ISSN 2477-1686

 Vol.4. No.12, Juni 2018

Keluarga dan Pembentukan Karakter

Oleh:

Suprapti Sumarmo Markam

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI

Sri W Rahmawati

Fakultas Psikologi, Universitas Tama Jagakarsa

Belakangan ini muncul pemberitaan di media massa tentang seorang murid yang melakukan penganiayaan terhadap gurunya sendiri hanya karena ditegur (http://republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/02/02/p3ig5o330-guru-tewas-karena-mati-batang-otak-dan-organ-dalam-rusak). Kejadian ini cukup mengagetkan, dan menimbulkan pertanyaan apa yang terjadi pada diri si murid? Merujuk pada tulisan Markam (2018), mengenai karakter dapat kita perkirakan bahwa murid tadi setidaknya ada dua kebajikan yang jelas tampak tidak kuat. Pertama adalah kebajikan perikemanusiaan dan pembatasan diri. Kurang kuatnya kedua karakter pada si murid tentu tidak lepas dari lingkup sosial anak. Lingkup terdekat si murid adalah keluarga. 

 

 

Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Fungsi keluarga adalah memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan sosial anak, termasuk mengembangkan karakter anak (lihat Meinarno, 2010). Keluarga adalah tempat dimana proses internalisasi nilai dan aturan baik-buruk ditanamkan pada anak.

Keluarga sebagai Sistem, Fungsi dan Dinamika Keluarga

Keluarga sebagai suatu unit terkecil dari sistem yang lebih kompleks menurut pandangan Brofrenbrunner (dalam Tambunan, 2008), sebenarnya tak bisa terlepas dari interaksi antara masing-masing sistem yang saling berpengaruh. Dalam suatu keluarga yang fungsional, ada kesatuan/struktur, hirarki dan keseimbangan. Keluarga fungsional mempunyai tujuan, antaranggota terikat dalam hubungan afektif, dan ada tanggung jawab antaranggota keluarga (Goldenberg, 1980). 

 

 

Dinamika, adaptabilitas dan kedekatan antar-anggota keluarga dapat diukur untuk menunjukkan kualitas anggota keluarga yang ada di dalamnya. Remaja yang memiliki kedekatan dalam keluarga, akan memiliki penyesuaian diri yang lebih baik dibandingkan dengan remaja yang delinkuen (Purnamasari, 1990). Fakta lain juga menunjukkan bahwa remaja yang delinkuen yang dibina di rutan Pondok Bambu kebanyakan berasal dari keluarga tak stabil dengan struktur yang kacau (Hursepuny, 2007).

Peran Keluarga dalam Mengembangkan Aspek Neuropsikologis, Afektif, Kognitif dan Moral

Tak dapat dipungkiri peran keluarga sangatlah krusial. Sejumlah ahli menyebutkan, setidaknya keluarga memiliki peran dalam pengembangan aspek neuropsikologis (Millon, Everly, & Millon, 1985), afektif (Erikson dalam Papalia et al, 2003), kognitif (Piaget dalam Papalia et al, 2003) dan moral anak (Kohlberg dalam Papalia et al 2003).

Millon, Everly, dan Millon (1985) membedakan tiga jenis/tahap perkembangan neuropsikologis, yakni 1) tahap kelekatan sensorik, antara 0 sampai 18 bulan; Pada tahap pertama proses dominan adalah perkembangan neurologis dan kelekatan kepada pengasuh. Tahap otonomi sensorimotor, antara 12 bulan sampai 6 tahun; Tahap ini ditandai oleh penghalusan ketrampilan motorik dan verbal, daya serap yang tinggi, dan berkembangnya kemandirian. Terakhir tahap intrakortikal-inisiatif, antara 4 tahun hingga remaja, dilanjutkan hingga dewasa. Tahap ini ditandai oleh perkembangan otak yang cepat dan perkembangan kemampuan mental abstrak. Pemberian stimuli yang tepat, artinya, sesuai dengan predisposisi anak, tidak kurang dan juga tidak berlebihan akan menghasilkan perkembangan optimal.

 

Temuan dengan menggunakan teori Erikson dengan delapan tahapan perkembangan psiko-sosialnya menunjukkan bahwa keluarga menjadi area utama dalam lima dari delapan tahapan perkembangan (Batra, 2013). Kelima tahapan itu adalah kepercayaan dasar, kemandirian, inisiatif, gairah kerja dan perasaan mampu, dan identitas diri (Batra, 2013). Sementara temuan kognitif dan kajian moral pada anak tampaknya saling melengkapi. Hasil penelitian Walker dan Taylor (1991) menemukan bahwa perkembangan moral anak-anak akan berkembang baik ketika orangtua mengajak diskusi dengan gaya bertanya Sokratik, penuh dukungan, dan cara berpikir moral yang tinggi. 

Sebuah Kajian

Penelitian yang dilakukan Rahmawati (2017) terhadap siswa SMA di seluruh Jakarta, menyajikan temuan bahwa pengasuhan orang tua memiliki kaitan erat dengan tingkah laku perundungan. Remaja yang dibesarkan dengan pengasuhan yang komprehensif/holistik, yang ditandai dengan keterlibatan penuh orang tua pada aktivitas remaja, terbukanya komunikasi, adanya penghargaan terhadap prestasi anak, tegaknya pengawasan terhadap tingkah laku anak, ternyata mampu mencegah remaja untuk melakukan perundungan terhadap teman lainnnya.

Merujuk aspek neuropsikologis Millon, Everly, dan Millon (1985), para remaja ini dapat dikatakan telah tumbuh optimal. Adanya penghargaan pada prestasi anak dapat menjadi penanda perkembangan psikososial yang baik. Untuk perkembangan kognitif dan moralnya, para remaja ini juga berkembang baik sejalan penelitian Walker dan Taylor (1991).

Bagaimana dengan karakter para remaja dari riset Rahmawati? Dengan argumentasi bahwa kehangatan keluarga berhubungan positif terhadap perkembangan karakter (Brown, Morrison, & Couch, 1947; Park, 2004) dan pengasuhan yang komprehensif tadi sehingga tidak terlibat perundungan, maka temuan Rahmawati mengindikasikan para remaja itu berkarakter baik hati (perikemanusiaan) dan ada regulasi diri (pembatasan diri).

Penutup

Proses pengasuhan yang tepat, menanamkan nilai-nilai yang baik dalam keluarga, diharapkan dapat menumbuhkan karakter yang positif pada diri remaja, yang dapat diwujudkan manakala remaja merespon berbagai dinamika peristiwa yang ia hadapi sehari-hari. Dengan demikian keluarga dapat mulai membangun aspek-aspek moral, sosial, kognitif pada anak agar kejadian murid pada contoh di awal tulisan takkan muncul lagi di sekitar kita.  

*Naskah ini adalah bagian dari makalah yang berjudul Keluarga dan Pembentukan Karakter yang dipaparkan pada seminar dan lokakarya bagi guru-guru, dalam rangka pendidikan karakter di sekolah. Acara diselenggarakan oleh Yayasan Jati Diri Bangsa (2010). Naskah awal disunting dan dilengkapi oleh Eko A Meinarno dan Tim Editor Buletin KPIN.

Referensi

Batra, S. (2013). The psychosocial development of children: implications for education and society—Erik Erikson in context. Contemporary education dialogue, 10(2), 249-278.

Brown, A. W., Morrison, J., & Couch, GB. (1947). Influence of affectional family relationships on character development. The Journal of Abnormal and Social Psychology, 42(4), 422.

Goldenberg, IH. (1980). Family therapy, an overview. Belmont. Brooks & Cole Publisher co.

Http://republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/02/02/p3ig5o330-guru-tewas-karena-mati-batang-otak-dan-organ-dalam-rusak

Hursepuny, NF. (2007). Adaptasi dan pengembangan alat ukur family adaptability and cohesion evaluation scales (FACES IV). Skripsi strata satu Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI. Tidak dipublikasikan.

Markam, SS. (2003). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: UI Pres.

Meinarno, EA. (2010). Konsep dasar keluarga. Dalam Keluarga Indonesia. Penyunting Karlinawati Silalahi dan Eko A Meinarno. Rajawali Pers. Jakarta.

Millon, T., Everly, G. S., & Millon, T. (1985). Personality and its disorders: A biosocial learning approach. New York: Wiley.

Papalia et al. (2004). Human development. New York. McGraw Hill

Park, N. (2004). Character strengths and positive youth development. The Annals of the American Academy of Political and Social Science, 591(1), 40-54.

Park, N., & Peterson, C. (2006). Character strengths and happiness among young children: Content analysis of parental descriptions. Journal of Happiness Studies, 7(3), 323-341.

Park, N., & Peterson, C. (2009). Character strengths: Research and practice. Journal of college and character, 10(4).

Purnamasari, A. (1990). Family adaptation and cohesion evaluation scales pada remaja bermasalah dan remaja tak bermasalah. Skripsi Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Rahmawati, S.W. (2017). Peran pengasuhan holistik terhadap altruisme dan bullying. Jurnal Humanitas, 14 (1). Retrieved from http://journal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/article/view/4316.

Tambunan, SM. (2008). Peranan lingkungan dalam transmisi nilai moral pada anak. Pidato pengukuhan Guru Besar Universtas Indonesia. Depok. Tidak diterbitkan.

Walker, L.J., & Taylor, JH. (1991). Family interactions and the development of moral reasoning. Child development, 62(2), 264-283.