ISSN 2477-1686

 

Vol.5 No. 19 Oktober 2019

Akun Palsu di Media Sosial dalam Kaitannya dengan Deindividuasi

Oleh

Frida Medina Hayuputri

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI 

Akun Palsu di Media Sosial

Tidak dapat dipungkiri, bahwa orang memiliki kecenderungan untuk membuat citra diri positif di media sosial. Hal ini mendorong orang harus menampilkan hal-hal yang baik saja di media sosialnya, sehingga ia merasa memiliki kerterbatasan dalam menuangkan perasaan dan ekspresi yang sesungguhnya. Karena alasan tersebut, orang biasanya memutuskan untuk membuat akun palsu.

Akun palsu di media sosial memiliki beberapa sebutan lain, seperti akun bodong, akun anonim, akun kloningan, akun alter, fake account, dan sebagainya. Akun palsu ini adalah akun media sosial yang dibuat tanpa identitas asli pembuatnya, biasanya bukan merupakan akun utama, karena akun utamanya berisi identitas asli. Akun palsu ini biasanya memiliki nama yang jauh sekali dari nama asli si pembuat, kebanyakan malah nama akunnya menggunakan kata-kata yang aneh (misalkan @singkongtakpernahingkarjanji, @bantalgulingyangtercinta, @kudaponiselaludihati, @unyilsayangsabahat, dan sebagainya). Selain itu, akun palsu biasanya memakai foto profil yang tidak jelas, bisa memakai foto profil orang lain (terkadang malah foto artis) yang ia ambil secara random dari internet, atau bisa juga memakai foto profil tokoh kartun, gambar pemandangan, benda, makanan, bahkan banyak juga yang tidak memasang foto profil. Akun palsu juga biasanya memiliki followers dan postingan yang jumlahnya sedikit, terkadang malah sama sekali tidak ada, dan akunnya bersifat private (dikunci) sehingga orang lain sulit untuk mengaksesnya. Akun palsu ini kebanyakan terdapat di Instagram, tetapi di media sosial lain (misalkan Facebook) juga terkadang dijumpai.

Dinamika Deindividuasi

Ketika seseorang berada dalam suatu kondisi di mana ia berperilaku bukan atas nama pribadinya (anonim), maka ia merasa tidak perlu bertanggung jawab atas segala akibat perilakunya. Kondisi seperti itu biasa disebut dengan deindividuasi. Deindividuasi adalah hilangnya kewaspadaan diri sebagai pribadi, yang berakibat pada hilangnya rasa takut dan tanggung jawab pada suatu kondisi (Myers, 2010) Anonimitas merupakan faktor yang sangat mempengaruhi timbulnya deindividuasi. Anonim secara sederhana dapat didefinisikan sebagai seseorang yang tanpa nama atau tidak diketahui namanya (Kabay, 2001).  

Akun Palsu di Media Sosial dalam Kaitannya dengan Deindividuasi

Kendati masyarakat dunia maya (virtual) menggunakan media teknologi internet dan ruang virtual dalam berinteraksi, namun konsepnya tetap menyerupai dunia nyata. Sehingga masyarakat virtual memiliki karakteristik dan perilaku yang sama seperti kehidupan sosial masyarakat pada umumnya. Salah satu perilaku yang timbul dari adanya interaksi antar individu dalam masyarakat virtual adalah perilaku anonim, yang dapat dilihat dari banyaknya penggunaan akun palsu (anonim) yang tidak dapat teridentifikasi siapa pemiliknya (Wicaksono & Irwansyah,  2017).

Di media sosial (terutama Instagram) akun palsu ini sangat banyak dijumpai. Sebagian dari pengguna media sosial menuangkan perasaan dan ekspresi yang sesungguhnya di akun palsu. Bisa saja awalnya hanya berniat menuangkan emosi pribadi, tetapi lama-lama jika tidak terkontrol, berpotensi untuk menyakiti orang lain secara verbal seperti memberi komentar negatif dengan dalih anonim.

Contoh konkret dari fenomena ini bisa dilihat di akun Instagram artis, banyak sekali akun palsu yang berani menuliskan komentar-komentar yang sangat buruk menggunakan kata-kata kasar terhadap sang artis. Kesemua hal tersebut berani dilakukan, karena berlindung di balik anonimitas akun palsunya. Sang pelaku berpikir bahwa keberadaannya tidak dapat diketahui. Dalam kondisi seperti ini, ia mengalami proses deindividuasi, yaitu kehilangan kewaspadaan diri, karena ia bertindak bukan sebagai pribadi.

Sebenarnya, sang pelaku tidak akan berani berbuat begitu jika menggunakan akun aslinya. Hal ini bisa dengan jelas terlihat, ketika sang artis ternyata telah berhasil melacak dan menemukan identitas pribadi (asli) sang pelaku dan mengancam akan melaporkannya ke polisi. Sang pelaku biasanya akan berubah drastis menjadi sopan, meminta maaf, dan memohon-mohon sang artis agar tidak melaporkannya. Hal ini dikarenakan sudah hilang anonimitasnya, sehingga seluruh tanggung jawab atas perbuatannya harus ia tanggung secara pribadi.

Dari uraiaian di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa memiliki akun palsu di media sosial, terlebih jika alasannya untuk melakukan tindakan yang buruk misalkan untuk menyakiti orang lain, adalah tindakan yang tidak baik. Karena membuat kita terbiasa untuk menghilangkan rasa tanggung jawab terhadap segala perbuatan kita. Let’s be fair! Berani berbuat, maka harus berani bertanggung jawab.

Referensi:

Kabay, M. E. (2001). Anonymity and pseudonymity in cyberspace. Makalah tidak diterbitkan. European Institute for Computer Anti-virus Research. Munich.

Myers, D. G. (2010). Social psychology. New York: McGrawHill.

Wicaksono, Ari, & Irwansyah. (2017). Fenomena deindividuasi dalam akun anonim berita gosip selebriti di media sosial instagram. Jurnal Profetik Komunikasi, 10(02), 34-45.