ISSN 2477-1686
Vol.4. No.9, Mei 2018
Multitasking terhadap Kinerja: Baik atau buruk?
Oleh
Devi Jatmika
Universitas Bunda Mulia
Tidak jarang kita melakukan dua atau tiga hal bersamaan dalam suatu waktu dikarenakan kesibukan sehari-sehari. Bermain HP sambil berjalan, mengetik sambil makan siang, menelepon, melihat komputer dan membaca, berbicara sambil mengerjakan suatu hal dan lainnya. Di dunia kerja, tantangan lingkungan kerja dan tugas-tugas yang semakin kompleks menyebabkan individu menghadapi variasi-variasi tugas. Kemajuan teknologi dan tempo rutinitas di kota-kota besar, membuat orang-orang ingin mengerjakan segala sesuatu secara efisien dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Multitasking sendiri memiliki arti mengerjakan beberapa tugas dalam satu waktu secara bergantian atau mengerjakan dua atau lebih tugas dengan cepat. Multitasking dan berpindah-dalam mengerjakan suatu tugas merupakan mekanisme yang membantu manusia untuk menghadapi lingkungan tempat tinggalnya yang kompleks. Mengerjakan banyak hal dalam satu waktu mungkin saja menunjukkan seseorang cekatan, namun sejauh mana multitasking menjadi sesuatu hal yang efektif?
Rubinstein, Evans, dan Meyer (dalam American Psychologial Association, 2006) melakukan penelitian empat eksperimen kepada anak-anak muda yang bergantian mengerjakan tugas-tugas berbeda, seperti memecahkan masalah matematika atau klasifikasi objek geometri. Untuk semua tugas, partisipan kehilangan waktu ketika mereka harus berganti dari satu tugas ke tugas lain. Semakin kompleks tugas, maka semakin banyak waktu yang hilang. Sebagai akibatnya, orang-orang menghabiskan waktu lebih lama secara signifikan ketika tugas-tugas yang kompleks semakin banyak. Waktu yang terbuang juga semakin banyak ketika partisipan harus berpindah ke tugas-tugas yang tidak familiar. Penelitian dari Rubinstein, dkk (2001) ini menyimpulkan multitasking pada tugas-tugas yang berbeda dapat menurunkan produktivitas.
Penyebab Multitasking
Penelitian sebelumnya mengidentifikasi dua penyebab berbeda seseorang melakukan multitasking: external interruptions dan keputusan internal untuk berhenti mengerjakan tugas yang sedang dilakukan (Gonzalez & Mark dalam Adler & Benbunan- Fich, 2014). External interruption muncul ketika dorongan lingkungan muncul untuk membuat seseorang berganti ke tugas lain. Sedangkan, keputusan internal datang dari diri sendiri. terdapat tujuh kategori dari interupsi internal yang menjelaskan mengapa seseorang ingin berganti ke tugas lain: penyesuaian, beristirahat, rutinitas, penyesuaian terhadap lingkungan kerja, mengisi waktu jeda ketika menyelesaikan satu tugas, keinginan untuk memperoleh informasi penting yang membantu penyelesaian tugas, trigger ketika mengingat tugas baru dan recollection ketika mengingat tugas baru yang berhubungan (Jin & Dabbish dalam Adler & Benbunan- Fich, 2015).
Dampak multitasking pada karyawan
Multitasking di dunia kerja dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Setiap karyawan memiliki ambang batas yang berbeda untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan tantangan lingkungan kerja yang membuatnya bekerja multitasking. Beberapa karyawan ada yang sukses dalam menghadapi tantangan tersebut, tetapi ada pula yang tidak dapat menghadapinya dengan baik, sehingga meningkatkan level stress dan dapat memicu penyakit (Robinson & Smallman, dalam Spink, Cole & Waller, 2008). Generasi yang berbeda juga memiliki respon yang berbeda tentang multitasking. Multitasking. Pada generasi Y membuat mereka lebih menikmati dan merasa produktif, namun pada generasi yang lebih tua kemampuan untuk multitasking menurun dan sulit untuk melakukan multitasking dengan sukses.
Bobot dari tugas yang dilakukan turut menentukan efek dari multitasking. Pada pekerjaan yang menuntut tugas-tugas yang kompleks (high demand), menimbukan beban mental yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan ketidakmampuan kognitif karena overload dan menimbulkan buruknya kinerja seseorang. Akan tetapi, pada tugas-tugas yang ringan, interupsi pada tugas lain memunculkan level arousal yang lebih tinggi dan justru meningkatkan kinerja (Teigen, dalam Adler & Benbunan-Fich, 2015)
Bobot dari tugas yang dilakukan turut menentukan efek dari multitasking. Pada pekerjaan yang menuntut tugas-tugas yang kompleks (high demand), menimbukan beban mental yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan ketidakmampuan kognitif karena overload dan menimbulkan buruknya kinerja seseorang. Akan tetapi, pada tugas-tugas yang ringan, interupsi pada tugas lain memunculkan level arousal yang lebih tinggi dan justru meningkatkan kinerja (Teigen, dalam Adler & Benbunan-Fich, 2015)
Referensi
Adler, R. F., & Benbunan-Fich, R. (2014). The effects of task difficulty and multitasking on performance. Interacting with Computers, 27(4), 430-439.
Spink, A., Cole., C., & Waller, M. (2008). Multitasking behavior. Annual Review of Information and Tehnology, 99- 118.
American Psychological Association. Multitasking switching costs. Diunduh dari: http://www.apa.org/research/action/multitask.aspx.