ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 5 Mar 2022

Mencegah Perubahan Iklim Dengan Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca

 

Oleh:

Raisa Rakhmania

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Latar Belakang

Masalah lingkungan hidup yang memerlukan perhatian khusus dari dunia adalah isu perubahan iklim akibat pemanasan global. Perubahan iklim merupakan perubahan yang bersifat jangka panjang akibat perubahan suhu dan pola cuaca (Nations, n.d.-b). Perkembanagan teknologi menyebabkan munculnya aktivitas manusia yang menjadi pendorong utama perubahan iklim, salah satunya pembakaran bahan bakar fosil. Emisi karbon yang menimbulkan efek rumah kaca, atau Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) telah menjadi keprihatinan dunia. Akibat dari Emisi GRK, satu dekade terakhir ini, yaitu 2011-2020 merupakan dekade terpanas di Bumi (Nations, n.d.-b). 

 

Dalam Perjanjian Paris tahun 2016, dilanjutkan pembahasan rutin pada pertemuan negara anggota G 20 dan COP (Conference of the Parties to the UNFCCC) yaitu negara yang tergabung dalam frameworkperubahan iklim PBB, telah dibahas bagaimana menjaga suhu global dengan tiga aksi, yaitu mengurangi emisi, beradaptasi dengan dampak iklim dan mendanai penyesuaian yang diperlukan. Mengalihkan sistem energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan seperti matahari atau angin akan mengurangi emisi yang mendorong perubahan iklim (Nations, n.d.-a). Greta Thunberg, remaja aktivis perubahan iklim dalam Konvensi Perubahan Iklim (COP-24 hingga COP-26) selalu berpidato dan meminta pemimpin dunia bertindak terhadap perubahan iklim untuk masa depan generasi mendatang (Connect4Climate, 2018). Namun, pada COP-26, Greta mengkritik pemimpin yang tidak melakukan aksi nyata. Hal ini terbukti dari pemanasan global yang terus meningkat. Data sains tidak dapat berbohong, fakta di lapangan, perubahan iklim terjadi dan kenaikan suhu tetap ada, ungkap Greta (Debates, 2021).

 

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berpengaruh terhadap perubahan iklim dapat meningkatkan kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius pada 2030. Hal tersebut berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Mencairnya es di kutub, meningkatnya volume air laut menimbulkan dampak merugikan bagi keseimbangan alam, seperti hasil panen menurun, habitat hewan terganggu, dan polusi yang ditimbulkan berpengaruh pada kesehatan manusia (Nations, n.d.-a).

 

Indonesia sebagai salah satu negara industri yang menyumbang emisi karbon cukup tinggi di dunia (Fransen dkk., 2020) turut bertanggung jawab untuk mengatasi masalah ini. Dalam G 20 tahun 2021, Indonesia termasuk negara yang menandatangi penghentian pembiayaan batu bara bagi industri (Dewan, 2021). Pemerintah Indonesia juga berkomitmen dalam Nationally Determined Contributios (NDC) untuk menjaga suhu global dari kenaikan setelah Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim pada 2016. Dalam laporan inventarisasi Emisi GRK bidang energi Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), Pemerintah Indonesia akan mengurangi Emisi GRK sebesar 29% atau 834 juta ton Co2e pada tahun 2030 dari kondisi asalnya, atau yang disebut Business as Usual (BaU) (Sunarti et al., 2020).

 

Pembahasan 

Industri nasional merupakan salah satu penggerak perekonomian Indonesia. Pemerintah berusaha untuk menciptakan struktur industri nasional yang kuat, dapat bersaing di tingkat global, dan terus berinovasi (Kemenperin, n.d.). Berdasarkan data dari Kementrian ESDM, Emisi GRK paling banyak dihasilkan oleh industri produsen energi, dengan pembangkit listrik sebagai penyumbang terbesar dengan menyumbang 43,83%. Disusul oleh transportasi, industri konstruksi dan manufaktur, dan sektor lainnya, seperti perkantoran, perumahan, pertanian, dll (Sunarti dkk., 2020).

 

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa seluruh lapisan masyarakat mulai dari pemerintah hingga individu dalam rumah tangga memiliki peran dalam menyumbang Emisi GRK. Industri nasional banyak bergerak di bidang pengolahan bahan mentah, Emisi GRK yang dihasilkan berasal dari proses pembakaran bahan bakar, kegiatan produksi, penyimpanan, dan pengangkutan (Sunarti dkk., 2020).  

 

Pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah pemerintah sebagai pengambil keputusan. Penggunaan energi fosil merupakan wujud nyata dari paradigma teknokratis yang menggunakan teknologi untuk menguras kekayaan bumi dan mendapatkan keuntungan ekonomi. Penandatangan kesepakatan penghentian penggunaan batu bara dalam G 20 di Roma Italia (Dewan, 2021), merupakan suatu langkah besar yang diambil baik bagi Indonesia dan negara lain yang turut berpartisipasi. Namun, kesepakatan tersebut perlu direalisasikan. Pemerintah harus siap dengan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.

 

Transportasi merupakan hal kedua yang menyumbang Emisi GRK. Kendaraan bermotor di Indonesia masih berbahan bakar minyak bumi. Mobil listrik sudah dipasarkan, namun harga yang ditawarkan masih terlalu mahal. Masyarakat Indonesia juga bertanggung jawab dalam menyumbang Emisi GRK. Kesadaran terkait dengan gaya hidup ramah lingkungan masih perlu ditingkatkan. Pilihan menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum, perilaku tidak hemat energi di rumah dan tempat kerja, berpengaruh terhadap sumbangan Emisi GRK. 

 

Penyelesaian Masalah

Untuk berpartisipasi dalam mencegah perubahan iklim global, semua lini perlu melakukan perubahan. Pemerintah sebagai faktor penentu kebijakan, swasta, komunitas, dan individu perlu melakukan perubahan gaya hidup. Prinsip-prinsip etis perubahan iklim yang dihimbau oleh UNESCO (UNESCO, 2015) perlu diterapkan oleh masyarakat Indonesia. Dimulai dari Prevention of Harm yaitu mencegah tindakan yang dapat memperburuk perubahan iklim, seperti hemat dalam penggunaan energi listrik dan menggunakan transportasi umum merupakan suatu tindakan pencegahan. Selain itu, Precautionary Approach, tindakan nyata tanpa menunggu apapun, karena bukti dari perubahan iklim sudah nyata, dengan peningkatan suhu dalam 10 tahun terakhir ini (Nations, n.d.-a).

 

Selanjutnya, Equity and Justice, dimana perubahan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan sesungguhnya keadilan bagi lingkungan hidup dan generasi di masa depan. Sustainable Development, pembangunan berkelanjutan yang menerapkan prinsip ramah lingkungan perlu dilakukan agar lingkungan tidak semakin rusak dengan adanya pembangunan yang terus menerus. Kelompok yang paling terdampak oleh perubahan iklim adalah kelompok marginal di negara tertinggal dan kepulauan kecil. Solidarity Support diperlukan agar kesejahteraan hidup manusia bisa lebih merata. Negara maju perlu membantu negara berkembang dalam mendanai penanganan perubahan iklim agar masalah ini bisa segera diselesaikan. Prinsip terakhir adalah Scientific Knowledge & Integrity In Decision-Making dimana edukasi terhadap perubahan iklim perlu dilakukan di Indonesia mulai dari tingkat keluarga hingga dalam pemerintahan. Selain itu, pemerintah dalam mengambil kebijakan perlu mempertimbangkan berbagai sudut pandang, seperti sudut pandang ilmu pengetahuan, budaya, dan agama.

 

Dengan menerapkan prinsip etis perubahan iklim yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, kita turut andil dalam menyelamatkan lingkungan hidup. Sebagai orang yang bergerak di pendidikan dan mempelajari ilmu psikologi, peneliti dapat memulai dengan edukasi dan sosialisasi kepada siswa, dan orang tua untuk merubah gaya hidup. Agar pergerakan edukasi semakin cepat, maka kita bisa mengkampanyekan perilaku ramah lingkungan dan edukasi terkait Emisi GRK di media sosial, menyampaikan surat terbuka kepada Presiden atau Komisi IV DPR, melakukan webinar dan forum discussion group (fdg) merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengedukasi pencegahan perubahan iklim.

 

 

Referensi:

 

Connect4Climate. (2018). Greta Thunberg full speech at UN Climate Change COP24 Conference. 16 Desember. https://www.youtube.com/watch?v=VFkQSGyeCWg

 

Debates, D. (2021). Greta Thunberg’s Full Keynote Speech at Youth4Climate Pre-COP26 | Doha Debates. 29 September. https://www.youtube.com/watch?v=n2TJMpiG5XQ

 

Dewan, A. (2021). G20 agrees on key climate goals around global warming limits and coal financing, but lacks firm commitments. CNN Politics. https://edition.cnn.com/2021/10/31/politics/g20-climate-communique/index.html

 

Fransen, T., Kuramochi, T., Cantzler, J., Analytics, C., Fekete, H., & Olivier, J. (2020). Pre-2020 action : trends and progress. 2012, 3–10.

 

Institute, W. R. (2020). Booklet Berkelanjutan: Seri 1 Krisis Iklim. WRI Indonesia. https://wri-indonesia.org/en/resources/data-visualizations/sustainability-booklet-series-1-climate-crisis

 

Institute, W. R. (2021). Seri Booklet Penurunan EMisi GRK I: Memperkuat Komitmen Iklim di Indonesia. https://wri-indonesia.org/en/resources/data-visualizations/ghg-emission-reduction-booklet-series-1-strengthening-climate-action

 

Kemenperin. (n.d.). VISI DAN MISI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. https://kemenperin.go.id/visi-misi-kementerian-perindustrian

 

Nations, U. (n.d.-a). Goal 13: Take urgent action to combat climate change and its impacts. Retrieved January 6, 2021, from https://www.un.org/sustainabledevelopment/climate-change/

 

Nations, U. (n.d.-b). What Is Climate Change? https://www.un.org/en/climatechange/what-is-climate-change

 

Sunarti, Sunaryo, F. K., Prasetyo, B. E., Kurniadi, C. B., Setiadi, I., Rabbani, Q., Fajarwati, P. A., & Hernawati, S. (2020). Inventarisasi Emisi GRK Bidang Energi. Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Energi Tahun 2020, v. https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-inventarisasi-emisi-gas-rumah-kaca-sektor-energi-tahun-2020.pdf

 

UNESCO, C. (2015). Ethical Principles for Climate Change: Adaptation and Mitigation Report of COMEST. https://doi.org/10.15548/jt.v22i1.138