ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 1 Jan 2022

Citra Tubuh Negatif, Permasalahan Remaja Masa Kini

 

Oleh:

Syafira Putri Giriansyah, Mochammad Sa’id

Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang

 

 

Di era modern ini, produk perawatan kulit (skin care) hampir menjadi kebutuhan primer bagi kebanyakan orang, terutama kaum wanita. Berbagai macam produk perawatan kulit, hingga maraknya beauty influencer bisa kita rasakan di masa ini. Kita bisa menemukan mereka dengan mudah di berbagai aplikasi media sosial. Hal itu membuat sebagian kaum wanita senang karena dapat berbagi informasi dan tips tentang cara merawat tubuh.

 

Tetapi, di sisi lain, terdapat sebagian wanita yang justru merasa tidak puas terhadap dirinya karena memiliki permasalahan kulit seperti kulit kusam dan wajah berjerawat. Bagi mereka yang memiliki motivasi untuk terus berjuang, mereka akan mencoba berbagai cara untuk membuat diri mereka menjadi lebih baik. Dan tidak jarang mereka yang tengah berjuang justru menerima kritikan tajam dari orang lain melalui komentar di media sosial.

 

Ketidakpuasan terhadap tubuh terutama sangat dirasakan oleh remaja wanita. Hal ini dikarenakan mereka berada dalam fase identity vs identity confusion (Erikson dalam Julianti, 2015). Fase tersebut dimulai pada masa pubertas dan diakhiri pada usia 18 atau 20 tahunan. Pada masa ini, salah satu topik permasalahan yang menjadi perhatian mereka adalah terkait kondisi tubuh mereka. Di antaranya adalah pertambahan berat badan dan perubahan bentuk tubuh.

 

Permasalahan yang dialami oleh remaja wanita di atas dapat berdampak pada citra tubuh yang mereka miliki. Citra tubuh (body image) merupakan persepsi dan penilaian seseorang terhadap bentuk atau ukuran tubuhnya serta terhadap kemungkinan penilaian orang lain mengenai tubuhnya (Honigman & Castle dalam Julianti, 2015). Citra tubuh yang dimiliki oleh individu dapat bersifat positif maupun negatif.

 

Citra tubuh positif merupakan persepsi yang baik terhadap diri sendiri. Citra tubuh positif berkaitan dengan penerimaan terhadap diri sendiri serta pemahaman bahwa tidak ada orang yang sempurna. Citra tubuh yang positif sangat penting untuk dimiliki setiap individu. Karena, dengan memiliki citra tubuh positif, secara otomatis kita akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, dan mampu mengekspresikan diri dengan baik. Kita juga mampu menerima kritik, dan tidak terpengaruh terhadap persepsi orang lain mengenai diri kita. 

 

Sedangkan citra tubuh negatif merupakan persepsi diri yang kurang tepat atau menyimpang. Citra tubuh negatif berkaitan dengan perasaan bahwa diri kita tidak menarik dan tidak sesuai dengan harapan kita. Bagi individu yang memiliki citra tubuh negatif, mereka cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah. Dan ketika mereka memiliki kepercayaan diri yang rendah, maka mereka akan mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dirinya di lingkungan sosial. Mereka juga mudah terpengaruh oleh bagaimana persepsi orang lain terhadap dirinya, menarik diri dari lingkungan sosial, hingga merasakan tekanan secara terus-menerus.

 

Munculnya citra tubuh negatif pada diri individu sangat dipengaruhi oleh perbandingan sosial: proses individu membandingkan dirinya dengan orang lain (Steg et al., 2008). Setiap orang akan membandingkan dirinya dengan orang lainyang dianggap sebagai pembanding yang realistis (Dorian & Garfinkel dalam Herabadi, 2007). Karena itu, tidak mengherankan jika orang-orang yang sebenarnya sudah memiliki proporsi tubuh yang baik masih memiliki penilaian negatif terhadap dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan mereka membandingkan diri mereka dengan tubuh para model yang mereka lihat di media massa (Vilegas & Tinsley dalam Herabadi, 2007).

 

Dampak citra tubuh negatif bagi remaja

Citra tubuh negatif sangat berdampak pada diri individu: bisa positif dan negatif. Dampak positifnya adalah motivasi untuk merawat, dan menjaga dirinya. Hal ini bisa dilakukan dengan berolahraga, menjaga pola makan, menghindari stress, hingga menentukan produk kecantikan yang sesuai dengan tipe dan kebutuhan kulit yang dimiliki (jika permasalahannya merupakan kulit wajah). Namun, dampak negatifnya lebih banyak. Pertama, ia dapat mempengaruhi harga diri (self-esteem) yang dimiliki individu. Harga diri ini meliputi penghargaan dan kepercayaan terhadap diri sendiri. Kebutuhan akan harga diri dibagi menjadi dua: penghargaan terhadap diri sendiri dan penghargaan yang berasal dari orang lain (Maslow dalam Alwisol, 2002).

 

Kedua, depresi. Individu yang memiliki citra tubuh negatif dapat mengalami depresi. Komentar “gemuk” atau bahkan kontak mata seseorang ketika berbicara yang cenderung memerhatikan jerawat yang dimiliki lawan bicaranya, dapat memicu depresi. Meskipun hal ini mungkin terbilang sepele, dan banyak orang yang tidak menyadarinya, individu dengan citra tubuh negatif akan sangat memaknai hal tersebut.

 

Ketiga adalah gangguan mental terkait bentuk dan ukuran tubuh. Salah satunya adalah Body Dysmorphic Disorder (BDD), yaitu gangguan mental dimana individu meyakini bahwa dirinya memiliki kekurangan dalam penampilan fisik sehingga membuat dirinya tidak menarik. Penderita BDD akan merasa malu, tidak layak, cemas, dan tertekan karena kelemahan yang mereka miliki, bahkan meskipun kekurangan tersebut sangatlah minim. Misalnya warna kulit yang lebih gelap dibandingkan temannya atau memiliki mata yang sipit. Mungkin kita berpikir bahwa hal tersebut bukanlah masalah yang penting, tetapi tidak bagi penderita BDD. Bagi mereka kekurangan tersebut merupakan masalah yang besar hingga dapat menimbulkan tekanan emosional, dimana mereka merasa terganggu dan kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

 

Ada pula gangguan mental anorexia nervosa dan bulimia nervosaAnoreksia nervosa merupakan gangguan makan yang disebabkan oleh ketakutan akan penambahan berat badan. Penderita anorexia nervosa memiliki persepsi bahwa mereka memiliki berat badan yang berlebih, meskipun sebenarnya mereka memiliki berat badan yang berada dibawah standar kesehatan. Mereka akan melakukan berbagai cara supaya tidak mengalami penambahan berat badan, mulai dari pembatasan asupan kalori, berolahraga secara berlebihan, hingga berpuasa secara berlebihan. Anorexia nervosa termasuk dalam gangguan mental yang mematikan. Penderitanya memiliki risiko kematian yang tinggi, bahkan mencapai enam kali lipat lebih tinggi, dibandingkan orang yang tidak mengidapnya. Sedangkan bulimia nervosa merupakan gangguan makan yang penderitanya akan makan secara berlebihan dan diikuti rasa penyesalan, sehingga mereka akan berusaha untuk mengeluarkan kembali apa yang telah mereka makan.

 

Permasalahan citra tubuh pada remaja wanita bukanlah perkara remeh. Untuk mencegah dan mengatasinya, kita harus belajar mencintai diri sendiri (self-love)Self-love dapat digambarkan sebagai penerimaan terhadap diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Individu yang mencintai dirinya sendiri akan melakukan hal-hal untuk memenuhi kebutuhan dirinya tanpa memikirkan hal lain yang membuatnya tidak nyaman. Selain itu, ia juga memandang bahwa dirinya berharga dan berhak untuk bahagia. Terdapat beberapa cara untuk menerapkan self-love. Yang pertama ialah kesadaran diri (self-awareness). Kesadaran diri ini merupakan kesadaran diri kita terhadap proses berpikir atau cara pandang yang kita miliki. Hal ini dapat mempengaruhi tindakan kita, cara kita memandang sebuah kejadian, dan emosi yang kita miliki. Dengan memiliki kesadaran diri, kita dapat meminimalisir situasi yang menyebabkan penyesalan, karena kita akan merespon situasi dengan lebih cermat, tidak ceroboh, dan tidak impulsif.

 

Kemudian ada self-worth, yaitu keyakinan yang kita miliki terhadap nilai diri kita sendiri. Misalnya, kita merasa bahwa kita pantas mendapatkan reward karena kita telah berusaha untuk mengerjakan sesuatu. Terlepas dari tercapai atau tidaknya tujuan kita, kita harus tetap menyadari bahwa diri kita berharga dan berhak untuk mendapatkan hadiah.

 

Yang ketiga adalah harga diri (self-esteem). Harga diri ini muncul dari self-worth yang baik. Jika kita merasa bahwa diri kita berharga, maka kita akan merasa nyaman dan puas terhadap diri kita sendiri dengan apapun kondisi yang kita miliki. Kita juga akan lebih jujur kepada diri kita sendiri, dan menerima segala yang telah kita miliki. 

 

Yang terakhir adalah kepedulian pada diri sendiri (self-care). Penerapan kepedulian pada diri sendiriini sebagian besar ditunjukkan pada perilaku yang menguntungkan diri sendiri. Misalnya berolahraga dengan teratur, menjaga pola makan, dan menjaga waktu tidur. Namun, kepedulian pada diri sendiri ini tidak hanya terbatas pada pola hidup saja. Ia juga dapat dilakukan sebagai apresiasi kita terhadap diri kita. Bentuk apresiasi tersebut bisa dilakukan dengan hal-hal kecil seperti membaca buku, menonton film, memakai masker wajah, berbincang dengan teman, melukis, ataupun melakukan hal lain sesuai dengan kenyamanan diri kita.

 

 

Referensi:

 

Alwisol. (2002). Psikologi Kepribadian. Malang: Penerbit Universitas Muhammdiyah Malang.

 

Herabadi, A. G. (2007). Hubungan antara Kebiasaan Berpikir Negatif tentang Tubuh dengan Body Esteem dan Harga Diri. Jurnal Makara Sosial Humaniora, 11 (1). journal.ui.ac.id/humanities/article/view/42/38.

 

Julianti, J. (2015). Hubungan antara body image dengan self esteem remaja putri yang aktif dalam perilaku gymnastic. Diakses dari https://psychology.binus.ac.id/2015/09/19/hubungan-antara-body-image-dengan-self-esteem-remaja-putri-yang-aktif-dalam-perilaku-gymnastic/#:~:text=Body%20image%20menurut%20Honigman%20dan,penilaian%20orang%20lain%20terhadap%20dirinya.

 

Steg, L., Buunk, A.P., & Rothengatter, T. (2008). Applied social psychology: Understanding and managing social problems. New York: Cambridge University Press.