ISSN 2477-1686

                                                                                       Vol.4. No.16 Agustus 2018

Mengurangi resiko kecanduan gawai (gadget) pada anak

Oleh:

Krishervina Rani Lidiawati

Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan

Kecanduan gawai

Perkembangan teknologi saat ini tidak dapat dihindari dan banyak orang tua semakin kewalahan dengan perilaku anaknya yang tidak bisa di batasi dalam penggunaan gawai sebagai bahasa baku dari gadget seperti televisi, telepon seluler, komputer, tablet atau alat-alat elektronik lainnya. Di sisi lain, orang tua juga yang telah memperkenalkan alat-alat elektronik tersebut sejak dini. Bahkan banyak orang tua yang bangga jika anak balitanya  sudah bisa menyalakan, mematikan, menelpon secara mandiri. Alasan orang tua adalah untuk memperkenalkan anak dengan informasi yang beragam, belajar bahasa lain dan mengasah kemampuan anak dalam bidang musik atau bahasa. Pemakaian gawai ini memang dapat membantu untuk memperkenalkan berbagai informasi untuk anak namun juga dapat menghambat perkembangan anak terutama dibawah usia 6 tahun. Penggunaan teknologi ini dapat memiliki dampak yang positif dan negatif. Namun jika penggunaannya dalam waktu yang lama atau sudah berlebih maka akan lebih banyak berdampak buruk bagi perkembangan anak. Dampak buruk tersebut dapat terjadi pada area fisik, kognitif, psikososial dan juga akademik (Pagani, Fitzpatrick, & Barnett, 2010). Dampak buruk pada fisik bisa terjadi seperti perkembangan motorik pada anak usia dibawah lima tahun menjadi kurang terlatih karena terlalu lama duduk dan hanya menonton televisi, anak menjadi malas untuk belajar menulis. Kesehatan mata terganggu, mulai dari iritasi hingga penggunaan kacamata pada anak yang juga semakin meningkat. Kesehatan tubuh yang kurang bergerak juga bisa mengakibatkan obesitas pada anak. Selain berdampak secara fisik juga berdampak pada kemampuan anak dalam berinteraksi dengan orang lain, anak cenderung banyak menghabiskan waktu sendiri dan kurang memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain. hal ini berdampak kurang terlatihnya kompetensi sosial pada anak misalnya dalam menyelesaikan konflik. Dampak buruk lain bagi anak-anak yang banyak menghabiskan waktu di depan layar televisi terutama menonton tayangan yang mengandung adegan kekerasan cenderung akan mengalami permasalahan dalam pergaulan dengan teman-teman sebaya (Christakis & Zimmerman, 2007).Rata-rata remaja di Amerika menggunakan waktu di depan layar berkisar 9 jam dan ternyata hal ini meningkatkan resiko remaja mengalami depresi  (Twenge, Joiner, Rogers, & Martin, 2018).

 

 

Batasan screen time 

Anak zaman now memang rentan terhadap adiksi gawai. Oleh karena itu orang tua perlu memiliki perhatian khusus terhadap berbagai cara yang dapat mencegah adiksi. Orang tua perlu memiliki pola asuh yang tepat pada anak. Pola asuh yang dapat diterapkan adalah dengan melibatkan adanya kontrol, kehangatan dan konsistensi yang diterapkan oleh pengasuh dalam hal ini ayah dan ibu kepada anak-anak mereka. Jika dirumah memiliki pengasuh selain orang tua maka pengasuh yang lain pun harus tunduk pada aturan yang telah disepakati. Orang tua perlu memberikan batasan waktu penggunaan alat-alat elektronik agar dampak-dampak buruk adiksi gawai tidak terjadi pada anak-anak kita. Beberapa hal praktis yang bisa dilakukan dalam mendidik anak dalam penggunaan gawai.

  1. Pentingnya kontrol dari orang tua yang perlu dimiliki dalam pola asuh terhadap anak. Seperti aturan zona bebas alat elektronik pada waktu dan tempat tertentu, pada waktu makan dilarang membawa smartphone atau menyalakan televisi, tidak memberikan televisi pada kamar tidur tetapi pada ruang keluarga saja. Hal ini juga memudahkan orang tua dalam melakukan pengawasan pada acara yang dipilih anak.
  2. Pentingnya konsistensi dalam menerapkan aturan. Dalam hal ini penting adanya kesepakatan aturan batas waktu yang konsisten dan konsekuensi yang diterima dalam penggunaan alat elektronik. Beberapa keluarga memiliki aturan yang jelas dan telah disepakai namun banyak juga keluarga yang tidak memiliki peraturan di rumah sehingga tidak konsisten dalam mendidik anak. Hal ini juga membantu orang tua kompak dalam mendidik dan mengasuh anak.
  3. Perlu adanya kehangatan dalam mengasuh anak. Misalnya dapat memberikan aktivitas diluar rumah ini cukup beragam sesuai dengan kondisi keluarga masing-masing. Kegiatan di luar rumah ini juga berguna untuk membangun hubungan kedekatan antara anak dengan orang tua. Jika memiliki halaman maka bisa disediakan sarana untuk berolah raga di rumah atau di sekitar rumah seperti bermain sepeda, olah raga beregu (sepak bola/ futsal, basket, tenis, dll).  Kegiatan di luar rumah seperti olahraga juga dapat mendorong anak berinteraksi secara langsung dengan orang lain dan melatih kerjasama anak dengan orang lain. Hal ini dapat melatih ketrampilan sosial dan berkomunikasi dengan orang lain.

Pendampingan Orangtua Terhadap Penggunaan Gawai

Kemajuan teknologi sulit untuk kita cegah namun para orang tua dapat membantu anak lebih bijak dalam menggunakan gawai sesuai usia dan tahap perkembangan. Misalnya anak usia 0-2 tahun disarankan belum boleh terpapar gawai, sementara anak 3-6 tahun hanya boleh menggunakan 1 jam perhari selebihnya disarankan untuk bermain dengan beragam permainan yang ada disekitar. Setiap tahap perkembangan memiliki tugas perkembanganyang harus diselesaikan sehingga diharapkan kemajuan teknologi seharusnya mendukung anak menyelesaikan tugas perkembangannya dan bukan menghambatnya. Semoga setiap dari orang tua semakin bijak dalam memberikan hak istimewa terutama dalam penggunaan gawai sehari-hari. Hal ini untuk mencegah resiko anak kecanduan gawai dan lebih mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, psikososial anak sesuai tahap perkembangannya. Kecanggihan teknologi merupakan hak istimewa yang bisa kita nikmati namun bukan hak dasar yang harus dinikmati oleh semua usia tanpa adanya batas waktu yang jelas. Oleh karena itu sudah seharusnya orang tua dalam mengasuh anaknya harus memiliki kontrol, konsisten dan tetap memiliki kehangatan berperan penting dalam mengurangi resiko anak kecanduan bermain gawai. 

Referensi:

Christakis, D., & Zimmerman, F. (2007).Violent television viewing during preschool is associated with antisocial behavior during school age. Pediatrics, 120(5), 993-999. doi:10.1542/peds.2006-3244.

Pagani, L.S, Fitzpatrick, C., & Barnett, T.A. (2010). Prospective associations between early childhood television exposure and academic, psychosocial, and physical well-being by middle childhood. Arch Pediatr Adolesc Med.164(5):425-431. doi:10.1001/archpediatrics.2010.50

Papalia, D.E., & Martorell, G. (2014). Experience human development (13th edition). New York : McGraw-Hill

Rideout, V. (2011). Zero to eight: Children’s media use in America. San Francisco, CA: Commonsense Media.

Twenge, J.M, Joiner, T.E, Rogers, M.L., & Martin, G.N. (2018) Increases in despressive symtoms, suicide-related outcomes and suicide rates among U.S. adolescents after 2010 and links to increased new media screen time. Clinical Psychological Science, Vol 6 (1).