ISSN 2477-1686
Vol.3. No.9, September 2017
Integrated Role Model: Saat Bersatunya Kata dan Perbuatan adalah Niscaya
Sri W Rahmawati
Fakultas Psikologi, Universitas Tama Jagakarsa
KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) telah beberapa kali memberikan peringatan pada program-program TV yang dianggap melanggar norma kesopanan maupun kepatutan untuk ditayangkan di media (https://m.cnnindonesia.com/hiburan). Dari sekian banyak kriteria lulus tayang, maka keharusan TV sebagai media masyarakat adalah menyajikan program-program yang mendidik dan memberikan pencerahan pengetahuan. Media TV tidak diperkenankan hanya sekedar mengejar unsur hiburan; dan apa lagi, rating TV yang ujung-ujungnya bicara tentang bisnis dan keuntungan.
Albert Bandura, seorang psikolog dari aliran sosoal kognitif, jauh-jauh hari sudah menekankan pentingnya modeling dalam pembelajaran yang dilalui melalui proses observasi. Pembelajaran melalui modeling memungkinkan seseorang untuk menambah atau mengurangi suatu perilaku yang diobservasi serta melakukan generasiliasi dari satu observasi ke observasi lainnya (Feist dan Feist, 2008). Tidaklah heran bila kejadian di bawah ini berlangsung. Pembunuhan di sebuah daerah dengan motif perampasan harta benda yang menggunakan modus: meracuni korban dengan kopi yang dibubuhi bubuk kimia (http://m.liputan6.com/news/read/2623608/). Pada saat itu, hampir dalam kurun waktu tiga bulan berturut-turut, masyarakat setiap harinya disuguhi live report proses peradilan scientif murder: kopi sianida. Lengkap dengan jalannya persidangan dan peragaan teknik-teknik penyajian kopi tingkat tinggi. Modeling adalah sarana pembelajaran efektf, yang mengarahkan seserorang untuk melakukan imitasi secara kritis terhadap role model yang tampil.
Pendidikan Berbasis Contoh
Setiap orang tua mendamba memiliki anak-anak yang sehat, santun, serdas dan memiliki karakter positif. Hampir setiap saat orang tua menyampaikan pesan-pesan berupa nasehat, harapan dan wejangan. Intinya memberikan rambu-rambu kepada anak, apa yang perlu dan tidak perlu dilakuan. Ironisnya, orang tua sering kali luput, bahwa kata-kata hanya bermanfaat sekita 10 persen saja dalam pembentukan perilaku. Selebihnya, perbuatan nyata yang dicontohkan orang tua-lah yang efektif dalam proses pendidikan (Rahmawati, 2016). Sayangnya pada beberapa kebiasaan orang tua yang tumbuh subur di masyarakat, termasuk pada beberapa budaya di keluarga Indonesia, pemberian contoh langsung yang mengiringi kata-kata berupa nasehat pada anak, sangatlah kurang. Demikian pula dalam konteks kemasyarakatan. Pemberian contoh dari penguasa atau pejabat berkenaan dengan penerapan nilai moral secara kasat mata, juga sangat minim. Ironisnya, pada ruang-ruang pendidikan pun terjadi hal serupa. Guru kurang memberi keteladanan kepada para siswanya dalam mengeksplorasi nasehat yang diberkan dalam bentuk perbuatan nyata sehari-hari yang langsung dapat dicontoh oleh siswa.
Peran Orang Tua Sebagai Model
Tidak sekedar kewajiban menjadi anak sebagai penerus generasi yang berbudaya, namun lebih dari itu pada diri orang tua melekat tanggung jawab untuk mendidik anak menjadi manusia masa depan yang bermental unggul, menjadi pelopor kebajikan, menjadi orang terdepan dalam kebaikan dan siap berkorban untuk tujuan yang lebih mulia. Dalam khazanah Islam, harapan dan doa orang tua dalam pendidikan anak dapat disimpulkan dalam untaian bait doa yang hampir selalu dibaca oleh para orang tua muslim: ‘waj’al na lilmuttaqiina imaman”, yaitu agar memiliki generasi penerus, atau anak-anak yang dapat menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. Bila kualitas orang yang bertaqwa saja dilekatkan dengan sejumlah kriteria unggul dalam berbagai sisi, maka pada doa ini, orang tua didorong untuk memiliki anak yang memiliki kualitas sebagai pemimpin bagi sejumlah orang yang memiliki keunggulan.
Untuk mencapai harapan yang begitu luhur, maka menjadi orang tua masa kini tidak hanya butuh keterampilan memberikan serangkaian nasehat, atau kata demi kata untuk mengarahkan anak berjalan pada jalur yang tepat (Rahmawati, 2016). Tidak hanya membutuhkan kepandaian melakukan pendekatan personal hingga anak memiliki ikatan erat (bonding) dengan orang tuanya. Tidak hanya piawai memiliki serangkaian konsekuensi yang berisikan hadiah dan hukuman (reward and punisment) agar dapat memotivasi anak mempertahankan tingkah laku yang diharapkan. Namun, keseluruhan langkah dalam pengasuhan orang tua terhadap anak harus diawali oleh contoh/keteladanan yang diberikan orang tua (Rahmawati, 2017). Keteladanan baik pada konsistensi kata-kata, kejujuran sikap, dan yang paling penting adalah kesatuan antara perbuatan dan perkataan. Pada banyak situasi, anak bahkan tidak terlalu peduli dengan kata-kata, namun melihat langsung contoh perbuatan yang dilakukan orang tua, yang dilakukan secara terus menerus. Contoh perbuatan ini akan secara efektif mengarahkan anak untuk bertingkah laku sesuai yang diinginkan. Di saat inilah, ketika perbuatan berdampak lebih kuat dari sekedar perkataan, orang tua telah memainkan peran sebagai integrated role model: menjadi contoh yang utuh. Maka, melihat anak mengubah tingkah lakunya sesuai dengan tujuan pendidikan, adalah sebuah keniscayaan.
Referensi
Feist, J., & Feist, G. (2008). Theories of personality (7th ed.). USA: Mc Graw Hill Company.
Rahmawati, S.W. (2017). Kontribusi holistic parenting dalam pemecahan masalah tingkah laku remaja. Jurnal Humanitas, 14(1).
Rahmawati, S.W. (2016). Holistic Parenting: The Contribution of Islamic Parenting in preventing school bullying in Jakarta, Indonesia. Journal of Education and Social Science, 5(2).
Adzani, F. (2017). Delapan tayangan televisi yang disemprit KPI. Diunduh dari https://m.cnnindonesia.com/hiburan/20160318143008-220-118324/delapan-tayangan-televisi-yang-disemprit-kpi/
Anugrahadi, A. (2016). Di tempat ini pembunuh Depok habisi korbannya dengan kopi sianida. Diunduh dari http://m.liputan6.com/news/read/2623608/di-tempat-ini-pembunuh-depok-habisi-korbannya-dengan-kopi-sianida#