ISSN 2477-1686
Vol.4 No. 24 Desember 2018
Mengenali Potensi dan Hambatan pada Anak Berkebutuhan Khusus Cerebral Palsy
Oleh
Mori Vurqaniati
Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI
Masalah yang dihadapi oleh ABK atau anak berkebutuhan khusus sangat kompleks oleh karena itu diperlukan penanganan yang komprehensif guna mengefektifkan potensi yang dapat dikembangkan oleh anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak CP atau cerebral palsy. Cerebral palsy merupakan salah satu bentuk brain injury, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi pengendalian sistem motorik akibat adanya lesi dalam otak atau suatu penyakit neuromuscular yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan sebagian dari otak yang terhubung dengan pengendalian fungsi motorik (Somantri, 2007). Hinchcliffe (dalam Mangunsong, 2011) mengungkapkan cerebral berarti yang berhubungan dengan otak, sedangkan palsy berarti kelumpuhan atau tidak mampu bergerak. Maka, cerebral palsy berarti sejenis kelumpuhan yang dihasilkan dari kerusakan pada otak.
Klasifikasi cerebral palsy dapat dibedakan sebagai berikut menurut Somantri (2007) dan Mangunsong (2011):
1. Spacticity, yaitu kerusakan pada cortex cerebri yang menyebabkan hiperactive reflex dan stretch reflex. Spacticity dapat dibedakan menjadi: paraplegia (apabila kelainan menyerang kedua tungkai), quadriplegia (apabila kelainan menyerang kedua lengan dan kedua tungkai), hemiplegia (apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu tungkai yang terletak pada belahan tubuh yang sama), diplegia (keempat anggota gerak tubuh diserang tetapi lebih besar pada bagian di bawah pinggang) dan monoplegia (hanya satu anggota gerak tubuh yang terserang).
2. Athetosis, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang mengakibatkan gerakan-gerakan menjadi tidak terkendali dan tidak terarah.
3. Ataxia, yaitu kerusakan pada cerebellum yang mengakibatkan adanya gangguan pada keseimbangan.
4. Tremor, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang berakibat timbulnya getaran-getaran berirama, baik yang bertujuan maupun tidak bertujuan.
5. Rigidity, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang mengakibatkan kekakuan pada otot-otot.
Faktor-faktor kerusakan di dalam otak pada anak-anak yang menyebabkan masalah cerebral palsy diantaranya disebabkan oleh adalah faktor kongenital ketidaknormalan sel kelamin pria, pendarahan waktu kehamilan, trauma atau infeksi pada waktu kehamilan, kehamilan premature, keguguran yang sering dialami ibu, usia ibu saat melahirkan yang sudah lanjut, penggunaan alat-alat pada waktu proses kelahiran yang sulit misalnya tabung, vacuum, penggunaan obat bius pada proses kelahiran, radang selaput otak, penyakit tuberculosis serta keracunan arsen atau karbon monoksida (Somantri, 2007). Mangusong (2011) menambahkan penyebab gangguan neuromotor termasuk cerebral palsy diantaranya disebabkan oleh hypoxia (berkurangnya oksigen di otak) dan gangguan metabolisme (dapat terjadi dengan diabetes, sakit liver dan sakit ginjal).
Ketika otak mengalami kerusakan, kemampuan sensori, fungsi-fungsi kognitif, respon emosional, serta performa motorik biasanya berdampak. Faktor penghambat perkembangan pada anak-anak dengan masalah cerebral palsy diantaranya berasal dari internal maupun eksternal dan kombinasi keduanya. Terkait dengan perkembangan kognitif, Piaget (dalam Santrock, 2007) mengungkapkan bahwa dalam memahami dunia secara aktif, anak-anak menggunakan skema atau kerangka kognitif, ada dua hal yang bertanggung jawab atas cara anak menggunakan skema mereka yakni asimilasi (memasukan informasi baru ke informasi yang sudah ada) dan akomodasi (menyesuaikan dengan informasi baru). Anak-anak secara kognitif mengorganisasikan pengalaman mereka. Organisasi terjadi di dalam tahap perkembangan, agar proses-proses tersebut berjalan dengan sebagaimana mestinya maka diperlukan dukungan dan dorongan baik dari keluarga maupun lingkungan dimana anak berada.
Terkait dengan perkembangan bahasa Noam Chomsky (dalam Santrock, 2007) mengungkapkan bahwa anak siap belajar bahasa saat mereka berinteraksi. Oleh karena itu tetap libatkan anak-anak dengan cerebral palsy dalam interaksi sehari-hari, meskipun mungkin akan sedikit ditemui hambatan di dalam bicara seperti kesulitan dalam artikulasi namun, dengan terus-menerus melibatkan anak dalam pemahaman secara sederhana terhadap aktifitas harian maka, hal tersebut diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan memori anak.
Hal-hal apa sajakah yang dapat dilakukan oleh orangtua, keluarga maupun lingkungan terdekat guna mengembangkan potensi anak-anak cerebral palsy:
1. Berikan anak stimulus terus - menerus dan berulang. Rutin melakukan terapi, baik dengan fisioterapi untuk melatih otot-otot serta anggota gerak tubuh, terapi wicara serta okupasi terapi guna melatih koordinasi dan keterampilan untuk mengerjakan ADL (activities of daily living), kemudian konsultasi dengan tenaga medis dan professional seperti dokter maupun neurolog serta psikolog. Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki kondisi dan kebutuhan yang berbeda-beda, karenanya cari tahu hal-hal yang berhubungan dengan kondisi anak.
2. Orangtua, keluarga maupun lingkungan terdekat melibatkan anak pada lingkungan sosial agar anak dapat membangun rasa percaya diri serta melatih kemandirian anak.
3. Setiap anak unik. Hindari mengenyampingkan pencapaian masing-masing anak dan menekankan pada ketidakmampuan anak. Jangan biarkan anak merasa diasingkan.
4. Ketika anak menginjak masa pubertas, peran orangtua sangat penting dalam mendampingi anak pada masa pubertas ini.
5. Saat memilih sekolah guna pendidikan anak-anak cerebral palsy, lakukan observasi terhadap rencana kegiatan di sekolah dan memastikan sekolah dan guru memiliki wawasan yang cukup tentang anak cerebral palsy. Program inklusi bagi anak diantaranya dengan penjadwalan studi bersifat pribadi serta pendampingan untuk memastikan partisipasi anak.
Referensi
Mangunsong, F. (2011). Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Jilid Kedua. Depok: LPSP3 Universitas Indonesia.
Santrock, J.W (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.