ISSN 2477-1686
Vol.4. No.16 Agustus 2018
Permainan Angklung Mendukung Regulasi Diri Bidang Akademik Siswa
Oleh:
Niken Cahyorinartri
Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI)
Regulasi Diri Siswa yang Rendah
Regulasi diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas belajar siswa. Beberapa siswa mengalami kegagalan dalam mencapai kualitas belajar yang baik dan memenuhi tuntutan akademis, bukan dikarenakan tidak mampu secara kognitif tetapi dikarenakan ketidakmampuannya dalam mengatur dan menentukan skala prioritas. Regulasi diri bidang akademik (self-regulation learning) mengacu pada proses yang bersifat konstruktif dan aktif dimana siswa menetapkan tujuan untuk pembelajaran mereka dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilakunya, sesuai oleh tujuan mereka dan sesuai dengan konteks lingkungan (Pintrich, 2000).
Saat ini waktu siswa banyak dihabiskan untuk kegiatan yang bersifat senang-senang. Ditambah kemajuan teknologi dan internet memungkinkan siswa untuk menghabiskan waktu untuk melakukan berbagai hal yang menyenangkan melalui gadget mereka, seperti bermain game online, menonton youtube dan aktif di sosial media. Tidak jarang siswa menghabiskan waktu mereka tanpa mempedulikan kebutuhan serta kewajibannya sebagai seorang siswa. Mengerjakan tugas atau belajar satu hari sebelum tenggat waktu atau ulangan bukan menjadi hal yang aneh bagi mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Csikszentmihalyi dan Larson pada 1984 (Steinberg, 1993: 224) mengenai proporsi waktu yang dimanfaatkan oleh remaja Amerika, menunjukkan hasil yang cukup menarik. Sebagian besar waktu (40%), dimanfaatkan untuk kegiatan “leisure”, seperti nonton tv, mendengarkan musik, membaca majalah atau komik, berolahraga, dan bersosialisasi dengan teman. Sebanyak 31% waktu dimanfaatkan untuk pemeliharaan diri, seperti makan, mandi, tidur, dan kegiatan perawatan diri lainnya. Hanya 29% waktu yang dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, seperti sekolah, belajar, mengerjakan tugas sekolah, kursus, atau magang kerja.
Asmadi Alsa dalam ujian promosi doktor dengan penelitian berjudul “Program Belajar, Jenis Kelamin, Belajar Berdasar Regulasi Diri, dan Prestasi Belajar Matematika Pada Pelajar SMA Negeri di Yogyakarta” mengemukakan bahwa siswa SMA sangat rendah regulasi dirinya dalam belajar. Hal ini kemudian mempengaruhi kualitas belajar siswa (www.ugm.ac.id, 2006). Pratama & Rachmana (2011) juga menyebutkan bahwa terdapat korelasi negatif antara regulasi diri dalam belajar dan intensi menyontek pada siswa SMA. Semakin rendah tingkat regulasi diri dalam belajar yang dimiliki siswa maka akan semakin besar peluang untuk timbulnya keinginan menyontek pada diri siswa tersebut.
Meningkatkan Regulasi Diri Melalui Angklung
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, selain pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan kemampuan kognitif diperlukan peningkatan regulasi diri agar siswa dapat mencapai kualitas belajar yang maksimal tanpa menambah beban belajar siswa. Upaya peningkatan regulasi diri siswa dapat melalui proses pembelajaran yang bersifat langsung maupun tidak langsung seperti pada kegiatan ekstrakulikuler. Peningkatan regulasi diri melalui pembelajaran tidak langsung diperlukan agar siswa tidak merasa dibebankan dengan tambahan pelajaran. Ditambah sasaran pembelajaran tidak hanya kognitif tetapi juga perubahan perilaku siswa melalui kegiatan yang menyenangkan.
Angklung merupakan salah satu alat musik tradisional berasal dari Jawa Barat yang terkenal baik di Indonesia maupun manca negara. Angklung adalah alat musik multitortal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat. Berasal dari Jawa Barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu). Sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran kecil. Perkembangan alat musik ini bahkan sudah mendapatkan pengakuan dunia dengan dideklarasikannya angklung sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010 (Pranita dkk, 2012)
Angklung saat ini hanya terkenal karena menghibur dan mampu menyesuaikan lagu yang dimainkan dengan tuntutan zaman. Padahal apabila ditelaah angklung dapat digunakan untuk meningkatkan regulasi diri pada siswa. Angklung mendidik orang yang memainkannya antara lain tanggung jawab, solidaritas, demokrasi, konsentrasi dan etos kerja. Dalam hal ini angklung termasuk unik. Karena angklung hanya dapat menghasilkan satu not, maka bermain angklung memerlukan suatu kerja sama yang kuat, dan ini mengajarkan kepada anak-anak untuk menyadari tanggung jawabnya terhadap kelompok dan memprioritaskan tanggung jawab tersebut (Sumarsono, Tatang & Pirous, 2007).
Mendidik Karakter dengan Angklung
Angklung merupakan alat musik tradisonal yang bersifat massal. Pemain tidak dapat memainkan angklung seorang diri. Dibutuhkan kerjasama agar tercipta harmonisasi dari lagu yang dimainkan. Dalam memainkan angklung, pemain dituntut untuk berkonsentrasi agar mencapai harmonisasi lagu. Pemain angklung harus tahu kapan angklungnya harus dimainkan dan seberapa lama angklung harus digetarkan. Satu angklung terdiri dari satu not, sehingga pemain angklung biasanya bertanggung jawab lebih dari satu angklung. Maka pemain harus memiliki perencanaan dan tahu angklung dengan not mana yang harus dimainkan agar harmonisasi lagu dapat tercipta.
Dalam proses perkembangan regulasi diri bidang akademik, angklung berfungsi sebagai lingkungan fisik yang mempengaruhi regulasi diri. Angklung memiliki nilai-nilai yang dapat membantu perkembangan regulasi diri. Menurut Sutisna dalam Sumarsono, Tatang & Pirous (2007), angklung mendidik perasaan tanggung jawab dan perasaan kebersamaan. Permainan musik angklung meminta suatu struktur organisasi para anggota yang bertanggung jawab tentang persiapan-persiapan yang diperlukan agar permainan berlangsung lancar dan tertib. Permainan angklung membantu individu untuk bertanggung jawab agar tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai. Individu juga dilatih untuk mengetahui tugas dan kewajibannya.
Referensi:
Humas UGM. (2006). Tingginya kualitas belajar siswa kelas akselerasi di kota Yogya. Diunduh dari: http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=295
Pintrich, P R; Boekaerts, M & Zeidner, M. (2000). Handbook of self-regulation. San Diego: Academic Press
Pranita,cdkk. (2012). Angklung yang mendunia. Diunduh dari: http://www.republika.co.id/berita/rol-to-school/tim-jurnalistik-sma-se-jakarta-timur/12/05/24/m4ia3i-angklung-yang-mendunia
Pratama, M J &Rachmana S Y. (2011). Hubungan antara Regulasi Diri Dengan Intensi Menyontek pada Siswa SMA (Skripsi dipublikasikan). Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Sumarsono, Tatang & Erna Garnasih Pirous. (2007). Membela kehormatan angklung sebuah biografi dan bunga rampai Daeng Soetigna. Bandung:Yayasan Serambi Pirous