliki kebutuhan untuk memantapkan karirnya. Seperti semua orang pada umumnya,  hal yang kita lakukan sepanjang tahun didasari dari kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi. McClelland (dalam Ramlall, 2004) mencoba menjelaskan kebutuhan manusia merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memenuhi tiga macam kebutuhan, yaitu kebutuhan pencapaian (achievement), kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi (affiliation).

Kebutuhan pencapaian didefinisikan sebagai dorongan untuk unggul, mencapai standar tertentu, memperoleh kesuksesan. Individu dengan pencapaian yang tinggi cenderung akan berhasil dalam wirausaha. Kebutuhan akan kekuasaan didefinisikan sebagai kebutuhan untuk membuat orang berperilaku seperti yang diharapkan. Individu dengan kebutuhan akan kekuasaan yang besar memiliki keinginan untuk memengaruhi, melatih, mengajar dan memberikan dorongan bagi orang lain untuk mencapai yang diharapkan.

Kebutuhan afiliasi didefinisikan sebagai keinginan untuk menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain. Individu dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi memilih untuk menghabiskan waktu untuk memelihara relasi sosial, bergabung dengan kelompok tertentu dan memiliki keinginan untuk dicintai.

Kebutuhan menentukan prioritas

Jika mau bersikap jujur, apa yang mendasari prioritas kita cenderung digerakkan dengan kebutuhan kita. Untuk Rachel kebutuhan untuk mempertahankan karir akan mendorongnya untuk terus mengerjakan tugas dan tidak bisa berpisah dengan telepon genggamnya. Kebutuhan pencapaian membuatnya terus memeriksa ulang telepon genggam dan tidak bisa berpisah dengan telepon genggamnya. Ketika kebutuhan afiliasi mendominasi, yaitu kebutuhan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan yang lain, maka prioritas seseorang pun berubah. Kebutuhan untuk memperbaiki hubungan dengan ayahnya, membuat Rachel lebih memprioritaskan waktu yang dimiliki untuk bercakap-cakap dengan ayahnya dan melakukan aktivitas bersama.

Membuat prioritas

Perkins (2012) menganjurkan 5 cara berikut untuk membuat prioritas :

1. Membuat daftar hal-hal yang harus dilakukan sepanjang hari. Saat sudah sudah menuliskan daftar, tentukan hal yang urgent atau tidak urgent untuk menentukan prioritas pada hari ini.

2. Menilai value terhadap tugas. Ada tugas-tugas tertentu yang lebih bernilai daripada yang lain.

3. Jujur. Bersikaplah realistis untuk mengukur kemampuan diri sendiri. Menetapkan tujuan yang tidak realistis, pada akhirnya akan membuat kecewa.

4. Bersikap fleksibel.  Untuk membuat prioritas dengan efektif, bersikaplah fleksibel terhadap perubahan yang muncul dan tentukan hal tersebut urgent atau tidak urgent.

5. Cut the cord, saat mengerjakan tugas yang menjadi prioritas kita akan cenderung menghabiskan banyak waktu sehingga mengabaikan prioritas yang lain.

Penutup

Tahun berganti, dan kita sudah memasuki tahun 2019. Jika kebutuhan benar mendorong prioritas seseorang, marilah kita memikirkan kembali apakan prioritas yang kita susun untuk tahun ini memang sudah sesuai dengan kebutuhan kita? Ambillah waktu untuk merefleksikan kembali hal-hal yang menjadi kebutuhan dan prioritas kita. Mengapa demikian? Agar pada saat kita melakukan refleksi di akhir tahun, kita bisa menjawab bahwa kebutuhan dan prioritas yang dirancang di awal tahun sudah sesuai.

God grant me the serenity to accept the things I cannot change

Courage to change the things I can

And the wisdom to know the difference

-Reinhold Niebuhr

Referensi

Perkins, L. (2012). How to prioritize when everything is a priority. Ditemu kembali dari : https://www.inc.com/lauren-perkins/how-to-prioritize-when-everything-is-a-priority.html

Ramlall, S. (2004). A review of employee inovation theories and their implications for employee retention within organizations. The Journal of American Academy of Business. 52-63.