ISSN 2477-1686

 

Vol.4. No.6, Maret 2018

Digital Altruism: Kabar Baik dari Internet

Oleh

Ahmad Fauzan I
Universitas Airlangga

Juara I Lomba PsychoPaper Psychology Village 9

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada era ini mengalami kemajuan yang pesat berkat adanya teknologi ajaib bernama internet. Internet menjadi inovasi yang paling berpengaruh pada kecepatan akses dan luasnya jangkauan informasi (Roccetti, Ferretti, Palazzi, & Salomoni, 2008). Kesuksesan internet yang merajai teknologi informasi menjadikannya sebagai media yang populer untuk diakses. Facebook, Twitter, Youtube, dan fasitias e-mail yang disajikan Google dan Yahoo! menarik setiap orang untuk mengaksesnya. Namun dibalik popularitasnya, semuanya disebabkan oleh motif yang bersifat egosentris. Internet menjadi alat untuk mencari keuntungan pribadi, sarana perayaan diri, atau media melarikan diri dari kenyataan yang pahit (Roccetti, Ferretti, Palazzi, & Salomoni, 2008). Internet-pun akhirnya tersaji sebagai alat untuk pemenuhan kebutuhan pribadi dan sederet dampak buruk yang mengikutinya.

Fakta-fakta seputar internet, selain diberitakan di media massa, juga diulik melalui kajian cyberpsychology (fenomena psikologis yang diasosiasikan dengan munculnya teknologi). Ulasan mengenai cybercrime, stalking, dan pornografi menjadi cerita yang menjadi pusat perhatian.  Namun, kajian psikologis mengenai bagaimana seseorang berbuat kebaikan di internet sangat jarang ditemui. Meski perilaku tersebut mudah dan sering terjadi (Wallace, 1999), penelitian tentang perubahan norma sosial berkaitan dengan altruisme sangatlah terbatas (Klisanin, 2011). Bukankah sangat disayangkan apabila internet hanya populer dengan dampak buruk dan tanpa berusaha mengekspos berbagai dampak positif yang sangat potensial untuk kepentingan bersama?

 

Altruisme

Istilah “Altruisme” pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte yang berasal dari Bahasa Latin yang artinya “yang lain”. Altruisme digunakan dalam istilah penyebutan untuk peduli sesama (Oliner & Oliner, 1988). Sementara menurut Psikologi, altruisme adalah sebuah motif pada kondisi tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain (Darity, 2008). Jadi, altruisme dapat diartikan sebagai sebuah perilaku yang didasari motif untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain.

 

Altruisme dapat dijumpai setiap hari dalam interaksi manusia. Contohnya adalah kita melihat seseorang yang terjatuh dan mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, atau ketika kita membuat sebuah post penggalangan dana di media sosial untuk membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Semua hal itu merupakan contoh dari altruisme yang sering terjadi di sekitar kita.

 

Altruisme terbagi atas dua jenis, yang pertama adalah “everyday altruism”, bentuk perilaku peduli sesama yang tidak membutuhkan banyak usaha (Gruber, 1997). Jenis kedua adalah “creative altruism” yang dijelaskan oleh Gruber memiliki tiga prinsip, yaitu memenuhi kewajiban moral tertinggi seseorang, memperbaiki ketidaksetaraan dan situasi yang ada, dan kerjasama (Gruber, 1997).

Internet sebagai perpanjangan tangan Altruisme

Melalui internet, seseorang dapat menjadi lebih leluasa dalam melakukan dan menyatakan sesuatu. Seseorang dapat bercerita dan melakukan apapun tentang dirinya entah mengungkap rahasia, dendam, rasa takut, keinginan, dan harapannya. Suler (2004) menyatakan, beberapa orang menjadi lebih sering dan intens untuk mengungkapkan diri ketika di ruang maya daripada di dunia nyata. Suler menyebutnya The Online Disinhibition Effect. Kondisi internet memungkinkan seseorang lepas dari kekangan sosial dan ruang, sehingga dapat melakukan dan mengatakan sesuatu yang tidak dapat ia lakukan di dunia nyata.

Perilaku Altruistik juga tidak terlepas dari pengaruh internet dan The Online Disinhibition Effect. Altruisme menjadi lebih mudah terjadi dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Seseorang dapat menjadi sangat baik dan dermawan untuk membantu orang lain melalui internet. Suler (2004) menyebutnya sebagai “benign disinhibition effect”, sebuah pengaruh positif ketika seseorang di ruang maya dapat mengaktualisasi, mengembangkan diri, serta menunjukkan perilaku baik yang tidak biasa. Hal ini menjadikan internet perpanjangan tangan dari altruisme dan melahirkan altruisme digital atau dikenal dengan istilah Digital Altruism.

Digital Altruism dan pengaruhnya pada masyarakat

Digital altruism memiliki tiga jenis. Sama seperti altruisme di dunia nyata, digital altruism terbagi atas everyday digital altruism dan creative digital altruism. Akan tetapi, terdapat penambahan jenis lain yakni co-creative digital altruism (Klisanin, 2011)

Dalam everyday digital altruism, seseorang terlibat di dalamnya tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga (Klisanin, 2011). Contohnya seperti situs KitaBisa.com yang memungkinkan seseorang berpartisipasi dalam penggalangan dana hanya dengan satu klik. Selain itu, seorang kontributor Wikipedia juga dapat berbagi ilmu pengetahuan dan informasinya sembari duduk di depan komputer dan menyesap kopinya. Perilaku everyday digital altruism sangat mudah terjadi kapanpun dan dimanapun.

Menurut Suler, The Online Disinhibition Effect mengakibatkan perilaku altruistik lebih mudah terbentuk atas dorongan beberapa faktor. Internet memungkinkan adanya anonimitas dan invisibilitas. Seseorang menjadi lebih mudah melakukan perilaku altruistik tanpa harus bertatap muka dengan orang lain dan tidak diketahui siapa identitasnya. Seseorang yang memiliki kesulitan berinteraksi atau tidak menginginkan identitas aslinya terungkap, dapat dengan mudah menunjukkan altruisme-nya di internet tanpa mengeluarkan banyak tenaga. Namun, tidak semua orang dapat melakukan perilaku tersebut (Klisanin, 2011). Misalnya, everyday altruism, dimana perilaku baik yang tidak membutuhkan banyak tenaga namun di dalamnya masih terdapat elemen konformitas (ketika linimasa media sosial kita tidak menampilkan kegiatan penggalangan dana, probabilitas kita untuk turut menyumbangkan dana juga lebih kecil) (Gruber, 1997).

 

Creative digital altruism juga mirip seperti creative altruism yang di dalamnya terdapat tiga prinsip; yakni memenuhi kewajiban moral tertinggi seseorang, memperbaiki ketidaksetaraan dan situasi yang ada, dan kerjasama (Gruber, 1997). Salah satu bentuk creative digital altruism adalah pembuatan situs untuk membantu orang lain. Contohnya adalah situs KitaBisa.com yang mengakomodasi penggalangan dana dari pengguna situsnya. Situs KitaBisa.com memenuhi prinsip dari Gruber (1997), yaitu memenuhi kewajiban moral tertinggi dengan membantu sesama manusia melalui cara kreatif dalam penggalangan dana, memperbaiki ketidaksetaraan dan situasi yang ada melalui bantuan yang diberikan, dan bekerjasama dengan pengguna situs baik mereka yang menginisiasi penggalangan dana maupun donatur. Creative digital altruism menjadi tempat bagi everyday digital altruism.

 

Bentuk terakhir adalah co-creative digital altruism yang dibedakan dengan tingkat koordinasi yang bersifat global dan kerjasama dalam menghadapi isu yang menguntungkan umat manusia dan planet (Klisanin, 2011). Dalam co-creative digital altruism terdapat beberapa karakteristik, yakni inisiasi di tingkat korporat, keterlibatan kreativitas lintas disipliner, keterlibatan moral yang berkelanjutan, serta kejasama lintas negara, korporasi, dan personal. (Klisanin, 2011). Hal ini dapat diamati pada World Community Grid (WCG). WCG memiliki partner jaringan global sebanyak 443 partner dan 578,939 anggota. Salah satu programnya adalah Berkley Open Infrastructure for Network Computing (BOINC). BOINC melakukan riset mengenai penyembuhan penyakit, global warming, dan penelitian lainnya. Co-creative digital altruism menjadi bentuk digital altruism yang berguna untuk menangani masalah dunia saat ini (Klisanin, 2011). Bentuk co-creative digital altruism berhasil tumbuh berkat adanya kemudahan seseorang mengakses informasi dan berhubungan dengan orang lain. Selain itu, co-creative digital altruism ada berkat kesinambungan berbagai creative digital altruism.

 

Simpulan

Pengaruh teknologi informasi yang begitu cepat, internet, memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap manusia dan interaksi diantaranya. Altruisme di dunia nyata menjadi berkembang dan lebih berpengaruh di dunia maya. Bentuk-bentuk altruisme mulai dari everyday digital altruism, creative digital altruism, dan co-creative digital altruism menunjukkan transformasi perwujudan dan cakupan yang lebih luas dibandingkan perilaku altruisme konservatif. Co-creative digital altruism tidak akan ada tanpa creative digital altruism. Creative digital altruism tak akan ada tanpa adanya hubungan dengan pelaku everyday digital altruism. Lebih penting, everyday digital altruism tidak akan mudah muncul tanpa internet dan benigh disinhibition effect yang membuat mudahnya altruisme terwujud. Ketiganya menjadi satu rantai dan menimbulkan efek domino ke arah keuntungan umat manusia. Sudah saatnya, penggunaan internet tidak hanya disorot dari sisi negatif dan dampak yang merugikan. Akan sangat memalukan bagi manusia sebagai satu-satunya mahluk yang memiliki altruisme, apabila mereka tidak mengoptimalkan potensi dari alat yang mereka sebut teknologi.

 

Referensi

 

Darity, E. W. (2008). Altruism. In International Encyclopedia of the Social Sciences (pp. 87-88). Detroit: International Encyclopedia of the Social Sciences.

Gruber, H. (1997). Creative Altruism, cooperation, and world peace. In M. Runco, & R. Richard, Eminent Creativity, Everyday Creativity, and Health (p. 463). Greenwich, CT: Ablex Publishing Corporation.

Klisanin, D. (2011). Is The Internet Giving Rise to New Forms of Altruism? Media Psychology Review [Online].

Oliner, S. P., & Oliner, P. M. (1988). The Altruistic Personality: rescuers of Jews in Nazi Europe. New York: The Free Press.

Roccetti, M., Ferretti, S., Palazzi, C. E., & Salomoni, P. (2008). Riding the Web Evolution: from Egoism to Altruism. IEEE CCNC 2008 (pp. 1123-1127). Alessandria: IEEE CCNC 2008.

Suler, J. (2004). The Online Disinhibition Effect. CyberPsychology & Behavior Vol. 7 No. 3, 321-326.

Wallace, P. (1999). The Psychology of The Internet. New York: Cambridge University Press.