ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 16 Ags 2021
Peran Psikologi Forensik Dalam Penyidikan Kasus Tindak Pidana KDRT
Oleh
Kinanti Nurohmawati & Putri Pusvitasari
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Sejatinya setiap orang ingin memiliki rumah tangga yang sejahtera. Dalam pencapaian rumah tangga yang sejahtera, dibutuhkan proses yang panjang. Kerja sama yang baik dalam lingkup rumah tangga akan mewujudkan suatu pencapaian yang diinginkan dalam rumah tangga tersebut. Setiap individu dalam rumah tangga untuk melaksanakan hak dan kewajibannya harus bersandar pada agama dan aturan hukum. Rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para anggotanya karena keluarga dibangun oleh pasangan suami-istri atas dasar ikatan secara lahir dan batin diantara keduanya. Sehingga rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat untuk berlindung bagi anggota keluarga, justru menjadi tempat penderitaan dan penyiksaan. Menanggapi kondisi kekerasan pada anggota-anggota keluarga dan rumah tangga yang sudah sedemikian terbuka dan menimbulkan tidak sedikit korban, maka masyarakat dan pemerintah merasa perlu untuk dapat menangani masalah menyimpang dan menimbulkan korban dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga (Iskandar & Suwanda, 2019).
Kekerasan dalam rumah tangga atau yang disebut KDRT merupakan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang dapat mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan dengan cara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. KDRT merupakan salah satu jenis kekerasan yang menjadi masalah kesehatan global. Studi dari berbagai negara menunjukkan bahwa angka kejadian KDRT berkisar antara 1571%. Di Indonesia sendiri kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat. Jumlah kasus kekerasan pada tahun 2010 mengalami peningkatan sekitar 5 kali dibandingkan tahun 2006. KDRT merupakan kasus yang cukup mendominasi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu 96% pada 2010. Dalam catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2011, korban KDRT yang terbanyak yakni perempuan yang berada dalam rentang usia produktif (25-40 tahun) (Iskandar & Suwanda, 2019).
Psikologi forensik adalah sejenis penelitian dan teori psikologi yang mempelajari pengaruh faktor kognitif, emosional dan perilaku pada prosedur hukum. Beberapa konsekuensi dari kesalahan manusia yang mempengaruhi semua aspek bidang hukum adalah kesalahan penilaian yang serius, ketergantungan pada stereotip, ingatan yang salah, dan keputusan yang salah atau tidak adil. Karena hubungan antara psikologi dan hukum. Psikolog sering diminta untuk membantu sebagai saksi ahli dan penasihat pengadilan. Aspek penting dari psikologi forensik adalah dapat diuji di pengadilan, dirumuskan kembali, menemukan psikologi sebagai bahasa hukum di pengadilan, dan memberikan informasi kepada personel hukum sehingga dapat dipahami. Oleh karena itu, psikolog forensik harus mampu menerjemahkan informasi psikologis ke dalam kerangka hukum (Sulmustakim, 2019).
Psikolog Yusti Probowati (Sulmustakim, 2019) berpendapat bahwa tugas psikologi forensik untuk menyelidiki pelaku adalah untuk mengetahui kondisi psikologis tersangka melalui proses evaluasi psikologis tersangka. Artinya, untuk mendeteksi ada tidaknya keterbatasan intelektual terdakwa. Psikolog menguji kecerdasan tersangka untuk mempercepat proses penyidikan polisi. Penilaian bahaya dan bahaya tersangka memungkinkan psikolog untuk memiliki pemahaman umum tentang bahaya tersangka dan kemungkinan bahaya selama penyelidikan polisi. Melakukan evaluasi kemampuan mental tersangka, tujuannya untuk mendeteksi apakah tersangka memiliki kemampuan mental (gangguan jiwa). Deteksi ketenangan (tes ini untuk mendukung kecurigaan polisi selama proses interogasi apakah pelaku berada di bawah pengaruh obat-obatan; terlepas dari apakah hasil tes tidak berhenti. Selain itu, membantu untuk memahami motif sebenarnya dari tersangka.
Adanya peran psikolog forensik dalam penyidikan suatu tindak pidana dinilai dapat membantu dalam proses pencarian keadilan. Hal ini dikarenakan saat ini terdapat banyak tindak pidana yang sering terjadi salah satunya KDRT, kemudian proses pengadilan di dalamnya tentu akan melibatkan banyak hal salah satunya yakni keterangan ahli. Keterangan ahli didapat melalui proses interogasi dengan menggunakan teori psikologi yang dapat digunakan misalnya dengan teknik maksimalisasi dan minimalisasi. Psikolog forensik dapat memberi pelatihan kepada polisi tentang teknik interogasi yang menggunakan prinsip psikologi. Kemudian dengan adanya psikolog forensik, seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana KDRT benar-benar dapat ditelaah terlebih dahulu apakah benar-benar bersalah atau tidak dan melalui psikologi forensik dapat ditentukan hukuman yang paling sesuai terhadap pelaku tindak pidana tersebut (Darma & Nikijuluw, 2019).
Referensi:
Darma, I. M. W., dan Nikijuluw Benyamin., (2019). Psikolog Forensik Sebagai Salah Satu Proses Pemidanaan.Binamulia Hukum. 8(2). 185-190.
Iskandar, O., dan Suwanda, N. H., (2019). Peranan Ilmu Forensik Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga Yang Dilakukan Istri Terhadap Suami (Studi Kasus Putusan No.1550/PID.SUS/2015/PN.MKS). Jurnal Krtha Bhayangkara. 13(1). 100-113.
Sulmustakim, A. (2019). Kedudukan Psikologi Forensik Daalam Penangan Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Kekerasan Terhadap Anak. Jurnal Ilmu Hukum. 1(2). 1-7.