ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 5 Mar 2022

Digitalisasi Psikoedukasi Pada Masa Pandemi

 

Oleh:

Agung Bangkit Nuswantoro & Dian Juliarti Bantam

Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

 

Teknologi merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Berkembangnya teknologi berbanding lurus dengan perkembangan peradaban manusia. Teknologi pada awalnya hanya alat-alat sederhana yang diciptakan manusia untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Teknologi kemudian berkembang pesat mengikuti alur kebutuhan manusia yang semakin kompleks dan beragam. Perkembangan teknologi tentu menjadi bukti loncatan perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Perkembangan teknologi mewujudkan satu inovasi baru berupa media sosial. Media sosial menjadi lahan yang tepat dan efektif untuk melakukan edukasi. Pemberian informasi-informasi sesuai dengan keilmuan, yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat. Pemberian informasi untuk tujuan edukasi sebagai upaya preventif, dikenal dengan psikoedukasi. Sebagaimana dikatakan oleh Setiani dan Haryanto (2019), Psikoedukasi adalah upaya intervensi dengan tujuan untuk memberikan pengajaran melalui informasi-informasi yang disediakaan kepada individu atau kelompok tertentu. Selanjutnya menurut Kusumastuti (2017), psikoedukasi modern dapat dilakukan dengan lebih fleksibel, yaitu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi khususnya jejaring sosial. Menurut Huzaimah, (2018) aspek dari psikoedukasi yaitu target, fleksibilitas, informalitas, dan validitas. Aspek-aspek ini murni harus dimunculkan saat membuat psikoedukasi di media sosial, karena dengan adanya aspek-aspek tersebut psikoedukasi yang dibuat akan siap dan layak untuk ditampilkan dan dikonsumsi oleh audiens media sosial. 

 

Berdasarkan aspek-aspek tersebut dan melihat kondisi di lapangan, maka penulis memilih media sosial sebagai salah satu platform psikoedukasi yang paling fleksibel dan mampu diakses dimana saja oleh siapa saja, saat masa pandemi ini. Pandemi menurut Yudi dan Fani (2020), sebagai kondisi wabah yang menjangkit suatu cakupan daerah yang luas, meliputi suatu Negara, Benua, bahkan Dunia. Setiawan dan Fitrianto (2021), juga berpendapat bahwa pandemi merupakan satu kejadian luar biasa yang menyebabkan perubahan secara global. Namun, pandemi ini tidak menjadikan batas yang menghambat pelaksanaan psikoedukasi. Justru dengan adanya pandemi peran media akan menjadi sangat vital untuk melakukan psikoedukasi dan mungkin akan menggeser anggapan pola psikoedukasi dari yang sebelumnya konvensional menjadi pola psikoedukasi modern yang memanfaatkan media sosial. Hamzah (2013), memaparkan Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah pengguna media sosial terbanyak didunia.  Arifin (2019), dalam tribunnews berpendapat bahwa Indonesia merupakan Negara keempat di dunia dalam hal jumlah total pengguna media sosial di dunia. Dengan 120 Juta masyarakat Indonesia tercatatat sebagai pengguna media sosial, atau hampir dari 45% masyarakat Indonesia mampu mengakses media sosial. Hal ini tentu menjadi fakta yang dapat digunakan untuk menjadi landasan digunakannya media sosial untuk melakukan psikoedukasi. Fakta-fakta tersebut mendorong penulis untuk melakukan psikoedukasi melalui media sosial.

 

Pelaksanaan psikoedukasi diawali dengan melakukan analisa SWOT untuk mengetahui konten psikoedukasi yang layak dipublikasikan, terpercaya di berbagai sumber tulisan dan dibutuhkan oleh masyarakat (aspek validitas). Setelah melakukan analisa kebutuhan konten, kemudian penulis memilih platform psikoedukasi, yaitu dengan menggunakan Instagram, Youtube dan Whatsapp. Pemilihan platform ini dilandasi dengan analisa pangsa pasar pengguna dan calon audiens psikoedukasi yang dilakukan (aspek target). Selain itu, program psikoedukasi yang dilakukan adalah program konten yang banyak diminati oleh banyak pengguna media social serta mudah untuk dipahami dan dilihat (aspek informatifitas), yaitu konten flyer (info grafis) untuk instagram dan whatsapp, podcast untuk youtube, dan mini webinar untuk program puncak psikoedukasi. 

 

Psikoedukasi 1 merupakan psikoedukasi dengan topik kecanduan gadget pada anak dan remaja. Psikoedukasi ini dilakukan dengan membuat flyer infografis yang terdiri dari 4 slide infografis pada satu kali rangkaian unggahan. Psikoedukasi 1 ini diunggah di laman instagram salah satu biro psikologi. Pemilihan topik kecanduan gadget, berawal dari analisa klien biro psikologi yang kebanyakan merupakan anak-anak dan remaja. Psikoedukasi ini bertujuan untuk menjadi konten preventif dalam memberikan pengetahuan lebih mengenai kecanduan gadget, baik kepada pelaku maupun support system seperti keluarga dan teman sebaya. Psikoedukasi 2 mengangkat topik fenomena fakta dan mitos hysteria di masyarakat. Penentuan topik ini berdasarkan analisa terhadap konten horror yang marak di media sosial. Konsep ini menyajikan mitos dan fakta seputar kesurupan dalam kacamata keilmuwan psikologi. 

 

Psikoedukasi 3 adalah psikoedukasi dengan media podcast yang di bagikan di kanal youtube biro psikologi zaituna dengan bahasan utama toxic relationship. Topik ini dilandaskan pada hasil survei yang dilakukan di instagram, untuk menjawab beberapa pertanyaan seperti; Apa yang menyebabkan terjadinya hubungan yang tidak sehat/toxic relationship?, Bagaimana cara mengatasi hubungan toxic relationship?, Apa saja dampak yang ditimbulkan dari hubungan toxic relationship?, Apa saja ciri-ciri hubungan yang toxic?, Apa yang menyebabkan individu yang terjebak hubungan toxic susah untuk keluar?. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan, narasumber mampu menjawab semua pertanyaan. 

 

Psikoedukasi 4 dilakukan dengan metode mini seminar. Seminar mengambil topik ‘Memutus Anger Guilty Cycle Pada Pola Pengasuhan’. Seminar dilakukan secara daring menggunakan aplikasi Zoom Meeting. Seminar menggunakan konsep yang interaktif dengan membuka kesempatan tanya jawab bagi peserta yang berminat untuk bertanya. Pemilihan topik anger guilty cycle didasarkan pada pola mayoritas prosesi konseling anak dan orang tua yang terkait hal tersebut. Seminar ini dihadiri secara daring oleh 24 peserta yang mayoritas adalah orang tua yang memiliki keresahan mengenai anger guilty cycle pada buah hatinya. Peserta seminar mengaku tercerahkan atas pemaparan pemateri saat seminar, materi disampaikan dengan lugas dan dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga peserta seminar sangat antusias dan bergantian menanyakan mengenai keresahan mereka pada saat sesi tanya jawab dibuka. 

 

Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa pemberian informasi perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada. Jika psikoedukasi yang dilakukan memiliki analisa situasional yang baik hasilnya terdapat peningkatan insight dan kunjungan profil ke laman sosial lembaga/ organisasi setelah melakukan psikoedukasi melalui media sosial khususnya instagram. Jumlah views kanal youtube lembaga juga meningkat setelah dibuatnya video sharing session terkait dengan toxic relationship, sehingga peserta yang tidak sempat mengikutinya secara langsung dapat menyaksikannya di kanal youtube lembaga. Psikodekasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tidak hanya cara yang konvensional, tetapi melalui metode digital yang memanfaatkan teknologi/ media sosial dapat menjangkau berbagai masyarakat dengan berbagai ide konten. Merubah pola penerapan psikoedukasi pada masa pandemic, merupakan hal yang efektif, tepat dan wajib dilakukan oleh setiap lembaga/ organisasi. Dengan penyesuaian yang dilakukan, dapat memaksimalkan fungsi media sosial berbagai lembaga, sehingga lembaga-lembaga psikologi/ organisasi lain menunjukkan eksistensinya. 

 

 

Referensi:

 

Arifin, C. (2019). Pengguna sosial media di Indonesia terbesar keempat di dunia. Www.Tribunnews.Com. https://www.tribunnews.com/techno/2019/06/19/pengguna-sosial-media-di-indonesia-terbesar-keempat-di-dunia

 

Hamzah, Y. I., Penelitian, P., Pengembangan, D., Kepariwisataan, K., Pariwisata, K., & Kreatif, D. E. (2013). Potensi Media Sosial Sebagai Sarana Promosi Interaktif Bagi Pariwisata Indonesia. Jurnal Kepariwisataan Indonesia8(3), 1–9. http://www.kemenpar.go.id/userfiles/JKI Vol_8 No_3 2013 - Potensi Media Sosial Sebagai Sarana Promosi Interaktif Bagi Pariwisata Indonesia.pdf

 

Huzaimah, N. (2018). Model Psikoedukasi untuk Meningkatkan Pemahaman dan Efikasi Diri Penderita Diabetes Mellitus Tipe2. Wiraraja Medika8(1), 19–26. https://doi.org/10.24929/fik.v8i1.506

 

Kusumastuti, W. (2017). Pengaruh Metode Psikoedukasi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Putri. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi2(2). https://doi.org/10.23917/indigenous.v2i2.4461

 

Setiani, T. P., & Haryanto, H. C. (2019). Efektivitas Psikoedukasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Sosial Pada Mahasiswa Baru. Psikoislamika : Jurnal Psikologi Dan Psikologi Islam16(1), 1. https://doi.org/10.18860/psi.v16i1.7531

 

Setiawan, N. S., & Fitrianto, A. R. (2021). EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN Pengaruh Work From Home ( WFH ) terhadap Kinerja Karyawan pada Masa Pandemi COVID-193(5), 3229–3242.

 

Yudi Firmansyah, & Fani Kardina. (2020). Pengaruh New Normal Ditengah Pandemi Covid-19 Terhadap Pengelolahan Sekolah Dan Peserta Didik. Buana Ilmu4(2), 99–112. https://doi.org/10.36805/bi.v4i2.1107