ISSN 2477-1686
Vol.4. No.16 Agustus 2018
Dress Code: Suatu Manifestasi Ego Positif dan Kohesivitas Kelompok
Oleh
Frida Medina Hayuputri
Fakultas Psikologi – Universitas Persada Indonesia YAI
Fenomena dress code dalam suatu acara, kini sudah tidak asing lagi bagi kita. Lalu apakah definisi dress code itu sendiri? Dress code adalah suatu aturan berbusana yang tertulis atau tidak tertulis yang diterapkan dalam acara tertentu. Biasanya dress code disesuaikan dengan tema acara, misalkan acara formal (dress code batik), acara Valentine's Day (dress code warna pink), pesta kebun (dress code casual), dan lain sebagainya. Dress code seringkali dianggap sebagai simbol gaya hidup hedonisme, sehingga tidak sedikit yang memandang negatif. Pandangan negatif tentang dress code muncul karena dianggap merepotkan dan menghabiskan banyak uang. Padahal pada kenyataan, dress code tidak sekejam dan seburuk itu. Tidak ada kewajiban untuk selalu membeli baju baru sesuai dress code, cukup dengan memadupadankan baju yang sudah dimiliki agar mirip-mirip dan bisa sesuai dengan tema. Malah terkadang bisa saling meminjam dengan teman atau saudara sehingga bisa lebih meningkatkan keakraban. Hal tersebut tidak perlu dijadikan permasalahan karena biasanya konsepnya adalah “just for fun”.
Jika selama ini banyak pihak yang berpikiran bahwa dress code merupakan suatu hal yang negatif, ada baiknya kita melihat dari sudut pandang yang berbeda (ditinjau dari Psikologi).
Dress Code Sebagai Manifestasi Ego Positif
Ternyata jika ditinjau dari Psikologi, penggunaan dress code secara tidak langsung bisa mencerminkan kepribadian individu. Individu yang mengenakan busana sesuai dress code menunjukkan ego positif. Ego positif adalah bentuk penghargaan atas diri, namun bukan berarti narsis. Dengan ego positif, individu bisa memperbaiki diri lebih baik lagi dan mengisi kekurangan dalam dirinya (Sriewijono, 2011).
Korelasi antara ego positif dengan dress code terletak pada bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Ego positif dari dalam diri bisa menjadi sumber kekuatan untuk bersikap penuh penghargaan. Individu yang mengikuti dress code cenderung merepresentasikan pribadi yang menghargai diri sendiri dan orang lain. Makna dari menghargai diri sendiri adalah bahwa ia ingin terlihat baik dan layak di acara yang ia hadiri (tidak salah kostum), sedangkan makna dari menghargai orang lain adalah bahwa ia menghargai orang yang mengundangnya dengan mengikuti dress code yang sudah ditentukan.
Dress Code Sebagai Manifestasi Kohesivitas Kelompok
Selain sebagai manifestasi ego positif, ternyata pemakaian dress code juga dapat mempengaruhi kohesivitas kelompok. Secara psikologis seringnya anggota kelompok berkumpul dan bersama-sama memakai busana yang senada makin memperkuat ikatan kohesivitas kelompok dan rasa persaudaraan di antara anggota (Dewi, 2018).
Kohesivitas kelompok secara umum dapat dijelaskan sebagai cara anggota saling berusaha untuk selalu membentuk ikatan emosional, akrab, dan solid. Kohesivitas kelompok merupakan suatu hal yang penting bagi kelompok karena dapat menjadi sebuah alat pemersatu anggota agar terbentuk suatu kelompok yang efektif. Kohesivitas kelompok juga dapat mempengaruhi performa individu di dalam suatu kelompok, yang berdampak terhadap kemampuannya menampilkan hasil pekerjaan dalam kelompoknya. Kohesivitas kelompok dapat diartikan sebagai kesatuan kelompok. Menurut Stogdill (dalam Sarwono, 2010) kesatuan kelompok merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam prestasi kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok yang kohesif, dari segi performa kerjanya lebih efektif dan lebih mampu meraih prestasi kelompok, dibandingkan dengan kelompok yang tidak kohesif.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata kita bisa mengambil suatu nilai positif pada fenomena “dress code”, yaitu sebagai manifestasi ego positif berupa sikap penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain serta sebagai sebagai manifestasi kohesivitas kelompok yang pada gilirannya akan membawa pada efektivitas dan prestasi kelompok. Oleh karena itu, jika kita ingin menerapkan fenomena “dress code” tersebut, alangkah baiknya jika kita ambil saja sisi positifnya serta sesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing individu. Tidak perlu ambil pusing dengan pilihan yang diterapkan oleh individu lain, karena sejatinya masing-masing inidividu itu unik.
Referensi
Dewi, Ratnaningrum Z. (2018). Semiotika dress code dalam arisan (studi kasus dress code sebagai alat komunikasi). Jurnal Pawitra Komunika Universitas Islam Majapahit, 1, (1).
Sarwono, Sarlito W. (2010). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sriewijono, Alexander (2011, 22 Juni). Apa sih pentingnya ikuti “dress code”. Kompas Lifestyle. Dibuka dari http://kompas.com, 22 Juni 2011.