ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 42 September 2025

Not Evil, Just Effective?

Meninjau Ulang Sifat Nonkonvensional 

dalam Peran Pemimpin

 

Oleh: 

Keiko Margaret, Maggie Chandra, Doreen Kwoknata, Vania Bongso, 

& Chrysan Gomargana 

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Selama ini, kepemimpinan kerap dikaitkan dengan sifat-sifat yang bermuatan moral seperti empati, integritas, dan kerendahan hati. Karakteristik ini memang penting dan sering dianggap sebagai dasar etis dalam praktik kepemimpinan. Namun, dalam praktiknya, dunia kerja menghadirkan tantangan yang kompleks dan dinamis, di mana pemimpin dituntut untuk membuat keputusan dengan cepat, menghadapi tekanan tinggi, serta menavigasi relasi sosial yang penuh dinamika kekuasaan (Obolensky, 2014; Mesjasz, Bartusik, Małkus, & Sołtysik, 2022).

 

Dalam konteks ini, beberapa sifat nonkonvensional seperti ambisius, berorientasi strategis, tegas namun terkesan dingin, atau bahkan keterampilan memengaruhi orang lain dapat memiliki nilai fungsional tertentu. Sifat-sifat ini sering kali dianggap kontroversial, namun jika dikelola dan diekspresikan dengan kesadaran sosial yang tinggi dan sesuai dengan konteks serta kebutuhan kepemimpinan, hal-hal ini dapat mendukung efektivitas kepemimpinan. 

 

Memahami Kompleksitas Peran Sosial Pemimpin

Ferris et al. (2005) memperkenalkan konsep political skill, yakni kemampuan seseorang untuk membaca situasi sosial, membangun relasi, serta menyesuaikan perilaku secara strategis tanpa kehilangan kesan autentik. Dengan keterampilan ini, individu yang memiliki karakter kuat seperti ambisius atau analitis dapat tetap dipersepsi secara positif sebagai pemimpin yang kompeten dan adaptif, bukan sekedar dominan.

 

Dalam konteks budaya populer, kita dapat melihat kompleksitas ini melalui tokoh Daenerys Targaryen dalam Game of Thrones. Ia digambarkan sebagai pemimpin muda yang idealis, namun dalam perjalanannya, idealisme tersebut berkembang menjadi bentuk kontrol yang tegas, bahkan ekstrem. Kisah Daenerys memberikan ilustrasi tentang bagaimana kekuasaan, jika tidak diimbangi dengan refleksi moral dan keterbukaan terhadap masukan, bisa bergeser dari visi kolektif menjadi kehendak pribadi.

 

Di sisi lain, tokoh seperti Emily dalam serial Emily in Paris menunjukkan bentuk kepemimpinan informal yang berbasis pada kecerdasan sosial. Meskipun ia bukan pemegang posisi struktural tertinggi, Emily mampu membangun pengaruh melalui komunikasi yang luwes, pemahaman terhadap budaya lintas konteks, serta strategi membangun kepercayaan. Tokoh ini mencerminkan bagaimana soft power dan social tact juga merupakan bagian penting dari kepemimpinan, terutama dalam konteks kerja yang kolaboratif dan berskala global.

 

Antara Strategi dan Etika: Menerima Ambiguitas dengan Kritis

Berorientasi strategis jangka panjang, sering kali dikaitkan dengan manipulasi dan telah lama menjadi sorotan dalam kajian kepemimpinan. Hal ini pun seringkali dikaitkan dengan sifat Machiavellian. Istilah ini berasal dari Niccolò Machiavelli, seorang filsuf politik abad ke-16 yang melalui karyanya The Prince menganjurkan para penguasa untuk menggunakan kelicikan dan tipu daya demi mempertahankan kekuasaan serta kendali. Konotasi negatif dari istilah ini muncul karena pada praktiknya, pendekatan semacam itu kerap dilakukan dengan mengorbankan hak atau kepentingan orang lain. Sendjaya et al. (2016) menemukan bahwa dalam konteks tertentu, berorientasi strategis jangka panjang ini dapat berperan sebagai penengah antara moralitas dan efektivitas kepemimpinan. Hal ini bukan untuk membenarkan manipulasi, melainkan untuk memahami bahwa dalam situasi kepemimpinan yang kompleks, pertimbangan etis dan strategis sering kali berinteraksi dalam ketegangan antara idealisme dan pragmatisme.

 

Namun demikian, penting untuk disadari bahwa sifat-sifat ini berada dalam spektrum yang sensitif. Studi Volmer et al. (2016) mengemukakan bahwa beberapa aspek dari Dark Triad seperti narsisme atau psikopati yang tidak terkelola berkaitan dengan dampak negatif bagi kesejahteraan bawahan. Oleh karena itu, pendekatan yang hanya menekankan efektivitas, tanpa mempertimbangkan dampak relasional dan emosional, berisiko menciptakan budaya kerja yang disfungsional. Dalam kerangka kepemimpinan yang beretika, ketajaman strategi sepatutnya disertai dengan kepekaan moral dan tanggung jawab terhadap individu yang dipimpin, karena keberhasilan sejati tidak hanya diukur dari hasil akhir, melainkan juga dari cara mencapainya dan nilai-nilai yang dipelihara sepanjang prosesnya.

 

Penutup: Menuju Pemahaman yang Lebih Seimbang

Kepemimpinan bukan sekadar tentang karakter ideal yang statis, melainkan tentang bagaimana individu mengenali dirinya sendiri, memahami konteks sosial di sekitarnya, dan menyesuaikan pendekatannya dengan bijaksana. Dalam dunia yang semakin menuntut adaptabilitas, refleksi etis, dan keberanian mengambil keputusan sulit, kita perlu membuka ruang bagi pemahaman yang lebih luas tentang karakter pemimpin.

 

Meskipun beberapa sifat nonkonvensional dalam kepemimpinan memiliki sisi gelap, hal tersebut tidak boleh dijadikan pembenaran. Sebaliknya, sifat-sifat tersebut harus ditelaah secara kritis dan dikelola dengan tanggung jawab moral agar tidak menimbulkan kerusakan relasional maupun struktural.  Keseimbangan antara nilai personal, strategi sosial, dan tanggung jawab kolektif menjadi kunci dalam membentuk kepemimpinan yang tidak hanya efektif, tetapi juga beretika.

 

Referensi:

Diller, S. J., Decker, A., Rauthmann, J. F., & Zettler, I. (2021). The positive connection between Dark Triad traits and leadership levels in self- and other-ratings. Leadership, Education, Personality: An Interdisciplinary Journal, 3(2), 117–131. https://doi.org/10.1365/s42681-021-00025-6

Ferris, G. R., Treadway, D. C., Perrewé, P. L., Brouer, R. L., & Landis, R. S. (2020). Political skill at work: How to Influence, Motivate and Win Support: Revised and updated. Hachette.

Mesjasz, C., Bartusik, K., Małkus, T., & Sołtysik, M. (2022). Agile project management and complexity: A reappraisal (1st ed.). Routledge. 

Obolensky, N. (2014). Complex adaptive leadership: Embracing paradox and uncertainty (2nd ed.). Routledge.

Sendjaya, S., Pekerti, A., Härtel, C., Hirst, G., & Butarbutar, I. (2014). Are authentic leaders always moral? The role of Machiavellianism in the relationship between authentic leadership and morality. Journal of Business Ethics, 133(1), 125–139. https://doi.org/10.1007/s10551-014-2351-0

Volmer, J., Koch, I. K., & Göritz, A. S. (2016). The bright and dark sides of leaders’ Dark Triad traits: Effects on subordinates’ career success and well-being. Personality and Individual Differences, 101, 413–418. https://doi.org/10.1016/j.paid.2016.06.046